Keturunan PKI Boleh Jadi Calon Prajurit, Jenderal Andika Perlu Lakukan ini

Jumat, 01 April 2022 – 21:51 WIB
Dokumentasi - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat militer Anton Aliabbas ikut mengomentari keputusan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menghapus syarat larangan anak mantan anggota PKI jadi calon prajurit TNI.

Dia meminta Jenderal Andika segera mengambil kebijakan lanjutan.

BACA JUGA: Panglima TNI Hapus Syarat Larangan Keturunan PKI Jadi Prajurit

Yakni, membentuk pelembagaan atas sikap antidiskriminasi di lingkungan TNI.

"Hal ini penting dilakukan guna menghindari adanya dugaan 'lip service' atau keputusan yang bersifat ad-hoc semata," ujar Anton dalam keterangannya, Jumat (1/4).

Menurut Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) ini, keputusan Jenderal Andika perlu dikukuhkan agar tidak hanya bersifat sementara, sebab larangan anak mantan PKI jadi calon prajurit TNI sangat diskriminatif.

BACA JUGA: Panglima TNI Tolak Diskriminasi kepada Keturunan PKI, Basarah Menanggapi Begini

Menurutnya, keturunan harus menanggung beban atas tindakan yang dilakukan pendahulunya adalah sebuah tafsiran berlebihan terhadap TAP MPRS XXV/1966 tentang Pembubaran PKI.

Dia mengatakan ketetapan MPRS tersebut secara tegas hanya melarang organisasi PKI dan aktivitas penyebaran ajaran komunisme.

"Tidak ada kalimat yang menyatakan anak mantan pengikut PKI dilarang beraktivitas atau bergabung pada institusi pemerintahan," ucapnya.

Anton juga menyoroti larangan sebelumnya hanya berlaku untuk anak mantan PKI, sementara diketahui ada banyak pemberontakan yang terjadi di Indonesia. Seperti DI/TII, PRRI/Permesta dan sejumlah pemberontakan lain.

BACA JUGA: PKI dan TNI

Anton lebih lanjut mengatakan pelarangan juga berpotensi melanggar HAM dan UUD 1945.

Karena menjadikan tidak semua warga negara sama kedudukannya di muka hukum dan memiliki kesempatan sama untuk mendapatkan pekerjaan layak.

"Tidak ada manusia yang bisa memilih untuk dilahirkan oleh keluarga siapa."

"Karena itu, langkah membebankan keturunan atas tindakan pendahulunya tidak memiliki dasar hukum kuat," katanya.

Terkait adanya kekhawatiran infiltrasi ideologi komunisme yang mungkin dibawa oleh keturunan, Anton menilai hal tersebut sah-sah saja.

"Dalam konteks ini, sudah tentu TNI memiliki mekanisme dan standar baku tersendiri dalam melakukan seleksi penerimaan prajurit yang memiliki kadar kecintaan besar terhadap bangsa dan negara," ujar Anton.

Anton kemudian menyoroti ancaman seperti radikalisme agama yang berdasar pada pemahaman konservatisme agama.

Dia menilai ancaman radikalisme mengalami peningkatan signifikan belakangan ini.

Dalam konteks ini, kata Anton, Panglima TNI penting membuat kebijakan adanya evaluasi berkala terhadap mekanisme seleksi, termasuk Tes Wawasan Kebangsaan yang dimiliki TNI.

"Hal ini penting dilakukan. Kepekaan atas perkembangan ancaman kekinian akan berkontribusi dalam pembangunan profesionalisme TNI," pungkas Anton.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler