Kikuk karena Anggota Syuriah Cium Tanggannya

Senin, 29 Maret 2010 – 02:37 WIB
MUKTAMIRIN - Mitsuo Nakamura (tengah) didampingi istrinya, Hisako, di arena Muktamar ke-32 NU di Makassar. Foto: Tawakkal/Fajar.
Muktamar ke-32 NU di Makassar yang berakhir Sabtu lalu (27/3) tak hanya dihadiri ribuan warga nahdliyinBanyak peninjau dan pengamat luar negeri yang ikut hadir

BACA JUGA: Curi Kayunya, Sikat Batu Baranya

Tak terkecuali Indonesianis asal Jepang Prof Mitsuo Nakamura yang tak pernah absem sejak muktamar Semarang pada 1979.

Laporan DIAN W-SHOLAHUDDIN, Makassar

BERSAMA
istrinya, Hisako, siang yang terik itu Mitsuo Nakamura ikut berdesakan di akses masuk menuju ruang rapat pleno di Asrama Haji Sudiang
Hari itu agendanya memang sangat penting

BACA JUGA: Menang Berkat Diare, Kunjungi Pasien Bawa Anak

Bahkan menjadi pemungkas muktamar: pemilihan rais am syuriah dan ketua umum Pengurus Besar (PB) Nahdlatul Ulama (NU).

Pelan-pelan dia berusaha menembus kerumunan ratusan muktamirin di depan pintu masuk
Tampak antusiasme yang tinggi muncul dari raut wajah pria berusia 77 tahun itu

BACA JUGA: Tidak Ada Lagi Jalur Bus yang Macet hingga 10 Jam

Nakamura seperti tak ingin melewatkan momen puncak dalam even lima tahunan tersebut.

"NU seperti salah satu bagian tak terpisahkan dalam hidup saya dalam 30 tahun terakhir," ujar Nakamura kepada Jawa Pos.

Berkat perkenalannya dengan NU, Nakamura semakin tertarik mendalami masyarakat Islam di IndonesiaSelain itu, organisasi yang didirikan KH Hasyim Asyari tersebut telah banyak memberikan pelajaran hidup kepada antropolog dari Chiba University, Jepang itu.

Pada pertengahan 1970-an, Nakamura datang ke IndonesiaSaat itu dia melakukan penelitian di Jogjakarta tentang Islam dan MuhammadiyahHasil penelitiannya membuahkan sebuah buku yang cukup terkenal, Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin.

Saat penelitian itulah, Nakamura bertemu dengan banyak tokoh IslamSalah seorang di antara mereka adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur)Saat bertemu, intelektual muda NU yang juga cucu KH Hasyim Asyari itu menganggap pemahaman Nakamura tentang Islam di Indonesia kurang lengkap jika tidak meneliti NU"Jadi, Gus Dur yang membawa saya ke sini (muktamar NU) sampai sekarang," katanya.

Persinggungannya langsung dengan NU terjadi saat pelaksanaan Muktamar Ke-26 NU di Semarang, Jawa TengahNakamura mendapat undangan kehormatan juga berkat usaha Gus DurBahkan, saat itu dia diperbolehkan mengikuti sidang khusus syuriah sebagai badan tertinggi NU di Masjid Baiturrahman.

Kehadirannya dalam forum tersebut kontan menjadi pusat perhatian peserta sidangBeberapa anggota syuriah sempat berebut menyalami Nakamura"Bahkan, ada yang mencium tangan sayaSaya menjadi serbasalah bercampur kikukYa sudah, saya keluar sebelum sidang selesai," katanya dengan bahasa Indonesia yang fasih.

Belakangan Nakamura mengetahui bahwa saat sejumlah anggota syuriah NU menciumi tangannya saat itu karena banyak yang mengira dirinya adalah ulama Islam terkemuka peninjau dari Jepang"Kadang-kadang sekarang sih ingin dicium lagiTapi, sudah tidak ada yang mau," ujarnya, kemudian tertawa.

Berangkat dari keikutsertaannya di muktamar, ketertarikannya terhadap NU perlahan mulai munculDia akhirnya sadar bahwa NU sebagai organisasi ternyata memiliki jaringan massa yang luas"Sampai pedesaan di hampir seluruh wilayah IndonesiaLuar biasa dan mengguncangkan," katanya.

Keyakinannya makin mantap mendalami NU saat mengikuti muktamar NU berikutnya di Situbondo pada 1984Muktamar itu sangat bersejarah karena sejak saat itulah NU kembali ke khitah dan terpilihnya Gus Dur sebagai ketua umumNamun, yang bener-benar membuat Nakamura makin tertarik dengan organisasi yang banyak dicitrakan sebagai organisasi kaum sarungan (tradisionalis) itu adalah pidato almarhum KH Ahmad Siddiq.

Isi pidato kiai pemimpin pondok pesantren di Jember, Jawa Timur, tersebut, antara lain, mengurai hubungan ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan), ukhuwah islamiah (persaudaraan Islam), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusiaan)Bahwa ukhuwah wathaniyah berada di atas ukhuwah islamiahDan, ukhuwah insaniyah berada di atas ukhuwah basyariyah.

"Maknanya ternyata sangat progresif, terbuka, bahkan revolusioner saat ituKarena itu, saya yakin, NU ini tiang utama masyarakat Indonesia," katanya.

Pria kelahiran Manchu, Tiongkok, yang baru pulang ke Jepang pada 1947 itu pun akhirnya semakin intens berhubungan dengan NUBaik secara organisasi maupun orang per orangDia kenal dekat dengan beberapa tokoh NU hingga kiniTerutama, almarhum Gus Dur sebagai orang yang pertama menyeret ketertarikannya terhadap NU.

Selain sebagai sahabat dan teman diskusi, tokoh yang kemudian menjadi presiden keempat Indonesia itu dianggap seperti keluarga sendiri"Dia (Gus Dur, Red) itu fenomenal dan saya sepakat kalau dalam satu abad mendatang belum tentu ada orang seperti dia," ujar Nakamura.

Wafatnya Gus Dur pada akhir tahun lalu juga membawa duka tersendiri bagi NakamuraSebab, pada 8 Desember 2009 atau sekitar dua minggu sebelum meninggal, dirinya masih sempat bertemu dengan Gus Dur di kediamannya, Ciganjur, Jakarta SelatanSaat itu kondisi kesehatan Gus Dur menurun dan lemah.

Dalam hati, saat itu Nakamura merasa khawatir segera kehilangan tokoh besar tersebutMeski demikian, dia salut dengan Gus Dur yang saat itu masih menyatakan keinginan dan kesediaannya berkunjung ke Jepang memenuhi undangan ceramah yang disampaikan Nakamura.

"Saat itu saya katakan, 'Saya tunggu ya, GusKita akan bertemu lagi di Jepang'," katanya.

Belum sempat undangan itu dipenuhi, Nakamura yang sudah berada di Jepang mendapat kabar bahwa Gus Dur batal berangkat karena masuk rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensifBahkan, tokoh yang membawa Nakamura mengenal NU itu pun akhirnya meninggal pada 30 Desember 2009"Jasad dia memang sudah tidak adaTapi, saya yakin, pemikiran orang ini akan terus hidup dan berkembang," tandasnya.

Meski demikian, Nakamura mengakui, muktamar pertama yang dia ikuti tanpa kehadiran Gus Dur di tengah-tengah arena memang menjadi agak berbedaMenurut dia, tokoh yang sering disebut sebagai bapak pluralisme itu selalu tampil memberikan warna dalam setiap muktamar.

"Mungkin ini juga menjadi muktamar terakhir bagi saya, mengingat saya sudah setua ini," kata Nakamura, kemudian melihat istrinya.

Namun, dia tetap memiliki harapan besar punya kesempatan untuk bisa datang dan mengikuti langsung Muktamar NU lima tahun mendatang"Semoga, semoga saja," tambahnya.

Begitu besarnya ketertarikan Anda terhadap Islam Indonesia, mengapa Anda tidak memeluk Islam sekalian" Nakamura tersenyum, lantas mengatakan bahwa dirinya sebenarnya sudah memegang teguh dan percaya terhadap subtansi dari Islam"Saya ini sudah muslim dengan huruf m kecil dan sudah memeluk Islam dengan i kecilItu yang lebih penting," katanya(c4/el)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nancy Margaretha, Duta Besar Komunitas Backpacker Dunia untuk Indonesia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler