Kisah Pasutri Pemulung 20 Tahun Menabung, Akhirnya Berangkat Haji

Sabtu, 22 Agustus 2015 – 17:43 WIB
IMPIAN TERCAPAI: Miran, 60 dan Dasih, 55 pasutri yang sehari-hari menjadi pemulung, tahun ini berangkat menunaikan ibadah haji kemarin (21/8). - ANJAR DWI PRADIPTA - RADAR BOJONEGORO

jpnn.com - Perjuangan Pasutri Pemulung yang 20 Tahun Menabung, Akhirnya Berangkat HajiMimpi menunaikan ibadah haji Miran, 60, dan Dasih,55, pasangan suami istri yang sehari-hari memungut rongsokan akhirnya terkabul. Bulan depan keduanya terbang ke Tanah Suci. 

INDRA GUNAWAN, Sugio

BACA JUGA: Berkunjung ke Ladies Market di Hongkong, PKL pun Tertata, Beberapa Kali Diumpat

------------------------------------------------

CUKUP sulit menemukan rumah Miran dan Dasih di Desa Kedungsumber, Kecamatan Sugio. Dari pusat Kota Soto melintas Jalan Mastrip ke arah barat. Setelah tiba di Desa Jubel Kidul, Kecamatan Sugio, masih menempuh perjalanan sekitar lima kilometer (km) ke arah utara.

BACA JUGA: Di Balik Kisah Tragis Maysi Angelia Putri, Tewas di Tangan Ayahnya

Sore kemarin (21/8), rumah berdinding papan milik pasutri yang sehari-hari menjadi pemulung tersebut ramai didatangi tetangga. 

Rencananya, awal September mendatang keduanya akan berangkat menunaikan ibadah haji. Namun, sayangnya sore kemarin, saat wartawan koran ini berkunjung, Miran (suami Dasih) masih pergi berobat. 

BACA JUGA: Sekarang tidak Takut, Belanda Sudah tak Ada di Sini

Impian tersebut sudah lama dinantikan keduanya. Dua puluh tahun pasangan kakek-nenek ini mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Hingga lima tahun lalu mereka memantapkan untuk mendaftar ibadah haji. 

Sepeda tua dengan gerobak anyaman bambu yang tergeletak di depan rumah menjadi bukti perjuangan mereka. ’’Setiap hari mencari rongsokan membawa sepeda tua itu,’’ tutur Dasih kepada Jawa Pos Radar Lamongan. 

Berangkat pukul 07.00, keduanya menyusuri sejumlah desa di Lamongan untuk mencari rongsokan di rumah-rumah warga. Barang bekas tersebut tidak diminta, melainkan diganti dengan bawang merah. 

Namun, sejak dua tahun lalu penyakit sesak nafas menghampiri Miran, sehingga Dasih pun harus bekerja sendiri. Bukan tubuh Dasih yang masih amat kuat, namun keinginan yang besar menguatkan langkahnya. 

Rasa sakit linu yang mendera kerap menghampiri Dasih. ’’Hasil rongsokan yang didapat dijual di Kecamatan Pucuk,’’ paparnya. 

Panas terik matahari dan guyuran hujan tak menyurutkan langkah pasutri yang tidak memiliki momongan ini. Dari pekerjaan keras tersebut, keduanya biasa mendapatkan pendapatan Rp 75 ribu hingga Rp 100 ribu per hari. ’’Alhamdulillah, akhirnya bulan depan bisa berangkat haji,’’ ujar Dasih. 

Pasutri ini memberikan inspirasi yang sangat besar. Apa pun bisa diwujudkan dengan niat dan usaha yang besar. Selain itu, lantunan doa tak pernah luput dari mulut Miran dan Dasih, hingga mampu menunaikan rukun Islam ke lima tersebut. (*/nas)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Haru Prajurit di Perbatasan Melepas Rindu pada Keluarga


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler