Kisah dari Jembatan 'Keramat' Kene yang Menelan Dua Korban Jiwa (2-habis)

Senin, 17 April 2017 – 11:05 WIB
Jembatan. ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

jpnn.com - PERISTIWA ambruknya jembatan tua di Desa Maubesi, Kecamatan Insana Tengah Kamis (30/3) lalu meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan sahabat kedua korban. Di sisi lain, ada 11 rekan kedua korban berhasil menyelamatkan diri karena lompat dari jembatan itu pada kesempatan pertama. Terlambat sedikit saja, mereka juga terancam terbawa banjir.

YOHANES SIKI, Kefamenanu

BACA JUGA: Kisah dari Jembatan Keramat Kene yang Menelan Dua Korban Jiwa (1)

SEBENARNYA bukan hanya kedua korban, Mindrawati Kefi, 16, siswa kelas II SMK Pertambangan Tuamau dan Fernando Funan, 14, siswa kelas I SMPK St. Yosep Maubesi yang menjadi korban. Belasan anak yang saat itu asyik menonton banjir dari atas jembatan juga sebenarnya menjadi korban ambruknya jembatan tersebut. Namun, mereka masih beruntung karena tidak sampai terperosok ke sungai.

Saat jembatan hendak ambruk diawali bunyi longsoran batu yang jatuh ke sungai. Bunyian batu sebanyak tiga kali dan ada yang berteriak histeris. Kesempatan itulah yang dimanfaatkan untuk menghindar dari atas jembatan. Bahkan ada anak yang sempat meloncat ke pinggir jembatan dan berhasil selamat.

BACA JUGA: Proyek Tukadaya Molor, Jalur Darurat Makin Rusak

Faldianus Oeleu mengaku setelah hujan reda, dia bersama rekan seasrama putra SMPK St. Yoseph baru bangun dari istirahat siang. Saat itu korban Fernando yang mengajak mereka untuk pergi menonton banjir. Sialnya saat tiba dan sedang asyik menonton dari atas jembatan, spontan saja ada bunyi longsoran batu yang perlahan jatuh. Sehingga bersama rekan lainnya secepatnya berusaha menghindar. Tak lama berselang jembatan sudah ambruk ke sungai.

Saat berada di ujung jembatan, Faldi mengaku dirinya hanya menatap Fernando berada di tengah jembatan hanya pasrah memegang terali jembatan. Mereka hanya bisa menatap Fernando sahabatnya jatuh tersungkur kemudian ditendes longsoran penahan jembatan. Saat jatuh Fernando pun menghilang karena terseret banjir deras.

BACA JUGA: Politikus PKS Punya Permintaan Serius untuk Pemerintah

"Saat jatuh bagian depan yang daluan, tembok roboh dan tendes dia sehingga kami tidak lihat lagi. Banjir saat itu tinggi sekali tidak seperti biasanya," kisahnya.

Faldi bersama rekan lainnnya merasa kehilangan sahabat dekatnya itu pergi dan tidak kembali lagi. Apalagi sebelum peristiwa naas itu, korban Fernando sempat merapikan pakaiannya dan sempat guyon bahwa dirinya akan pergi jauh. Rupanya itu sebagai tanda perpisahan yang sempat ditinggalkan korban untuk sahabatnya di asrama dan sekolah.

Hal serupa dialami korban Mindrawati Kefi. Awalnya mengajak sang bungsu Ronald Kefi, 8, bersama Sulvensius Subay sepupunya yang tinggal serumah untuk pergi menonton banjir. Saat itu Yuliana Nule, ibunda korban sedang sibuk di dapur sehingga tidak tahu. Sementara Alfonsius Kefi, ayah korban sedang mencari nafkah di kota.

Menurut Sulvensius, saat tiba Ronald berdiri jauh dari jembatan sementara korban Mindra nonton banjir dari atas jembatan. Bahkan sempat berjalan melintas hingga ujung jembatan.

"Saat melintas pulang dan baru tiba di bagian tengah jembatan jembatan langsung rubuh," jelas Sulvensius seperti dilansir Timor Express (Jawa Pos Group).

Menurut Sulvensius, sebelum jembatan ambruk, sempat terdengar bunyian batu yang roboh sehingga dirinya yang saat itu berada di atas jembatan berusaha meloncat ke pinggir jembatan. Sulvensius mengaku sempat meneriaki Mindra sepupunya untuk cepat menyeberang. Namun, sekejap saja jembatan jatuh ke sungai dan hanya bisa melihat korban jatuh dan ikut terseret banjir.

"Saya liat jembatan goyang keras bersamaan ada batu roboh sehingga saya berteriak korban yang berdiri di tengah jembatan. Saat baru mau langkah jembatan sudah roboh. Saya lihat Mindra jatuh belakang dan langsung terseret banjir," kisahnya.

Menurut Sulfensius korban tidak bisa berusaha berjalan cepat untuk keluar dari jembatan karena kondisi jalan jembatan sempit. Saat jembatan rubuh Mindra hanya pasrah jatuh ke sungai dan terseret banjir.

Sulvensius berusaha berlari mengikuti korban namun luapan banjir terlalu deras sehingga tidak bisa masuk ke sungai untuk menolong korban. Dirinya khawatir terseret banjir pula. Dia pulang ke rumah dan menginformasikan kepada keluarga dan tetangga untuk menyusuri sungai mencari jasad Mindra.

Tiga jam kemudian setelah dilakukan pencarian, jasad Mindra ditemukan tersangkut di akar pohon tepatnya di sungai Obe, Desa Fafinesu A, Kecamatan Insana Fafinesu. Jasad korban akhirnya diangkut dan disemayamkan di rumah duka di kampung Buit Buit Desa Maubesi.

Sementara korban Fernando setelah dilakukan pencarian akhirnya ditemukan keesokan harinya Jumat (31/3) sekira pukul 08.00 wita setelah Tim SAR dari Polsek Insana dan BPBD TTU bersama keluarga korban melakukan pencarian menyusuri sungai dari tempat kejadian jembatan ambruk.

Korban ditemukan tersangkut di batang kayu di sungai Kisan di Desa Sekon. Korban akhirnya digotong pulang untuk disemayamkan di rumah duka di kampung Pedalaman Desa Lanaus Kecamatan Insana Tengah.(*/ito)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Achmad Amins Jadi Nama Jembatan Mahkota II?


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler