Kisah Pak Guru di Daerah Pedalaman, Baju Berlumpur Hal Biasa

Minggu, 01 April 2018 – 00:05 WIB
Pak Guru Muhammad Yusuf enjoy menembus banjir yang biasa terjadi di lokasi sekolahnya di Desa Jingah Bujur Kecamatan Haur Gading, Hulu Sungai Utara. Foto: MUHAMMAD AKBAR/RADAR BANJARMASIN/JPNN.com

jpnn.com - Diperlukan mental yang kuat untuk menjadi seorang tenaga pengajar alias guru di daerah pedalaman. Akses ke sekolah yang sulit membuat banyak guru menyerah.
---
Pagi-pagi, Muhammad Yusuf sudah bersiap. Guru di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 5 Hulu Sungai Utara (HSU), Kalsel, ini mulai turun dari rumahnya menuju ke sekolah tempatnya mengabdi, di Desa Jingah Bujur Kecamatan Haur Gading.

Yusuf mengajar bidang studi Teknologi Informatika (TIK). Dia memiliki keinginan untuk membuat anak-anak di desa melek teknologi dan informasi.

BACA JUGA: Rekrutmen CPNS 2018 Banyak Lowongan Guru

Untuk meraih asa itu, dia harus menaklukan medan berat untuk bisa sampai ke sekolahnya. "Sudah biasa ini, Mas. Sarapan debu kala kemarau, baju kotor kena lumpur di kala hujan," ucapnya tertawa. Kalau cuma terciprat air rawa ketika harus menerjang banjir menuju sekolah, itu sudah biasa.

Meski demikian, Yusuf enjoy saja. Dia bahkan kerap mengunggah keceriannya menuju sekolah dan ramai - ramai berswafoto dengan siswa dan guru lainnya ke medsos.

BACA JUGA: Mendikbud: Era Digital, Guru jadi Penjaga Gawang

Bapak dari orang dua putra ini mengaku bahwa seorang pengabdi tentu mempunyai jiwa untuk melayani. Guru berprestasi yang kerap menyabet sejumlah penghargaan baik lokal dan provinsi ini merasa memiliki kewajiban untuk memberikan pengajaran agar siswa-siswi yang berada di pelosok juga mampu bersaing dengan siswa-siswi yang ada di kota.

Pria penggiat media sosial ini, sebelum bertugas di MAN 5 Amuntai merupakan Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Hidayah Kota Raja Kecamatan Amuntai Tengah pada tahun 2005 sampai 2007.

BACA JUGA: Toleransi di Australia, Biarawati tak Tanya soal Keyakinan

"Saya selalu melihat bahwa seni dalam mengajar tentu punya tantangan. Baik di kota maupun di pedesaan terlebih di lokasi pelosok yang minim akses," ungkap pengelola website Man 5 Amuntai ini.

Awalnya, dia harus beradaptasi dengan lokasi yang begitu jauh serta suasana yang berbeda. Dia sedikit bosan, tetapi kala melihat anak didik bersemangat belajar, dia kembali mendapatkan spirit.

"Manusiawi pertama tentu adaptasi. Namun setelah menjalani kurang lebih 11 tahun malah sudah menjadi bagian tak terpisahkan dengan sekolah tersebut," ujarnya, sembari mengatakan banjir Sungai Nagara dan Tabalong sudah biasa dihadapi.

Dalam mengajar, pria yang dikenal cukup kocak ini tak jarang meminjamkan laptop, handycam pribadinya kepada siswa. Dia melatih mereka juga demi praktik sebagai kameramen peliputan, presenter.

Bahkan tak jarang juga duit pribadinya digunakan untuk membantu siswa saat praktik meliput. Inisiatifnya itu dibaca dan beredar di media sosial, dam membuat Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel saat itu mengganjar bantuan komputer bagi sekolah, hingga semakin memotivasi siswa.

"Niat awalnya aktif bermedsos membagikan kabar kegiatan sekolah, tidak lain untuk memberikan info dan mengobati rasa rindu alumnus terhadap sekolahnya. Respons cukup bagus sampai saat ini," sampainya.

Ada saran bagi sesama pengajar di tempat terpencil? "Guru itu, sesulit apapun jalan dan medan harus dilalui menuju anak didik. Cuma satu niat mengabdi. Kalau ada nikmatinya anggap saja bonus. Itu lebih baik," katanya. (mar/ay/ran)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Guru Punya Peran Mencegah Penyebaran Hoaks


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler