jpnn.com - JAKARTA - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, menilai sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) penting menghadiri undangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), guna mengklarifikasi dugaan penggunaan fasilitas negara saat menjadi juru kampanye di Lampung, beberapa waktu lalu.
Munurut Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) KIPP, Girindra Sandino, SBY perlu hadir mengingat jabatannya selaku presiden, harus patuh terhadap hukum, sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Karena Indonesia merupakan negara hukum.
BACA JUGA: Ajak Pemilih Teliti Rekam Jejak Caleg di Masa Tenang
"Bunyi janji Presiden sebagaimana ditegaskan pada Pasal 9 ayat 1 UUD 1945 menyatakan, berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya memegang teguh UUD dan menjalankan UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa,” ujar Girindra di Jakarta, Minggu (6/4).
Karena itu SBY selaku presiden menurut Girindra, harus memberikan teladan terhadap peserta pemilu lainnya dan khususnya pada rakyat Indonesia mengenai penegakan hukum dalam pelaksanaan pemilu 2014.
BACA JUGA: Anggap Parpol Tak Mampu Optimalkan Kampanye Terbuka
"Presiden SBY harus menghormati langkah dan upaya Bawaslu dalam menegakkan hukum pemilu dalam penyelenggaraan pemilu 2014. Bagaimana pun Bawaslu adalah lembaga negara yang resmi dibentuk berdasarkan UU," katanya.
Karena itu Girindra menilai jika SBY tidak mau hadir mengklarifikasi dugaan pelanggaran kampanye yang dilaporkan ke Bawaslu, dapat disebut ia melecehan lembaga negara.
BACA JUGA: Politik Uang, Galang Suara dengan Jaringan Mirip MLM
Girindra menolak jika disebut laporan KIPP dan Lingkar Madani Indonesia terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Presiden SBY ke Bawaslu, untuk mendiskreditkan Partai Demokrat.
Menurutnya, laporan ke Bawaslu dilayangkan semata-mata demi menegakkan dan menyelamatkan pemilu sesuai koridor hukum yang berlaku. Di antaranya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang pemilu legislatif.
Khususnya pasal 249 ayat 1 dan 2 yang menyebut, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri menerima laporan pelanggaran Pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Selain itu juga disebutkan, laporan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat satu, dapat disampaikan oleh Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, pemantau pemilu atau peserta Pemilu.
"Jadi adalah kewajiban kami dan kawan-kawan sebagai WNI yang menjunjung tinggi supremasi hukum di Republik Indonesia, dan kami KIPP Indonesia sebagai pemantau pemilu. Ini merupakan bagian dari partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pemilu yang demokratis, berkualitas, jujur dan adil, damai serta anti korupsi," katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... ICW Diintimidasi saat Pantau Politik Uang
Redaktur : Tim Redaksi