Khawatir Rencana BPJS Wajibkan Pasien Didaftar pakai Fingerprint Timbulkan Masalah Baru

Senin, 24 Juni 2019 – 00:34 WIB
Pasien peserta BPJS Kesehatan. Foto: Radar Banjarmasin/JPG

jpnn.com, BANJARMASIN - BPJS Kesehatan mewajibkan rumah sakit yang sudah mempunyai fingerprint untuk mendaftarkan pasien melalui alat tersebut. Terutama untuk pasien di poli mata, jantung, rehab medis, dan hemodialisis. Rencana tersebut mendapat respons masyarakat.
---
Kursi roda terus didorong Mahli menuju ruang rawat inap di RSUD Ulin Banjarmasin, beberapa hari lalu. Ayahnya hanya terduduk lesu menahan sakit yang dideritanya. Sudah empat bulan sang ayah menderita kencing manis.

Berusia uzur, sang ayah susah berjalan. Harus dibantu kursi roda. Mahli pun harus senantiasa mendampingi sang ayah. Tak hanya melakukan proses administrasi, juga ketika mengantar ke ruang perawatan. “Beliau tak bisa sendiri. Saya pun harus mendampingi,” tuturnya.

BACA JUGA: Kebijakan Terbaru BPJS Kesehatan

Mendapat informasi pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus didaftar menggunakan fingerprint (sidik jari), dia merasa keberatan.

Mahli menginginkan pasien-pasien seperti ayahnya mendapat fasilitas utama ketika diberlakukan kebijakan baru ini. “Lihat saja. Berjalan saja susah,” tukasnya.

BACA JUGA: Bu Khofifah Pastikan Utang BPJS Kesehatan ke RS Tak Ganggu Pelayanan

BACA JUGA: Kebijakan Terbaru BPJS Kesehatan

Dia tak bisa membayangkan, jika kebijakan ini diberlakukan secara spontan, khususnya kepada pasien lansia dan sakit berat. “Ini malah merepotkan,” imbuhnya.

BACA JUGA: BPJS Kesehatan Diingatkan Bayar Utang Rp 408.3 miliar pada RS

Di sisi lain, Mahli menyebut kebijakan ini membawa dampak yang bagus soal administrasi. Di mana pasien tak lagi direpotkan membawa berkas, karena catatan database pasien sudah ada. “Yang repot ketika data pasien tak tersedia. Belum lagi alatnya sedang bermasalah,” katanya.

Hal yang sama dituturkan Nasmiah, orangtuanya yang sedang menderita strok membuat kesulitan dilakukan perekaman data. “Saya berharap pihak rumah sakit mendatangi. Jangan sampai pasien yang malah mendatangi,” harapnya.

Dia tak ingin, kebijakan baru ini malah merepotkan kepada pasien yang kondisinya tak memungkinkan. “Saya takutnya, hanya gara-gara tak direkam malah diminta biaya,” ucap Nasmiah.

Sementara itu, di Banjarbaru, rencana BPJS Kesehatan mewajibkan pasien melakukan fingerprint mendapat penolakan dari pihak pasien dan rumah sakit.

Seperti yang diutarakan Fahri, salah seorang peserta BPJS yang sedang memeriksakan matanya di Poli Mata, RSD Idaman Banjarbaru, kemarin. Dia mengaku tidak setuju, apabila pasien di poli RS diwajibkan merekam sidik jari. "Takutnya, aturan baru itu malah tambah bikin repot Mas," katanya.

Aturan yang sekarang saja, dia menyebut antrean di poli selalu panjang. Apalagi dengan adanya tambahan kewajiban rekam sidik jari. "Sudah urus dokumen, ditambah rekam lagi. Pasti panjang nanti antreannya," bebernya.

Hal senada disampaikan, Syaukani, warga Banjarbaru yang sedang mengantarkan ayahnya di Poli Mata. Dia ingin, BPJS membatalkan aturan wajib rekam sidik jari. "Takutnya nanti alat fingerprint-nya rusak, sementara antrean sudah panjang. Pasti semua bakal repot," ucapnya.

Kekhawatiran yang sama diutarakan Kasi Pelayanan Medik RSD Idaman, dr Siti. Dia menjelaskan, selama alat rekam sidik jari tidak bermasalah semuanya akan aman. Namun, jika terjadi trouble pasti akan menyusahkan pasien. "Kasihan pasien bolak-balik ke RS hanya karena alatnya rusak," jelasnya.

Dia mengungkapkan, sejumlah rumah sakit saat ini masih menolak kebijakan baru dari BPJS tersebut. Lantaran, dianggap merepotkan rumah sakit. "Repot Mas, karena rumah sakit yang disuruh membeli alatnya," ungkapnya.

Ditambahkannya, penolakan rumah sakit sendiri sudah disampaikan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) beberapa waktu yang lalu. "Penerapan figerprint kan untuk keperluan dan kepentingan kepesertaan. Bukan keperluan pelayanan. Jadi, semestinya pengadaan jadi tanggung jawab BPJS," tambahnya.

Secara terpisah, Wakil DPRD Banjarbaru, Wartono meminta, sebelum menerapkan kebijakan baru. Ada baiknya BPJS melihat dulu, bagaimana manfaatnya untuk masyarakat.

"Kalau bisa untuk memangkas persyaratan fotokopi dan dokumen lainnya, termasuk penyalahgunaan peserta saya rasa baik saja. Tapi di lapangan jangan malah menambah permasalahan baru," pintanya.

BACA JUGA: Mama Pusing karena Anak Gagal PPDB Zonasi, Banyak Swasta Tutup Pendaftaran

Intinya, dia ingin kewajiban rekam sidik jari jangan sampai mempersulit masyarakat. "Jangan sampai gara-gara ada kebijakan itu, masyarakat yang jadi korban," pungkasnya.

Lantas bagaimana dengan RSUD Sambang Lihum yang banyak menangani pasien dengan gangguan jiwa.

Direktur RSUD Sambang Lihum, I Gede Dharma Putra mengatakan, penerapan fingerprint bagi pasien gangguan jiwa dipastikan tak akan bermasalah. Pasalnya, pasien dengan gangguan jiwa masih bisa ditenangkan kala sedang berontak. “Tak selalu berontak. Ada jeda ketika pasien tenang. Di saat itu lah bisa dilakukan perekaman,” terang Dharma, Jumat (21/6).

Jika pun tak bisa dilakukan perekaman kepada pasien gangguan jiwa, pihaknya punya ancang-ancang dengan menerapkan secara manual. “Itu persoalan teknis. Ada opsi lain yang bisa diterapkan,” imbuhnya.

Untuk menjalankan kebijakan ini pun, Dharma mengaku pihaknya sudah berencana menyediakan alat rekam. “Kami tak ingin pelayanan terhambat karena tak tersedianya alat. Akan tetapi kami menunggu koordinasi lanjutan bagaimana teknisnya nanti,” sebut Dharma.

Terpisah, Anggota Komisi IV DPRD Kalsel, Lutfi Syaifuddin mewanti-wanti ketika kebijakan ini dijalankan, jangan sampai malah ada pasien yang tak bisa menggunakan hak nya. “Penerapan kebijakan ini bagus. Tinggal bagaimana penerapannya. Jangan sampai malah menyulitkan kepada pasien,” tekan Lutfi.

Seperti diberitakan kemarin, BPJS Kesehatan mengeluarkan kebijakan rekam sidik jari bagi pasien yang berobat. Konsepnya seperti absensi sidik jari untuk memastikan apakah pasien tersebut memang anggota BPJS Kesehatan. Perekaman dilakukan di awal kedatangan pasien berstatus peserta BPJS Kesehatan.

“Di Banjarmasin sebenarnya sudah berjalan. Namun hanya di pelayanan Hemodalisa atau cuci darah,” terang Kepala Cabang BPJS Banjarmasin, Tutus Novita Dewi.

Ke depan selain pelayanan di Poli Hemodalisa, sidik jari kepada peserta BPJS Kesehatan akan diterapkan pula di poli-poli lain. “Ini bukan hal baru, hanya pengembangan di poli lain. Sampai nantinya ke semua poliklinik,” sebutnya.

Penerapan sidik jari ini terangnya tak langsung dijalankan. Saat ini masih uji coba di beberapa rumah sakit, sekaligus melakukan perekaman data pasien. Diterangkan Tutus, data sidik jari pasien ini akan terkoneksi dengan server pusat di Jakarta. (mof/ris/by/bin)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dirut BPJS Kesehatan Reunian di Pelabuhan Merak


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler