jpnn.com - Masih banyak honorer K2 (kategori dua) usia maksimal usia 35 tahun yang belum bisa mendaftar CPNS 2018. Penyebabnya antara lain karena ditolak SSCN (Sistem Seleksi CPNS Nasional).
Mesya Mohamad, Jakarta
BACA JUGA: Selesaikan Honorer K2 dengan Pendekatan Kesejahteraan
HATI Denny Agung Setiawan gundah gulana. Guru honorer K2 di SD Negeri 2 Wangon, Kabupaten Banjarnegara ini bimbang saat pemerintah memberikan kesempatan kepada 13.347 honorer K2 usia di bawah 35 tahun ikut tes CPNS 2018.
Satu sisi, dia ingin mencoba karena usianya masih 33 tahun. Sisi lain, Denny sungkan dengan sesama pentolan honorer K2 yang usianya rerata di atas 35 tahun, yang tidak bisa ikut tes CPNS.
BACA JUGA: Pendaftaran CPNS 2018 Diperpanjang Lagi gak ya?
Beruntung Denny didukung Ketum Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih dan rekan seperjuangannya. Mereka mendorong Denny untuk ikut tes CPNS.
Harapan Denny pun membuncah. Dia ingin lulus tes CPNS sekaligus membuktikan honorer K2 bisa dan punya kompetensi. Berbeda dengan teman-temannya, Denny dengan mulus mengakses portal SSCN.
BACA JUGA: 5 Instansi Sepi Peminat Pendaftar CPNS 2018
"Alhamdulillah saya lancar-lancar saja daftarnya karena sesuai syarat PemenPAN-RB 36 dan 37 Tahun 2018. Juga surat edaran kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang menyatakan ijazah S1 maksimal 2012," kata Denny kepada JPNN, Jumat (12/10).
Di Kabupaten Banjarnegara, dari 102 guru honorer usia di bawah 35 tahun, yang sudah bisa cetak kartu ujian 76 orang. Selebihnya masih terkendala persyaratan dari BKN dan PermenPAN-RB.
Denny yang saat ini menjadi wali kelas merangkap guru olahraga dan administasi punya harapan besar menjadi guru PNS. Profesi yang di matanya sangat terhormat.
Lulus SMA, Denny muda langsung melamar jadi guru honorer tahun 2003. Saat itu SD Negeri 2 Wangon butuh guru olahraga. Denny yang fisiknya oke pun terpilih.
Pria kelahiran Banjarnegara, 18 Desember 1985 ini ingat saat itu dia menerima uang honor Rp 50 ribu per bulan. Uang itu dinilai cukup banyak bagi seorang Denny muda.
Walaupun hanya diupah Rp 50 ribu, Denny sangat bersemangat. Padahal setiap hari dia harus mengajar. Hatinya tambah senang saat kepala sekolah menaikkan gajinya Rp 75 ribu.
Denny baru bisa merasakan gaji Rp 150 ribu per bulan pada 2007. Kemudian di 2008 menjadi guru walikelas. Pekerjaan yang harusnya dipegang guru PNS.
Hidup dengan upah sangat minim tidak membuat Denny patah semangat. Saat UU Guru dan Dosen ditetapkan pada 2005, yang salah satu pasalnya mewajibkan guru harus berijazah S1, Denny pun langsung tancap gas. Dia melanjutkan pendidikannya meraih gelar S1.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan kuliah, ayah dua anak ini pun menjadi salesman toko. Berbagai kebutuhan dia layani. Selama 13 tahun menjadi salesman, Denny tetap enjoy. Anak didik maupun orang tua murid tidak ada yang tahu dia nyambi jadi salesman.
"Kebetulan tempat saya antar barang di gunung-gunung jadi enggak pernah ketemu siswa. Mereka tahunya ya saya guru PNS," ujarnya sambil tertawa dipaksakan.
Kalaupun suatu saat bertemu siswa dan wali murid, Denny yang juga Sekjen FHK2I ini mengaku tidak malu. Dia malah ingin siswanya belajar dari pengalaman hidupnya. Bahwa untuk mengejar suatu mimpi harus dibarengi doa dan ikhtiar.
Seleksi CPNS 2018 menjadi pengalaman yang kedua bagi Denny. Tahun 2013 dia pernah ikut tapi gagal.
BACA JUGA: Imbauan Penting Ketum PB PGRI untuk Honorer K2, Simak!
Berkaca dari situ dia ingin tahun ini status PNS bisa diraihnya. Dia mau anak dan istrinya bangga. Dia juga ingin membantu perjuangan rekan-rekannya di FHK2I.
"Kalau saya lulus, perjuangan tetap saya lakukan. Entah itu dalam bentuk tenaga, pikiran, dana, dan lainnya. Saya juga tidak akan pernah berhenti berjuang agar revisi UU Aparatur Sipil Negara (ASN) segera disahkan," tandasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sarjana Olahraga Minta Revisi Kualifikasi Lowongan CPNS
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad