Badan-badan bantuan telah mengirimkan bantuan ke wilayah timur Afghanistan setelah gempa bumi berkekuatan 6,1 skala Richter melanda negara itu pada Rabu (22/06) pagi, menewaskan lebih dari 1.000 orang.
Bencana itu merupakan ujian bagi para penguasa Taliban Afghanistan dan badan-badan bantuan yang telah berjuang dengan berbagai krisis kemanusiaan di negara itu.
BACA JUGA: Afghanistan Dilanda Bencana Dahsyat, Taliban Terbukti Tidak Becus
Para pejabat mengatakan gempa itu adalah yang paling mematikan di Afghanistan dalam dua dekade terakhir, dan jumlah korban tewas bisa meningkat.
Menurut kantor berita milik pemerintah, diperkirakan 1.500 orang lainnya dilaporkan terluka.
BACA JUGA: Dialog Antarulama dengan Afghanistan, Indonesia Bela Hak Perempuan
Bencana itu menimbulkan masalah baru di negara itu setelah sebelumnya negara jutaan orang menghadapi kelaparan dan kemiskinan yang meningkat, sementara sistem kesehatan juga telah runtuh sejak Taliban merebut kembali kekuasaan hampir 10 bulan lalu.
Pengambilalihan itu menyebabkan pemotongan pembiayaan internasional yang penting, dan sebagian besar negara-negara di dunia sejak itu menjauhi pemerintah Taliban.
BACA JUGA: Amerika Serikat Mulai Terapkan Larangan Impor Barang dari Xinjiang karena Pelanggaran HAM
Pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhundzadah - yang hampir tidak pernah muncul di depan umum - memohon kepada komunitas internasional dan organisasi kemanusiaan "untuk berusaha keras membantu orang-orang Afghanistan yang terdampak tragedi besar ini."
Sebuah rekaman yang disiarkan kantor berita Bakhtar menampilkan warga yang tinggal di daerah terpencil dekat perbatasan Pakistan mencari korban, hidup atau mati, dengan cara menggali menggunakan tangan kosong di antara puing-puing.
Menurut wakil perwakilan khusus PBB untuk Afghanistan, Ramiz Alakbarov, setidaknya 2.000 rumah hancur di wilayah di mana rata-rata setiap rumah dihuni tujuh atau delapan orang. Helikopter dikirim untuk mengevakuasi korban luka-luka
Gambaran penuh kerusakan desa-desa di balik di pegunungan sangat sulit dan lambat diketahui.
Jalannya — yang rusak dan sulit untuk dilalui bahkan dalam keadaan terbaik — mungkin telah semakin rusak, dan tanah longsor akibat hujan baru-baru ini telah membuat akses menjadi lebih sulit.
Tim penyelamat bergegas masuk ke wilayah tersebut dengan helikopter, tetapi upaya bantuan mungkin terhambat oleh eksodus banyaknya lembaga bantuan internasional dari Afghanistan setelah pengambilalihan Taliban Agustus tahun lalu.
Selain itu, sebagian besar pemerintah negara lain khawatir berurusan langsung dengan Taliban.
Alakbarov mengatakan Taliban tidak secara resmi meminta PBB memobilisasi tim pencarian dan penyelamatan internasional atau meminta peralatan dari negara-negara tetangga.
Namun, para pejabat dari beberapa badan PBB mengatakan Taliban memberi mereka akses penuh ke daerah itu.
Gempa itu berpusat di provinsi Paktika, sekitar 50 kilometer barat daya kota Khost, menurut Departemen Meteorologi Pakistan.
Para ahli menempatkan kedalamannya hanya 10 kilometer. Gempa dangkal cenderung menyebabkan lebih banyak kerusakan.
Badan seismologi Eropa mengatakan gempa itu dirasakan lebih dari 500 km jauhnya oleh 119 juta orang di Afghanistan, Pakistan, dan India.
Kantor berita Bakhtar melaporkan jumlah korban tewas hingga saat ini sama dengan gempa tahun 2002 di Afghanistan utara.Itu adalah gempa yang paling mematikan sejak tahun 1998, ketika gempa bumi yang juga berkekuatan 6,1 skala Richter dan gempa-gempa susulan di timur laut menewaskan sedikitnya 4.500 orang.Gempa hari Rabu (22/06) terjadi di wilayah yang rawan longsor, yang terisi banyak bangunan tua yang lebih rentan."Ketakutannya adalah korban akan semakin bertambah, karena banyak orang kemungkinan terperangkap di bawah bangunan yang runtuh," kata direktur negara Afghanistan untuk kelompok bantuan medis Italia, Stefano Sozza.
Kelompok bantuan itu mengirim tujuh ambulans dan staf ke daerah-daerah dekat zona gempa. Badan-badan bantuan mengirimkan bantuan ke daerah-daerah yang dilanda gempa
Lebih dari 60 persen populasi Afghanistan yang berjumlah 38 juta orang sudah bergantung pada bantuan internasional untuk bertahan hidup.
Badan-badan kemanusiaan yang masih beroperasi di negara itu, termasuk UNICEF, mengirimkan pasokan ke daerah-daerah yang dilanda gempa. Dan Pakistan mengatakan akan mengirim makanan, tenda, selimut, dan kebutuhan lainnya.
Memperoleh lebih banyak bantuan internasional langsung mungkin lebih sulit karena banyak negara, termasuk Amerika Serikat, menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Afghanistan melalui PBB dan organisasi semacam itu untuk menghindari penyerahan uang ke tangan Taliban.
Pemerintah federal Australia mengindikasikan sedang mencari bantuan apa pun yang bisa dilakukan dan ditawarkan kepada Afghanistan."Menteri [Luar Negeri] [Penny] Wong akan sangat hati-hati mempertimbangkan respon kami dan, jelas, akan memberikan bantuan apa pun yang kami bisa, dan memastikan bahwa itu sampai kepada mereka yang membutuhkan," kata Menteri Energi Chris Bowen.
Presiden AS Joe Biden telah mengarahkan USAID dan entitas pemerintah federal lainnya untuk menilai bagaimana mereka dapat merespon dan membantu mereka yang paling terkena dampak.
Juru bicara PBB untuk Program Pangan Dunia di Kabul, Shelley Thakral, mengatakan gempa itu "hanya akan menambah kebutuhan kemanusiaan yang sangat besar di Afghanistan, dan itu berarti kita benar-benar harus 'bersama-sama' untuk memastikan bahwa kita benar-benar membatasi penderitaan yang dialami keluarga, yang sudah dialami oleh perempuan dan anak-anak".
Perdana Menteri Afghanistan, Mohammad Hassan Akhund, mengadakan pertemuan darurat di istana presiden.
"Ketika insiden besar seperti itu terjadi di negara mana pun, ada kebutuhan untuk bantuan dari negara lain," kata Wakil Menteri Negara untuk Penanggulangan Bencana, Sharafuddin Muslim.
"Sangat sulit bagi kami untuk dapat menanggapi insiden besar ini."
Menerima bantuan internasional mungkin terbukti sulit, mengingat isolasi internasional Afghanistan di bawah Taliban, yang pada awalnya digulingkan dari kekuasaan oleh AS setelah serangan 9/11 pada tahun 2001.
Namun, penarikan tiba-tiba pasukan AS dan negara-negara lain tahun lalu meninggalkan kekosongan yang dengan cepat diisi oleh Taliban.
Pemerintah yang baru telah mengeluarkan serangkaian dekrit yang membatasi hak-hak perempuan dan anak, juga perempuan dalam media berita, sebagai kebalikan dari aturan keras Taliban sejak akhir 1990-an.
"Ini menambah banyak beban hidup sehari-hari," kata Alakbarov dari PBB tentang gempa tersebut.
"Kami tidak optimistis hari ini."
Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari ABC News.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Umat Islam Australia Terpukul Melonjaknya Ongkos Naik Haji dan Sistem Undian