Kisah Heroik Veteran Perang tentang Bela Negara

Kamis, 14 April 2016 – 10:20 WIB
Dahlan Konop (92), salah seorang veteran perang. FOTO: Malut Post/JPNN.com

jpnn.com - Dahlan Konop (92), salah seorang veteran perang yang turut berjuang mengusir penjajah di Tanah Air. Saat ditemui Malut Post (Grup JPNN), Dahlan Konop berkisah tentang perjuangannya mengusir penjajah.

Ia spontan menyebut nama dua mantan Presiden Republik Indonesia, Soekarno dan Soeharto. Ketika menyebut dua nama itu, air matanya ikut menetes.

BACA JUGA: Penerbitan Paspor Buruh Migran Indonesia Minim

“Saya ingat Pak Karno dan Pak Harto kalau cerita soal bela negara,” tutur Dahlan Kono, Sabtu (9/4) saat ditemui di kediamannya, Desa Wewemo Kecamatan Morotai Timur, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara.

Soekarno merupakan alasan bapak tiga anak itu mengangkat senjata melawan tentara Belanda. Saat itu, tahun 1961, Soekarno memberi perintah agar seluruh pemuda angkat senjata untuk pembebasan Irian Barat.

BACA JUGA: Kenapa jadi Begini Nasibku, Sayang

Di Morotai, 65 pria direkrut dari Desa Buho-Buho, Gosoma Maluku, Mira, Sangowo dan Sabatai. Dahlan satu dari 65 orang tersebut. Mereka kemudian dilatih berperang di Desa Wawama, Morotai Selatan.

Saat ini, di situs tempat latihan perang itu telah didirikan Tugu dan Museum Trikora. Latihan terus dilakukan sembari menunggu datangnya kapal perang dari Maluku yang akan membawa mereka ke Irian Barat.

BACA JUGA: Kisah Sedih Siswi SMA tentang Pengojek Itu

Enam bulan berlatih, kapal perang yang ditunggu pun tiba. Sayang, kapal tersebut tiba dalam kondisi sarat muatan. Tak ada lagi pasukan tambahan yang bisa diangkut. Dahlan dan sejawatnya pun batal berangkat. Mereka tetap disiagakan di Morotai.

Latihan perang yang dijalani selama berbulan-bulan tak sia-sia. Saat penyerangan Irian Barat di tahun 1962, pasukan pribumi di Morotai turut menggempur tiga markas Belanda di Desa Daeo, Gotalamo Tua dan Kota Daruba.

Meski peralatan perang yang digunakan alakadarnya, semangat mereka tak gentar. Serangan ini membuat pasukan Belanda langsung angkat kaki dari Morotai.

”Saat itu kami perang hanya menggunakan pedang dan bambu runcing. Namun di bawah pimpinan Soekarno dan Soeharto, negara ini mendapat restu dari yang Maha Kuasa. Itulah kenapa saya harus ingat mereka berdua. Jiwa besar mereka membawa negara ini keluar dari jajahan Belanda,” tuturnya.

Usai bertaruh nyawa demi negara, Dahlan merantau ke Papua. Kurang lebih 20 tahun ia mengembara di tanah asing.

Sekembalinya ke kampung halamannya di Desa Gosoma Maluku, ia tetap dikenal sebagai prajurit perang. Tapi label prajurit hanya ia sandang sebagai kebanggan pribadi. Tak ada imbalan apapun untuk gelar itu. Tak juga dari pemerintah setempat.

Setelah itu, Dahlan tetap hidup dalam kemiskinan. Bersama istrinya, ia kini menetap di Desa Wewemo. Di sebuah gubuk anyaman bambu berukuran 10x4 meter yang nyaris roboh. Hingga usia kian tergilas zaman, ia tak jua sanggup membangun sebuah tempat tinggal yang layak. Menyekolahkan anak-anaknya ke bangku pendidikan tinggi pun ia tak mampu.

Dahlan tak menyesali apa yang telah ia lakukan terhadap negara. Juga tak berharap imbalan apa-apa. Menggantungkan diri pada orang lain adalah hal yang amat ia hindari. Prinsip hidup prajurit itu masih tetap dipegangnya hingga kini.

“Saya tidak minta apa-apa. Hanya ingin ingatkan, merebut kembali tanah negara ini amat susah. Taruhannya nyawa. Jadi tanah yang sudah kita rebut, jangan dijual kepada orang yang telah menjajah negeri ini,” tegasnya.

Kakek tiga cucu ini mengaku kesal dengan kondisi saat ini. Menurutnya, Soekarno dan Soeharto merebut tanah air tujuannya untuk memberikan tempat penghidupan bagi rakyat. Namun pemerintah saat ini justru menggadaikan tanah rakyat kepada orang asing.

“Saya yakin Pak Karno dan Pak Harto serta pahlawan negara ini arwahnya tidak tenang melihat kondisi rakyatnya yang ditindas negara sendiri,” ucapnya.

Sebagai pejuang, Dahlan prihatin benar pihak asing akan kembali terang-terangan menggerogoti negara ini. Tanahnya yang tak seberapa luasnya itu pun pernah ditawar seorang investor. Hendak dijadikan lokasi wisata.

“Tapi prinsip saya, tanah ini kita rebut dengan taruhan nyawa. Jadi sampai mati pun tidak akan saya jual,” tandasnya.(JPG/malut post/fri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lempari Warga dengan Batu, Tusuk Mata Sendiri Pakai Paku


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler