Selama menjalani persidangan kasus terorisme di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Abu Bakar Ba"asyir selalu "dikawal" ratusan muridnyaTak sedikit yang datang dari Solo hanya berbekal nekat.
====================
Hilmi Ridlwan, Jakarta
====================
PAGI itu (7/3) PN Jakarta Selatan di Jl Ampera Raya seperti dikepung polisi
BACA JUGA: Berjihad lewat Musik Underground, Ubah Salam Metal jadi Satu Jari Tauhid
Jumlah mereka sekitar 3.000 orangBACA JUGA: Kisah Yaimun, Mengabdi Jadi Kepala Desa di Kampung Idiot
Di beberapa sudut lokasi yang tak seberapa jauh dari PN, ada para sniper yang selalu siagaBACA JUGA: Menikmati Laut Mati, Wisata Kesehatan yang Jadi Magnet Jordania
Sidang dengan terdakwa pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, itu dilaksanakan setiap Senin dan KamisPada dua hari itulah polisi selalu sibuk melakukan pengamanan
Di luar sidang juga dipadati ratusan orang, kebanyakan pria, yang mengenakan pakaian muslim: berkopiah dan ada yang bersorbanMereka inilah para murid Ba"asyir yang selalu setia mengawal sang ustad menjalani persidanganJumlah mereka yang mencapai ratusan itu, membuat jalan di depan PN macet setiap kali sidang Ba"asyir digelar
Kepada Jawa Pos beberapa murid Ba"asyir itu menyatakan kekecewaannya terhadap polisiMenurut mereka, pengamanan yang dilakukan polisi terlalu berlebihan"Lihat itu, di atap-atap ada sniperSeakan-akan kami ini berbahaya," kata Muhammad Umar, murid Ba"asyir yang juga anggota Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), sambil mengarahkan telunjuk tangannya ke arah atap bangunan, tak jauh dari PN Jakarta Selatan"Hei, itu sniper turun saja," teriak Umar
Hari itu (7/3) agenda sidang yang digelar adalah jawaban jaksa atas pembelaan Ba""asyirSidang sempat panas setelah salah seorang anggota kuasa hukum Baasyir, Munarman, bersitegang dengan jaksa penuntutUmar mengatakan, demi memberikan dukungan kepada gurunya, hari itu (7/3) dia tiba di Jakarta sejak subuhPria 27 tahun itu datang dengan 50 orang temannya dari Solo
Dua jam sebelum sidang dimulai (pukul 10.00), Umar dan teman-temannya yang juga murid Ba"asyir sudah tiba di depan PN JakselSemula mereka berniat masuk ke ruang sidangTapi, upayanya gagal"Ada orang-orang misterius yang sudah duduk di kursi pengunjung," katanya
Selama persidangan, Umar selalu waspada dan memasang telinga tajam-tajamSetiap kali Ba"asyir atau pengacaranya menyebut polisi dan Densus 88 Antiteror musuh Allah, Umar dan puluhan rekannya membalas dengan pekikan Allahu akbarUmar menjelaskan, keputusannya dengan beberapa rekannya sesama anggota JAT datang ke Jakarta adalah bentuk dukungan"Dukungan dari seorang murid kepada guru atau ustadnya," paparnya
Dia sangat kecewa karena guru yang sudah mendidiknya ilmu agama itu didakwa sebagai otak dan penggerak pelatihan teroris.
Berangkat dari Solo ke ibu kota, Umar merogoh kocek sendiri"Kami menggunakan busKami mulai menabung sejak ustad kali pertama ditangkap," katanyaBa"asyir ditangkap di Banjar, Ciamis, Jawa Barat, 9 Agustus 2010
Untuk datang ke Jakarta, Umar mengatakan perlu sedikit perjuanganTerutama persoalan ongkos transportasiDia menjelaskan, meluncur dari Ngruki ke Jakarta menggunakan bus dan kereta api
Umar mengatakan, dirinya cukup beruntung karena tidak mengalami kesulitan soal kuanganBeberapa rekannya mengaku meniru gaya suporter Persebaya Surabaya ketika datang ke JakartaBondo nekat alias bonek"Motivasi utama, kami harus bisa datang dan memberikan semangat kepada ustad, guru kami," tandas Umar.
Dia memaparkan, beberapa rekannya ada yang berbekal pinjaman dari rekan lain untuk bisa meluncur di JakartaAtau, menumpang kenalan yang akan berangkat ke Jakarta"Ada yang ikut truk," katanya
Tiba di Jakarta, mereka tidak menginap atau beristirahat di hotelSebaliknya, mereka menumpang meluruskan kaki di rumah anggota JAT yang tidak jauh dari PN Jakarta SelatanMisalnya, di kawasan Blok M dan Mampang.
Kondisi keuangan yang pas-pasan tersebut dibenarkan oleh Direktur JAT Media Center Son HadiBahkan, untuk menambah pemasukan organisasi, para aktivis JAT hari itu (7/3) menjual fotokopi materi eksepsi Ba"asyirMateri setebal 120 halaman itu dijual Rp 20 ribu kepada wartawan lokal maupun wartawan asing yang meliput sidang
Sonhadi memimpin JAT Media Center yang tugasnya memantau setiap detik persidangan Ba"asyirSetiap kali persidangan, mereka membuka gerai JAT Media Center, persis di depan PN Jakarta Selatan"Kami mencatat secara detail lika-liku persidangan," katanyaHasilnya di antaranya diunggah ke situs www.ansharuttauhid.com
Sonhadi menjelaskan, selama menempuh pendidikan di JAT dia mendapatkan ilmu tentang berbagi bersama"Kami ibarat satu keluarga," katanya
Menurut Sonhadi, JAT tidak tepat jika disebut organisasi massa seperti Nahdlatul Ulama (NU) atau MuhammadiyahHadi lebih suka JAT disejajarkan dengan jamaah tabligh yang sering keliling masjidAtau jamaah-jamaah dakwah yang tersebar di kampung-kampung.
JAT didirikan Ba"asyir setelah menyatakan keluar dari Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada September 2008Setelah sang amir dipenjara, aktivitas JAT tidak langsung otomatis terhenti"Dakwah-dakwah berkala tetap adaPesantren juga masih jalan," tandas Hadi
Terkait dengan penjagaan polisi, Hadi mengatakan sudah terlalu kelewatan"Kami punya tim yang mengawasi orang-orang misteriusBahkan ada yang berjilbab, itu sudah kami rekam video," katanya
Bagaimana bisa tahu? "Kami terlatih membedakanGerak-geriknya kan kelihatanKalau tidak biasa pakai kerudung pasti kikuk," katanya
Dia menjamin, anggota JAT yang setiap persidangan memadati halaman PN Jakarta Selatan tidak akan berbuat anarkisApalagi, sampai melawan polisi yang dilengkapi persenjataan lengkap"Lalu mengapa harus ada sniper?" katanya
Di antara anggota JAT yang datang ke persidangan tak sedikit yang membawa istri dan anak-anaknyaKarena itu, untuk berbuat kekerasan harus berpikir seribu kaliPasalnya, hal itu bisa berbalik membahayakan anggota keluarga mereka"Kami juga punya tim khusus untuk antisipasi provokasi," katanya.(c2/kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Suka Kunjungi Negara yang Dimusuhi Amerika dan Eropa
Redaktur : Tim Redaksi