Kisah Pak Guru di Tegal, Tiap Hari Seberangi 2 Sungai Besar

Selasa, 28 November 2017 – 00:05 WIB
Sejumlah guru dan siswa SD Wotgalih 3, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Tegal menyeberangi sungai untuk menuju ke sekolahnya, Jumat (24/11). Foto: YERRY NOVEL/RADAR SLAWI

jpnn.com - Sejumlah guru di SD Wotgalih 3, Dukuh Karangsari, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Tegal, Jateng, harus menyeberangi sungai untuk sampai ke sekolahnya.

YERRY NOVEL - Tegal

BACA JUGA: Dawid Martin Sang Pegiat Gamelan dan Karawitan di Polandia

MAKMURI harus melewati jalan berlumpur, menyeberangi dua sungai besar, juga menerabas hutan.

Yah, salah satu guru di SD yang diberi tugas tambahan menjadi kepala sekolah itu harus menempuh jarak sekitar 45 kilometer dari rumahnya di Desa Penusupan, Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal.

BACA JUGA: Andhien Asyifa, Guru Honorer Nyambi jadi Penyiar Radio

Kendati dari rumah menggunakan sepeda motor, tapi Makmuri tak bisa langsung sampai ke sekolah. Sebab, kondisi jalan terputus oleh aliran sungai besar.

Alhasil, motor kesayangannya itu terpaksa ditinggal di tepi sungai. Perjalanan ke sekolah pun dilanjutkan dengan berjalan kaki menyebrangi Sungai Rambut.

BACA JUGA: Lokalisasi Gang Sempit Ditutup, Muncikari Bingung Cari Kerja

Sepatunya yang sudah disemir dari rumah terpaksa harus dilepas. Setelah menyeberangi sungai, dia berjalan melewati hutan sejauh sekitar 2 kilometer.

Tragis, di hutan itu pun, jalannya tidak sehalus di kota Slawi. Dimana jalan selebar sekitar 2 meter itu dipenuhi lumpur dan becek. Dia harus berhati-hati karena bisa terpeleset dan jatuh.

Lolos dari rintangan itu, Makmuri harus menyebrangi sungai lagi, yakni Sungai Lohgeni. Tak ada pilihan, pria berusia 52 tahun ini harus menyeberangi sungai yang arusnya sangat deras.

 

Makmuri mengisahkan, pengalaman selama bertugas di SD Wotgalih 3 sejak awal Januari 2017 lalu sangat memilukan. Terlebih saat arus sungai meluap.

Dia terpaksa harus menunggu beberapa jam hingga air itu surut. Namun, jika tidak surut, Makmuri pun terpaksa balik lagi ke rumah.

“Kalau saya terjang, membayakan bagi keselamatan saya. Terpaksa saya pulang lagi ke rumah. Dan untuk kegiatan belajar mengajar, saya serahkan kepada guru yang bermukim di Dukuh Karangsari. Kebetulan ada dua orang guru yang rumahnya di situ,” kata Makmuri, saat ditemui di Dukuh Karangsari, Desa Wotgalih, Jumat lalu (24/11).

Dia menuturkan, jumlah siswa di sekolah yang dipimpinnya itu hanya 34 anak. Mereka terbagi dari kelas 1 hingga kelas 6. Sedangkan jumlah gurunya 10 orang.

Dari jumlah tersebut, dua di antaranya merupakan warga Dukuh Karangsari. Sementara sisanya, dari luar pedukuhan tersebut. Mereka juga harus melewati jalan yang penuh risiko ini untuk menuju ke sekolah.

Setiap ke sekolah, motor selalu diparkir di tepi sungai yang jaraknya sekitar 4 kilometer dari sekolah.

“Kalau (motornya) hilang ya risiko. Mau bagaimana lagi. Ini tugas negara,” ucapnya.

Makmuri mengaku tidak punya pilihan untuk melewati jalan tersebut. Sebab, jalan itu merupakan akses satu-satunya untuk menuju sekolahnya. Walau penuh tantangan, tapi Makmuri tak pernah patah arang.

Dia sudah bertekad ingin mendidik anak-anak di Pedukuhan Karangsari yang jumlah penduduknya sekitar 150 kepala keluarga (KK).

“Setiap hari saya harus berpacu dengan waktu, karena saya takut terlambat. Biasanya, saya dari rumah berangkatnya jam 5 pagi. Perjalanannya sekitar 2 jam,” imbuhnya.

Harapan yang disampaikan Makmuri di hari guru yang jatuh pada 25 November lalu, tidak banyak. Dia hanya meminta agar pemerintah memperhatikan para guru dan sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil.

Salah satunya sekolah yang dipimpinnya itu. “Semoga pemerintah membangun jembatan dan memperbaiki infrastruktur jalan untuk menuju ke sekolah kami. Itu untuk menunjang pendidikan di Pedukuhan Karangsari,” tukasnya.

Terpisah, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Tegal Bambang Romdhon Irawan mengaku sudah acapkali mengusulkan anggaran untuk peningkatan jalan dan pembangunan jembatan di desa tersebut.

Hanya saja, Pemkab setempat belum merealisasikan usulnya. “Mungkin karena anggarannya terlalu besar, sehingga belum disetujui. Harapan saya, pemerintah pusat bisa membantunya,” kata Irawan yang merupakan warga Desa Jatinegara, Kecamatan Jatinegara ini. (*/fat)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Titiek Puspa Tetap Cantik di Usia 80 Tahun, Begini Tipsnya


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler