Khawatir Biaya Membangun Ibu Kota Baru Membengkak Jadi Rp2000 Triliiun

Selasa, 03 September 2019 – 19:06 WIB
Pakar ekonomi Anthony Budiawan. Foto : M Fathra/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pakar ekonomi Anthony Budiawan menilai biaya yang direncanakan pemerintah untuk membangun ibu kota negara yang baru di Kalimantan Timur terlalu rendah. Jauh di bawah standar banch mark atau patokan dunia.

Penilaian ini disampaikannya dalam seminar "Menyoal Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/.9).

BACA JUGA: INDEF: Pemindahan Ibu Kota Belum Menjamin Pemerataan Ekonomi

BACA JUGA : Diskusi Pemindahan Ibu Kota, Ridwan Saidi Ejek Skill Bahasa Inggris Jokowi

 

BACA JUGA: Tidak Tepat Berbicara Pemindahan Ibu Kota Saat Ini, Mengapa?

Forum itu dibuka Wakil Ketua DPR Fadli Zon, dan dihadiri budayawan Ridwan Saidi, Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin, Direktur Indef Tauhid Ahmad, serta Pengkaji Geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institut Hendrajit. Keynote speech-nya Prof Amien Rais.

Dia menyebutkan bahwa sejumlah pembicara menilai dari sudut geopolitik, ekonomi, hukum, dikatakan bahwa urgensi pemindahan ini tidak ada. Tetapi sebagai pakar ekonomi, Anthony justru melihat ada urgensinya.

BACA JUGA: Jokowi Percaya Diri karena Ada Sinyal dari Parlemen

"Saya katakan mungkin urgensinya ada, karena berkaitan dengan aspek keuangan Rp486 triliun. Motif dari keuangan ini apa pun bisa segera saja terjadi," ucap Anthony.

Eks direktur PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA) ini menyebutkan, angka Rp 486 triliun itu merupakan perencanaan Bappenas dan pembangunannya akan dilakukan periode anggaran 2020-2024. Jumlah penduduk yang akan dipindakan sekitar 1,5 juta orang.

"Kalau kita lihat Rp 486 triliun, data Bappenas, dibagi 1,5 juta penduduk, ongkos biaya pembangunan itu hanya Rp 324 juta, atau dalam dollar Amerika 22.500, untuk memindahkan 1,5 juta penduduk ke ibu kota baru," jelasnya.

BACA JUGA : Amien Rais Curigai Tiongkok di Balik Keputusan Jokowi Pindahkan Ibu Kota RI

Dia lantas menyatakan bila dibandingkan dengan banch mark atau patokan dunia, maka biaya yang direncanakan pemerintah sekitar 4 atau 5 kali lebih murah.

Sebab, biaya standar membuat ibu kota baru di dunia itu sekitar USD 100 ribu - USD 500 ribu per recidence.

Oleh sebab itu, Anthony yang pernah bergabung dalam tim ekonomi pasangan Capres - Cawapres Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, khawatir biaya yang direncanakan sebesar Rp486 triliun ini nantinya bisa membengkak di tengah jalan.

"Jangan-jangan nanti langsung membengkak jadi Rp2000 triliun, lima kali lipat. Dan saya sangat yakin dengan Rp486 triliun, bisa jadi bukan ibu kota (negara) yang dibangun, ibu kota kabupaten lagi. Sangat di bawah standar," kata Anthony, disambut tawa peserta seminar.(fat/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Secara Geopolitik, Memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan Berbahaya


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler