Kisah dari 3 Penyintas COVID-19, Terpapar Karena Lalai, Keringat Bercucuran

Sabtu, 19 Desember 2020 – 20:58 WIB
Ilustrasi. Foto: Ricardo

jpnn.com, PADANG - Dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas (Unand) Padang drg. Harfindo Nismal, Sp. BM sempat berpikir bahwa terinfeksi virus corona adalah akhir hidupnya.

Dia dirawat selama tiga pekan di Rumah Sakit Umum Pusat M Djamil Padang akibat positif COVID-19.

BACA JUGA: Satgas Covid-19 Minta Penyelenggara Kerumunan Disanksi Tegas

Sebelum menjalani perawatan inap, Harfindo merasakan gejala demam yang dia kira hanya demam biasa.

Setelah lima hari demam, di hari keenam ia mulai kehilangan penciuman dan berpikir bahwa demam yang dialaminya sama dengan gejala COVID-19, sehingga langsung ke Rumah Sakit Unand untuk tes usap.

BACA JUGA: Satgas Covid-19 Minta Masyarakat Disiplin Protokol Kesehatan untuk Tekan Kasus Aktif

"Setelah swab, saya pun skrining dan cek lab darah. Kemudian malamnya dilarikan ke ICU RSUP M Djamil," katanya dalam Webinar Series #8 Semen Padang dengan tema Dekatkan Diri dengan Tuhan dan Dukungan Orang Terdekat Percepat Kesembuhan Survivor COVID-19.

Selama tiga minggu di RSUP Dr M Djamil, ia dirawat dua minggu di ICU dan satu minggu di HCU.

BACA JUGA: Satgas: Perisai 3M Akan Diperkuat Vaksin Covid-19

Ia masuk pasien COVID-19 kategori gagal napas akut yang mempunyai riwayat penyakit diabetes, hipertensi dan juga riwayat serangan jantung.

Pada pekan pertama dirawat ia mengalami penurunan kesadaran hingga berhalusinasi.

"Riwayat dengan komorbid membuat saya jadi pasien COVID-19 kasus berat. Dua minggu dirawat, saya sering muntah. Makan sulit. Saya down, karena istri dan anak-anak juga positif. Namun saya bersyukur, karena mereka ringan dan tanpa gejala. Mereka menjalani isolasi di rumah," ujarnya.

Selama dirawat di RSUP Dr M Djamil, Staf Rumah Sakit Unand itu juga menuturkan sempat berpikir buruk.

"Mungkin ini akhir hidup saya, karena saya tahu betul bahwa pasien kasus berat banyak tidak tertolong. Hanya 30 persen yang selamat. Jadi, saya pasrah, saya berzikir, istigfar, minta ampun dan berserah diri kepada Allah," ujarnya.

Di samping istigfar dan minta ampun, Harfindo juga menuturkan dukungan keluarga juga menjadi obat untuk sembuh dari COVID-19.

"Saya tiga minggu dirawat. Di minggu ketiga, saya ditemani istri dan berikan saya semangat. Saya menjadi kuat, saya merasakan peran keluarga sangat membantu dalam kesembuhan saya," ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan Guru Besar Fakultas Ekonomi Unand Prof Werry Darta Taifur.

Kendati sejak wabah COVID-19 melanda Indonesia ia selalu waspada dan telah menyesuaikan kebiasaan hidup baru, seperti memakai masker dalam kehidupan sehari-hari, namun yang namanya manusia, tentu tidak luput dari kelalaian.

"Saya terpapar, karena lalai," katanya.

Werry menduga ia terpapar COVID-19 saat tidak pakai masker ke masjid. Saat itu, pergi salat ke masjid.

Setiba di masjid rupanya banyak jemaah, karena kebetulan ketika itu ada penyelenggaraan salat jenazah. Ia pun salat di masjid tersebut.

"Jemaah salatnya rapat. Karena ini di masjid, saya berdoa agar tidak terpapar. Rupanya, besoknya badan saya panas, kerongkongan perih, batuk, keringat dan tidak bisa tidur. Kemudian saya berkesimpulan kalau saya itu terserang COVID. Kemudian, hari itu juga, saya pergi ke Semen Padang Hospital," tuturnya.

Di Semen Padang Hospital Werry minta untuk swab, sehingga akhirnya pergi ke Rumah Sakit Unand untuk tes swab.

Setelah swab, besoknya keluar hasilnya. Hasil swab, disampaikan langsung oleh Kepala Laboratorium Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Rumah sakit Unand dr Andani Eka Putra.

"Pak Andani menyampaikan hasil swab saya positif dan Pak Andani juga mengatakan kalau saya terpapar sejak dua atau tiga hari sebelumnya. Jadi kalau saya cocokkan, kemungkinan saya terpapar COVID-19 itu saat salat di masjid dan tidak pakai masker, ditambah lagi ketika itu banyak jemaah," kata dia.

Setelah diketahui positif COVID-19, Werry langsung dirawat di Semen Padang Hospital selama dua minggu.

Hari pertama hingga hari ketiga dirawat, merupakan hari yang paling berat bagi dirinya, karena keringat terus bercucuran dan badan makin panas, makan tidak begitu bernafsu, tidur susah, dan sering berhalusinasi dengan kondisi dipasang infus.

Kendati begitu, ia terus berjuang untuk sembuh dari COVID-19 dengan berserah diri dan memperbanyak zikir.

"Tujuan saya dirawat hanya untuk sembuh. Jadi saya berzikir dan berserah diri kepada Allah. Berserah diri itu adalah bagian yang penting bagi saya selama menjalani perawatan. Jadi saya terus berzikir. Pagi, sore dan malam saya berzikir. Sekarang saya terbiasa berzikir," ujarnya.

Di hari keempat, ketika infus yang terpasang di tangannya sudah dilepas, ia pun pergi jalan-jalan ke lantai 4 dan di sana ketemu banyak orang sesama pasien COVID-19. Dan tentunya, pertemuan dengan banyak pasien tersebut membuat semangatnya bangkit untuk sembuh dari COVID.

Selain berzikir dan berserah diri, yang terpenting selama dirawat adalah berinteraksi dengan banyak orang. Jadi, kesempatan keluar dari ruang perawatan dimanfaatkan untuk berinteraksi dengan banyak orang.

"Karena dengan berinteraksi itu, pikiran saya menjadi tenang. Jadi, ada dua yang harus disehatkan selama positif COVID-19, yaitu fisik dan pikiran," katanya.

Terkait dengan pengalaman sebagai pasien COVID-19 yang dialaminya, Werry berpesan tetap waspada, jangan lalai dan patuhi protokol kesehatan.

"Belajarlah dari pengalaman yang saya alami ini. Wabah COVID-19 belum berakhir. Pesan saya ini untuk kita semua, dan sampaikan juga ke masyarakat," ujarnya.

Sedangkan Fadhlan Maulana yang merupakan karyawan PT Semen Padang pertama yang dinyatakan positif COVID-19 juga menceritakan pengalamannya berjuang melawan COVID-19.

Pada 28 Maret 2020, badannya merasa panas dan ia pun beranggap bahwa panas badannya itu hanya karena demam biasa, sehingga dirinya meminum obat penurun panas.

"Malam hari, badan saya panas dan saya minum obat. setelah minum obat, paginya panas badan saya turun. Kemudian malamnya lagi, badan kembali panas dan saya pun juga kembali minum obat. Begitu sampai hari ketiga yang saya rasakan. Namun pada hari keempat, saya batuk berdahak, muntah dan suhu tubuh saya naik menjadi 37,8 celcius. Kondisi ini berlanjut pada hari kelima," katanya.

Pada hari kelima karena tidak ada perubahan ia pun pergi ke klinik dan setelah itu dirujuk ke dokter spesialis paru.

Kemudian dokter spesialis paru tersebut melakukan CT scan dan hasilnya ada bercak putih di bagian paru-paru. lalu, dokter spesialis paru memberikannya obat dan juga menyarankan untuk swab ke Dinas Kesehatan.

Fadhlan kemudian mendatangi Dinas Kesehatan. Namun karena saat itu swab masih terbatas, ia pun terpaksa harus menunggu jadwal swab.

"Hari keenam, saya merasa sudah sehat dan tidak batuk lagi namun karena pihak SDM minta surat sakit, saya pun kembali ke dokter spesialis paru untuk minta surat sakit dan saya juga sampaikan kalau saya belum diswab," ujarnya.

"Baru 24 April saya di-swab, dan 28 April keluar hasilnya saya positif. Begitu dinyatakan positif kaget dan berpikir, kalau saya sudah satu bulan ini positif, alhamdulillah tetangga memberikan dukungan kepada saya dan keluarga. Saya menjalani perawatan di Semen Padang Hospital," kata dia.

Sebagai orang pertama terpapar COVID-19 di lingkungan PT Semen Padang, Fadlan juga menuturkan ia sempat terpukul, apalagi ketika itu di awal-awal pandemi, pandangan masyarakat terhadap penderita COVID-19 memberikan stigma negatif.

Dia berpesan kepada masyarakat meski ada yang tanpa gejala, virus COVID-19 itu yang jelas ada.

"Namun jangan stres menghadapinya. Kalau terlalu takut, tentu tidak baik untuk kesehatan tubuh. Jadi, mari disiplin dan patuhi protokol kesehatan," kata Fadhlan. (antara/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler