Menang Berkat Diare, Kunjungi Pasien Bawa Anak

Sabtu, 27 Maret 2010 – 04:17 WIB
Foto: Sekaring Ratri Adaninggar/Jawa Pos.
Seorang dokter wanita Indonesia menorehkan prestasi di kancah internasionalProf dr Srisupar Yati Soenarto SpA(K) PhD kini menyandang predikat dokter anak terbaik di Asia Pasifik setelah meraih Pediatric Award

BACA JUGA: Tidak Ada Lagi Jalur Bus yang Macet hingga 10 Jam

Penghargaan yang hanya diberikan tiga tahun sekali itu dianugerahkan oleh The Asian Pacific Pediatric Association (APPA).

Laporan SEKARING RATRI ADANINGGAR, Jakarta

PROF
dr Srisupar Yati Soenarto SpA(K) PhD sedang asyik menekuni layar laptop di hadapannya
Beberapa kali dia memainkan jarinya di atas keyboard

BACA JUGA: Nancy Margaretha, Duta Besar Komunitas Backpacker Dunia untuk Indonesia

Di sebelah kirinya, tergeletak BlackBerry (BB) merah hitam
Dia tengah mengecek beberapa data penelitian terbarunya.

Sesekali BB miliknya berdering

BACA JUGA: Ingin Wujudkan Barcode Manusia, Bisa Membayar ala Kartu Kredit

Dia langsung mengangkat, kemudian menginstruksikan sejumlah tugas kepada si penelepon"Dari asisten saya," katanya singkat.

Hari itu, dia tampil santaiMengenakan kaus lengan panjang bergaris dipadu celana jinsJauh dari kesan serius seperti kebanyakan profesor dan dokter seniorPadahal, dia merupakan guru besar purnatugas di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Yati - begitu dia akrab disapa - memang bukan pribadi yang gemar menonjolkan diri sendiriMeski profesor senior, dia merupakan orang yang rendah diriDitambah, Yati suka bercanda dan mudah tertawa lepasGaya bicaranya ceplas-ceplos.

Ketika Jawa Pos menemuinya di sebuah hotel berbintang di Jakarta, berkali-kali dia mengingatkan"Ojo ditulis yang macem-macem seng ngumuk-ngumukne aku, ora penak karo liyane (Jangan ditulis macam-macam yang kesannya meninggikan diri saya, tidak enak dengan teman yang lain)," ujarnya dengan bahasa Jawa logat Jogja yang kental.

Namun, tidak dimungkiri, Yati merupakan sosok wanita cerdas yang sangat peduli terhadap kondisi pendidikan serta kesehatan di negeri iniTerbukti, lewat puluhan penelitian yang sudah dilakukan, dia berhasil mengharumkan nama bangsa.

Tahun lalu (Oktober 2009), dia menerima penghargaan Pediatric Award dari The Asian Pacific Pediatric Association (APPA) yang diserahkan di Shanghai, TiongkokPenghargaan tersebut sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai dokter anak terbaik se-Asia Pasifik hingga 2011Sebab, gelar tersebut hanya diberikan tiap tiga tahun sekali.

Keberhasilan di kancah internasional itu bukan yang pertama bagi istri Prof (Emeritus) Dr dr Soenarto Sastrowijoto SpTHT tersebutSebelumnya, dia mendapatkan banyak penghargaan di bidang kesehatan, baik tingkat nasional maupun internasional"Tapi, yang paling bergengsi ya yang ini," ujar satu-satunya wanita Indonesia yang mampu menyisihkan 12 dokter anak se-Asia Pasifik tersebut.

Profesor 66 tahun itu terpilih berkat kiprahnya dalam meneliti diare pada anak selama 40 tahunDiare, kata dia, merupakan kasus penyakit terbanyak serta penyebab kematian bayi tertinggi di Indonesia"Selain itu, diare dikenal sebagai penyebab utama bayi kekurangan gizi yang mengakibatkan daya tahan tubuh bayi rendahKarena itu, risiko kematiannya juga tinggi," urainya.

Yati meneliti diare sejak 1976 bersama Prof Ruth Bishop dari AustraliaBishop adalah penemu rotavirus (virus penyebab diare) pertama di duniaKeduanya bekerja sama meneliti infeksi rotavirus pada penderita diare di IndonesiaHasil penelitian itu, rotavirus menjadi penyebab utama kasus diare di Indonesia.

Selain didukung profesor Australia, Yati bekerja sama dengan beberapa guru besar serta staf dari universitas lain di IndonesiaDia juga dibantu staf Kementerian Kesehatan"Saya melakukan penelitian ini membawa nama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)Saya juga sangat berterima kasih atas bantuan rekan-rekan saya," tegasnya.

Hasil penelitian tersebut memberi efek besar terhadap cara pengobatan pada penderita diare yang sebelumnya selalu menggunakan antibiotikLewat hasil penelitiannya, Yati mendorong pemerintah Indonesia untuk memproduksi vaksin rotavirus dengan harga yang cukup murah untuk menggantikan antibiotik.

Upaya tersebut berhasilPada 2012, vaksin rotavirus akan mulai dipasarkan berdasar kerja sama antara Melbourne University dan PT Biofarma.

Selain berhasil "membujuk" pemerintah, hasil penelitian Yati dipublikasikan secara luas di sejumlah jurnal kesehatan internasionalBerkat publikasi tersebut, pencetus pendirian pusat penanggulangan penyakit diare di beberapa rumah sakit di Indonesia itu diundang menghadiri forum-forum internasional untuk mempresentasikan hasil penelitiannya"Mungkin karena itu juga saya bisa dapat penghargaan Pediatric Award tersebut," katanya lantas tersenyum.

Ketertarikan Yati pada dunia kedokteran tidak datang tiba-tibaAyah dan kakeknya adalah dokterKarena itu, dunia tersebut menjadi bagian hidupnya sejak kecilTumbuh besar di lingkungan dokter membuat Yati menjatuhkan pilihan yang sama dengan ayah maupun kakeknyaTidak ada paksaan dari orang tua"Lha saya memang seneng kok," ujar anak kedua di antara delapan bersaudara itu.

Selepas SMA, ibu tiga anak tersebut mantap meneruskan pendidikan di Fakultas Kedokteran UGM pada 1963Selama menjalani pendidikan dokter, ketertarikan Yati pada dunia kedokteran makin menggebuApalagi ketika dia menjalani program co-ass (co-assistant)"Hampir semua bidang kedokteran itu menarikWaktu di bagian mata, kok nyenengke, cilik tapi jendela otak," kenangnya.

Awalnya, tidak terpikir dalam benak Yati untuk meneruskan pendidikan spesialis anakSebab, setelah menikah pada 1968, dia memilih meneruskan spesialis kulit atau mata.

Namun, satu-satunya profesor spesialis anak saat itu, almarhum Prof Ismangun, menyarankan agar Yati memilih spesialis anak melalui suaminya"Beliau bilang sama suami saya, 'Piye nek bojomu mlebu anak wae" (bagaimana kalau istrimu masuk spesialis anak saja)'," kata Yati menirukan ucapan Profesor Ismangun yang disampaikan lewat sang suami itu.

Perkataan tersebut dipertimbangkan YatiAkhirnya, dia memutuskan memilih spesialis anak seperti yang disarankan Profesor Ismangun"Saya mikirnya, saya kan seorang ibuJadi, ya klop lah," ujarnya.

Memasuki pendidikan spesialis anak, dia makin menyukai dunia anak-anakBahkan, Yati yang waktu itu sudah memiliki dua anak rela memboyong dua buah hatinya ke mana pun pergi ketika tengah meneliti.

Untuk menyelesaikan pendidikan dokter spesialisnya, dia meneliti tiga penyakit yang menjadi penyebab terbesar kematian anak di Indonesia pada masa ituYakni, diare, tuberkulosis, dan demam berdarah.

Tidak jarang, ketika mengunjungi pasiennya yang sedang menderita tuberkulosis, alumnus PhD Fakultas Kedokteran Vrije University, Belanda, tersebut mengajak anak-anaknya"Mereka saya ajak piknik di halaman rumah pasienLalu, saya tinggal memeriksa pasien," ungkapnya.

Tujuannya, sang buah hati memiliki rasa empati yang tinggi kepada sesamaUntungnya, sang suami, dokter Soenarto, selalu mendukung semua kegiatan YatiBahkan, tidak jarang dia mengantar Yati ke mana pun bersama anak-anak mereka.

Dukungan sang suami tidak hanya sampai di situDia juga serting mengajak Yati menghadiri sejumlah forum kesehatan"Pada dasarnya, saya memang senang menjalin networking bareng Prof Narto (suami)Jadi, semakin klop," tuturnya.

Sama-sama gemar mengikuti berbagai forum, pasangan tersebut berhasil menjalin kerja sama dengan universitas-universitas ternama di duniaSebut saja, Harvard Medical School hingga Melbourne UniversitySemua dilakukan berdua"Kami menganut prinsip person to person kalau mau jalin networking," ungkap mantan guru tari tersebut.

Berkat keaktifan keduanya, tidak jarang Yati maupun Narto diundang bersama-sama sebagai pembicara dalam sejumlah forum, baik nasional maupun internasionalBelasan negara sudah mereka kunjungiMenariknya, semua itu dilakukan tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun"Lha semua ditanggung sama yang ngundangJadi, kami itu selalu jalan-jalan ke luar negeri gratis" tisWong kami ini wanted kok," ujarnya sambil lantas terbahak.

Yati menambahkan, dirinya maupun sang suami hingga kini masih aktif meneliti dan menghadiri sejumlah forum untuk memperkaya ilmu"Ya, selagi masih diberi waktu, kami manfaatkan," ucapnya(c5/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jual Cincin untuk Modal, Pinjam Bank Dianggap Gila


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler