jpnn.com - PENGABDIAN Sudirman Mokodongan patut diacungi dua jempol. Sebagai guru ia tetap bertahan di sekolah yang sulit diakses, meski sudah diusulkan pindah ke sekolah di ibu kota.
Laporan: Fandri Mamonto
BACA JUGA: Hujan Kritik dan Banjir Kekesalan Warnai Rontoknya 26 Perkara Pilkada di MK
BERTAHUN-tahun Sudirman Mokodongan menjalani profesi sebagai guru di desa terpencil, Desa Kalingangaan, Kecamatan Kotamobagu Utara, Kotamobagu, Sulut.
Setiap hari, pria sederhana ini mengayunkan kaki dari rumahnya di Desa Bilalang menuju Desa Kalingangaan, pergi pulang. Jarak dua desa ini cukup jauh, sampai puluhan kilometer. Supaya tidak terlambat, Sudirman usai Subuh sudah bersiap-siap jalan kaki.
BACA JUGA: Honorer K2 Serukan Jihad, Pak Menteri...Sakitnya Tuh di Sini
“Sebenarnya ada alternatif lain dengan menyewa ojek kampung. Tapi, apa mau dikata, ongkos ojek amat mahal, sekali jalan Rp50.000,” ungkap Sudirman usai menerima MP Award 2015, di Swissbel Hotel Manado.
Pria paruh baya ini adalah satu-satunya guru di SD Kalingangaan. Ia guru merangkap kepala sekolah. Beberapa kali ia mengutarakan permintaan guru di SD Kolingangaan, tapi nihil. Sempat terbersit di hatinya untuk cari lokasi lain.
BACA JUGA: Tiga Kabupaten Menolak, di Sini Pemukiman Eks Gafatar Dijaga Warga
Tapi, nurani pria kulit sawo matang ini tak tega meninggalkan SD Kalingangaan. Toh sebelumnya Sudirman pernah mengajar di SDN di Bilalang. Namun niat itu surut, saat melihat semangat para siswa di desa terpencil itu.
“Semangat belajar mereka sangat tinggi. Meski tak punya seragam, sepatu bahkan tak beralas kaki, anak-anak itu semangat untuk belajar,” tutur pak guru yang rambutnya dipangkas pendek.
Suami Salia Umbola mengaku kondisi alam terkadang menghambat aktivitas. Tapi, keterpanggilan sebagai abdi Negara, Sudirman tak mau kalah dengan cuaca. Terkadang hujan datang ia harus menunggu sampai hujan reda.
Lantaran mobil sejenis Rambo tak akan mampu menembus medan menuju Kalingangaan.
Bagi Sudirman, uang bukanlah motivasnya bolak-balik ke desa itu. Dengan gaji hanya Rp3.625.000, sudah pasti tak mencukupi biaya hidup keluarganya. Untung saja, sang istri Salia Umbola (45) membantu suaminya mengajar di seni di Kolingangaan. Tanpa bayaran.
Cerita Sudirman begitu mengharukan. Ternyata masih ada sekolah yang tertinggal jauh di sebuah desa terpencil. Kondisi bangunan begitu memprihatinkan. Terbuat dari papan yang sudah mulai lapuk. Atapnya sudah mulai bocor.
Lantaran keterbatasan tenaga, Sudirman Mokodongan akhirnya hanya sanggup mengajar tiga pelajaran. Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan Agama. Itu pun hanya bisa sampai kelas 3. Kalau naik kelas 4, maka harus lanjut ke SD Tuduaog.
Sudirman tak berdaya melihat bangunan sekolah tiga kelas dari kayu yang dicat putih seperti gubuk. Tiap kelas hanya dipisahkan dengan sekat. Itu untuk memudahkan guru mengajar. Karena kebanyakan, ia mengajar di tiga kelas sekaligus.
Pak Sudirman terkenal sabar memberikan materi pelajaran. Ia meminta sebelum pukul 08.00 WITA, semua sudah ada di sekolah. Ketika jam sekolah usai, ia tak bisa cepat pulang, lantaran banyak yang meminta jam tambahan belajar.
SD tersebut dibangun pada tahun 2010 dengan swadaya warga setempat. Adapun bantuan PNPM, menyumbang hanya sebatas meja, kursi, dan lainnya. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Paksa Anak Putus Sekolah, Gabung Gafatar ke Kalimantan
Redaktur : Tim Redaksi