Khilafah Pelesetan

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Rabu, 26 Oktober 2022 – 20:55 WIB
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Seorang komisaris BUMN dikecam banyak orang karena memelesetkan khilafah menjadi ‘’khilaf**k’’.

Hal ini dianggap tidak pantas dan menghina agama, karena bagaimanapun khilafah adalah konsep agama Islam yang diyakini kebenarannya.

BACA JUGA: Khilafahtul Muslimin Ungkap Sumber Dana Rp 2 Miliar yang Disita Polisi, Ternyata

Memelesetkannya menjadi khilaf**k adalah tindakan yang tidak pantas dan sembrono.

Dede Budhyarto Komisaris PT Pelni  membuat cuitan itu di akun pribadinya di Twitter.

BACA JUGA: Sultan Apresiasi Kebijakan yang Mewajibkan Komisaris BUMN Bertanggung Jawab

Awalnya, dia merespons Presiden Jokowi yang akhir pekan lalu memberi sambutan di acara ulang tahun Partai Golkar.

Pada kesempatan itu, Jokowi mengingatkan agar parpol tidak sembrono dalam memilih calon presiden.

BACA JUGA: Perempuan Penerobos Istana Dapat Wangsit, Bawa Pistol, Mau Bertemu Jokowi

Pernyataan Jokowi ini oleh banyak pihak dianggap sindiran terhadap parpol yang sudah mendeklarasikan dukungan terhadap calon presidennya.

Meski demikian, tidak ada parpol yang merasa tersindir.

Partai Gerindra yang sudah mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai calon presiden tidak merasa tersindir.

Partai Nasdem yang juga sudah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden juga tidak merasa tersindir.

Dede Budhyarto kemudian menafsirkan pernyataan Jokowi itu lebih lebar.

Menurutnya, dalam memilih calon presiden tidak boleh asal apalagi yang didukung oleh kelompok radikal.

Memilih capres jangan sembrono apalagi memilih capres yang didukung kelompok radikal yang suka mengkafir-kafirkan, pengasong khilaf**ck anti-Pancasila, gerombolan yang melarang pendirian rumah ibadah minoritas. Begitu bunyi cuitannya, Rabu (26/10).

Cuitan ini tidak ditujukan kepada target tertentu.

Akan tetapi, bisa mudah diduga bahwa yang disasar adalah Partai Nasdem yang sudah mencalonkan Anies Baswedan.

Belakangan ini Partai Nasdem menjadi sasaran perundungan oleh buzzer dengan menyebutnya sebagai ‘’Nasdrun’’, yang merupakan pelesetan dari ‘’Nasdem’’ dan ‘’Kadrun’’.

Mungkin ada yang menganggap pelesetan Nasdrun itu lucu atau malah ada yang menganggapnya kreatif.

Akan tetapi, memelesetkan khilafah menjadi khilaf**k sama sekali tidak lucu dan tidak kreatif.

Mungkin ada yang mengira pelesetan khilafah menjadi khilaf**k itu kreatif, karena ada persamaan bunyi pada suku kata terakhirnya.

Akan tetapi, banyak orang yang tersinggung karena pelesetan itu tidak sensitif dan sembrono.

Banyak yang menilai perkataannya tidak pantas dalam posisinya sebagai komisaris perusahaan pelat merah.

Dia mendapatkan jabatan itu sebagai reward politik karena menjadi bagian dari tim sukses Jokowi dalam pilpres yang lalu.

Komentar keras datang dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H Cholil Nafis.

Dia menilai politik seharusnya dapat dijalankan dengan bertanding secara wajar dan jujur untuk mendapatkan pendukung.

Kiai Cholil pantas berang karena pelesetan itu tidak pantas diucapkan, baik sebagai ungkapan serius maupun bercanda.

Konsep khilafah selalu diasosiasikan dengan gerakan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang menjadi bagian dari gerakan internasional.

Gerakan ini mengusung ideologi pan-islamisme untuk mempersatukan seluruh pemerintahan negara Islam di bawah satu pemerintahan khilafah internasional.

Ideologi khilafah ini dianggap bertentangan dengan Pancasila.

Gerakan khilafah di Indonesia memperoleh dukungan yang cukup luas.

Dalam berbagai kesempatan, HTI melakukan show of force dan berhasil mengumpulkan massa dalam jumlah yang cukup besar.

Pengaruh HTI yang makin besar ini membuat rezim Jokowi mengambil tindakan drastis dengan membubarkan HTI melalui dekrit presiden.

HTI dan khilafah dianggap sebagai bagian dari gerakan radikal dan intoleran yang dijadikan sebagai musuh besar oleh rezim Jokowi.

HTI sudah dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang.

Akan tetapi, hantu HTI kelihatannya tetap menjadi bayangan yang menakutkan bagi rezim Jokowi.

Setiap kali ada gerakan yang mencurigakan sering kali dikaitkan dengan radikalisme dan paham khilafah.

Yang terbaru, seorang perempuan masuk ke halaman Istana Merdeka, Selasa (25/10) dan dikabarkan menodongkan pistol ke penjaga gerbang.

Perempuan berhijab itu ditangkap oleh anggota polisi lalu lintas dan anggota paspampres. Dan dari perempuan itu disita sebuah pistol rakitan.

Dari tingkah laku perempuan yang terpantau dari video yang beredar luas di media sosial, tidak ada gerak-gerik yang mencurigakan atau membahayakan dari perempuan itu.

Dia lebih terlihat sebagai orang yang tersesat ketimbang orang yang menerobos penjagaan Paspampres.

Untunglah perempuan itu masih bisa diamankan tanpa kekerasan.

Dalam video yang beredar luas terlihat perempuan itu tidak melawan ketika ditangkap.

Dia terihat meronta, tetapi tidak membuat gerakan yang membahayakan.

Ketika ditangkap tidak terlihat dia membawa pistol.

Sebuah kasus yang kurang lebih sama terjadi April tahun lalu.

Seorang perempuan masuk ke halaman Mabes Polri dan menembakkan senjata ke arah penjagaan.

Perempuan itu kemudian dilumpuhkan dan ditembak mati.

Dari kartu identitas diketahui dia bernama Zakiah Aini.

Motif tindakannya tidak diketahui karena dia keburu ditembak mati.

Banyak kalangan yang menyesalkan tindakan polisi yang mematikan Zakiah Aini.

Seharusnya dia bisa dilumpuhkan tanpa harus dimatikan, sehingga motif tindakannya bisa diungkap secara tuntas.

Akan tetapi, karena dia keburu dimatikan maka keterangan yang disampaikan kepada publik sepenuhnya datang dari pihak kepolisian.

Zakiah Aini disebut sebagai bagian dari gerakan terorisme varian baru yang lebih sering bertindak sendirian.

Zakiah disebut sebagai ‘’lone wolf’’, alias serigala tunggal, sebutan untuk seseorang yang melakukan serangan kekerasan seorang diri.

Atribusi itu berlebih-lebihan jika ditempelkan kepada Zakiah, karena dia sama sekali tidak terlihat seperti penyerang yang terlatih dalam mempergunakan senjata.

Zakiah tidak dikaitkan langsung dengan HTI.

Kali ini, penerobos Istana Negara disebut berpaham radikal dan menjadi pendukung HTI.

Klaim itu disampaikan oleh petinggi BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), beberapa saat setelah perempuan itu ditangkap.

Entah dari mana BNPT bisa mendapatkan kesimpulan yang sangat cepat.

Ideologi khilafah menjadi hantu yang menakutkan, atau dijadikan hantu yang terlihat menakutkan.

Konsep itu dijadikan sebagai labeling untuk mendiskreditkan perorangan atau kelompok Islam tertentu.

Hal itulah yang diprotes oleh Kiai Cholil Nafis dari MUI.

Fadli Zon, politikus Partai Gerindra juga berang terhadap posting-an itu.

Fadli dengan tegas meminta Dede Budhyarto dipecat dari jabatannya sebagai komisaris BUMN.

Posting-an itu dianggap tidak pantas dan bisa mencoreng citra BUMN.

Ada seseorang yang mengancam akan melapor ke polisi, tetapi Dede Budhyarto terlihat tenang-tenang saja.

Dalam banyak kasus, hal-hal semacam ini dibiarkan terjadi dan kemudian menguap begitu saja.

Khilafah adalah konsep Islam. Semua orang Islam mengakui konsep itu sebagai bagian tidak terpisahkan dari misi kemanusiaan.

Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa manusia diciptakan dan dikirim ke dunia untuk menjadi ‘’khalifah’’ Allah di atas bumi.

Bahwa HTI mempunyai tafsir yang berbeda terhadap konsep khilafah, hal itu tidak memberi justifikasi kepada siapa pun untuk menghina konsep itu, apalagi mengaitkannya dengan kalimat kotor seperti dalam kasus ‘’khilaf**k’’. (**)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler