Kisah Mantan Guru Berpuasa di Balik Jeruji Besi (2/Habis)

Sabtu, 25 Juni 2016 – 02:00 WIB
ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

jpnn.com - Di lapas segala jenis Ilmu ada. Dari ilmu hitam sampai ilmu putih. Dari ilmu maling sampai ilmu tuan guru.

Tinggal, para penghuninya mau mempelajari yang mana. Sebagai bekal di dunia sampai akhirnya menghadap Ilahi Robbi!

BACA JUGA: Memaknai Kitab Kuning ke Dalam Bahasa Jawa dengan Laptop Pinjaman

LALU MOHAMMAD ZAENUDIN, Mataram

STIGMA lapas sebagai tempat menumpuknya penjahat, ditepis Sahwan. Satu tahun berada di sana, sembari menunggu kepastian hukum kasasinya di Mahkamah Agung, cukup waktu membuat dirinya didaulat jadi salah satu ‘dedengkot’ lapas.

BACA JUGA: Kisah Mantan Guru Berpuasa di Balik Jeruji Besi (1)

Ilmu agama Sahwan memang lumayan. Berkat itu, Ia terpilih menjadi salah satu yang dituakan dan dihormati di sana.

Uniknya, ternyata kata Sahwan, ilmu agama orang-orang di dalam lapas sangat komplit. Dari kelas bawah sampai yang paham tentang tafsir agama. Semuanya berkumpul di sana.

BACA JUGA: Indonesia Berduka, Seniman Legendaris ini Wafat Pagi Tadi

“Ilmu-ilmu dalem dengan kualitas kepahaman seperti tuan guru, juga banyak di sini. Jadi isi lapas ini tidak hanya para penjahat kriminal. Bahkan tuan guru banyak. Hanya status mereka tahanan politik,” beber mantan guru ini.

Nasib saja yang barang kali apes. Belum berpihak pada mereka. Lantas mereka dijebloskan ke dalam penjara. Padahal, belum tentu mereka benar-benar salah.

“Tidak hanya itu, di sini ada juga orang yang tidak paham dasar agama sama sekali. Meski dulunya dia pejabat pemerintah,” sindirnya. Tanpa mau membeberkan siapa saja orang-orang itu.

Selama ini, ibadah mereka terlihat mantap. Juga terlihat sangat paham agama. Tahu-tahu, setelah berada di lapas, jangankan bacaan salat. Baca, Alquran saja, Iqro’ belum lulus.

“Berwudu saja belum bisa, ada. Padahal dia dulu mantan pejabat. Syukurnya mereka di sini, mau terang-terangan mengaku belum bisa belajar mengaji. Sehingga bisa belajar bersama,” ulasnya.

Di Lapas, tak hanya ilmu agama yang dibagi. Bahkan mereka kerap juga saling mengajari ilmu kesaktian. Ilmu leluhur. Dari jenis ilmu kebal, meloloskan diri, terbang dan berbagai ilmu lain. Semuanya  ada di sana.

Itu bisa dipelajari. Asal pandai merayu. Dan tentunya si pemilik ilmu mau berbaik hati, mengajari. Sayangnya, ilmu-ilmu itu konon tawah (tidak mujarab, Red) jika digunakan di balik jeruji. Jadi sulit dibuktikan.

“Mau cari apa di sini, lengkap. Dari ilmu maling sampai ilmu tuan guru ada semua, tinggal kita mau mempelajari atau tidak,” kata dia.

Di sisi lain, dengan pengalaman bertemu banyak orang-orang berilmu itu, Sahwan disatu sisi mengaku bersyukur. Ia bisa menimba banyak pengetahuan dari mereka. Kelak, ketika masa tahanan usai dan dirinya dinyatakan bebas, ia ingin sekali merubah paradigma orang tentang penjara.

“Lapas itu pusat Ilmu. Dan saya bersyukur pernah ada di sini,” kata dia mantap.

Di Lapas orang-orang banyak belajar dan merenung. Ibadah juga makin mantap dan khusuk. Tak ada majelis yang terlewat. Tak ada azan yang luput dari pendengaran.

Bahkan, beberapa menit jelang azan, umat Muslim di Lapas sudah berdesak-desakan mengambil air wudu. Dan ketika masuk syaf depan, penuh sesak.

“Sangat berbeda dengan di luar (penjara) kadang kita lebih disibukan masalah duniawi. Di sini, kita fokus, merenungi semua kesalahan dan bertaubat dengan sesungguh-sungguh,” akuinya.

Bahkan, saking pasrah pada kehendak sang pemilik hidup, Sahwan mengatakan siap dicabut nyawa kapanpun jika Allah menghendaki. Tidak seperti di luar sana yang lebih sering dihimpit rasa tidak siap dan kecintaan berlebihan pada kehidupan duniawi.

“Kalau sekarang ada Malaikat datang, lalu bilang mau cabut nyawa kami, maka kami akan bilang pada Malaikat itu, ‘ayo cepatlah (cabut nyawa), kami sudah rindu bertemu Allah’,” kata dia dengan yakin. Tanpa sedikit pun ragu.

Diakhir wawanncara, Sahwan menitip kata, “Saya tidak pernah korupsi, saya tidak dikenakan pasal yang tepat (untuk menjerat dan menghukum). Dan satu lagi, tidak ada kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan saya,” tandasnya.

Sementara itu, Kasi Binadik Lapas Mataram, Muhammad Saleh mengatakan, di Lapas memang para Narapidana diberi pendidikan khusus sesuai kompetensi mereka.

Tak hanya itu, mereka didorong menimba berbagi ilmu bermanfaat, sehingga ada peningkatan kualitas diri.

“Makanya kalau ada yang bertanya ke keluarga narapidana, kemana anggota keluarganya, saya ajarkan ke mereka ‘bilang saja pergi kuliah S2,’. Nyatanya, Pendidikan di sini, jauh lebih efektif membentuk dan meningkatkan kualitas diri penghuninya. Da saat mereka bebas banyak yang akhirnya sukses dan berhasil,”  kata Saleh.

Berbagai program binaan juga diajarkan di bulan Ramadan kali ini. Antara lain, pesantren kilat, ceramah rutin dan sejumlah kegiatan tarbiah. “Kalau menu, sama saja seperti biasa. Cuma ada tambahan takjil seperti kolak,” jawab dia.

Ia menambahkan antara pegawai, petugas dan warga binaan lapas sebenarnya sudah seperti saudara. Mereka dekat dan kerap berbagi. Bisa dengan hal-hal sederhana seperti keramahan hingga pelayanan dalam bentuk rutinitas membangunkan saat tiba waktu sahur.

“Kami semua saudara di sini. Dan kami ingin ketika mereka keluar nanti, bisa menjadi orang yang berguna dan bermanfaat bagi lingkungannya,” tandasnya.(JPG/r6/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BJ Habibie, Tanpa Ambisi yang Penting Cari Solusi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler