Kisah Pasutri Surabaya yang Berwisata di Jepang ketika Terjadi Gempa dan Tsunami

Saksikan Warga yang Panik, tapi Tetap Tertib

Selasa, 15 Maret 2011 – 10:30 WIB
SELAMAT: Ignasius Rahmat Santoso dan Tjendrawati Tjondrokusumo berhasil selamat saat gempa bumi mengguncang Tokyo, Jepang. Foto: BOY SLAMET/JAWA POS

Ketika Jepang dilanda gempa dan tsunami pada Jumat siang lalu (11/3), pasutri asal Surabaya, Ignasius Rahmat Santoso-Tjendrawati Tjondrokusumo, sedang berwisata di sana bersama ratusan orang dari IndonesiaMereka menyaksikan bagaimana amburadulnya Jepang saat dilanda gempa tersebut

BACA JUGA: Desa Mbah Marijan jadi Obyek Wisata Baru


 
=========================
 
UCAPAN syukur beberapa kali keluar dari mulut Tjendrawati
Dia merasa Tuhan masih menyayangi dirinya

BACA JUGA: Dulu Dia Panggil Saya Uda, Sekarang Honey

Bisa kembali ke Surabaya dengan selamat, lalu bertemu dua buah hatinya, merupakan kebahagiaan tersendiri bagi perempuan 45 tahun tersebut


Kepada Jawa Pos yang mendatangi tempat usahanya di kawasan Manyar, Surabaya, Tjendrawati menceritakan peristiwa yang tak akan pernah dia lupakan seumur hidup itu

BACA JUGA: Kisah Rinaldi, Cucu Kalapas Narkotika Nusakambangan

"Kami ke Jepang karena dapat hadiah," katanya kepada Jawa Pos kemarin siang (14/3)

Hadiah itu diberikan sebuah perusahaan dari AS yang memproduksi peralatan rumah tanggaPasutri tersebut adalah distributor di perusahaan ituKarena dinilai bisa melampaui target penjualan, Tjendra dan suaminya berhak atas hadiah berwisata ke Jepang bersama 180 distributor lainnya se-Indonesia
 
Mereka berangkat pada Senin pekan lalu (7/3) dan akan berada di negeri itu hingga Sabtu (12/3)Saat terjadi gempa (11/3), Tjendra, suami, dan anggota rombongan dari Indonesia tersebut akan menuju Kota OdaibaDari hotel tempat mereka menginap di Keio Plaza Hotel di Tokyo, rombongan diangkut dengan enam bus
 
Odaiba merupakan sebuah kota di wilayah Prefektur Tokyo yang dapat ditempuh dengan perjalanan darat selama 1,5 jam dari pusat kota TokyoDi Kota Odaiba, rombongan Tjendra bertujuan ke tempat wisata Disneyland dan pusat perbelanjaan"Kami berangkat pagi-pagiSaat itu, kami nggak merasakan apa-apaBahkan kami semua senang," ungkap Tjendra.
 
Saat itu, sebagian besar anggota rombongan juga berencana berbelanja oleh-olehSebab, keesokannya (Sabtu, 12/3), mereka harus kembali ke Indonesia.

etiba di Disneyland, cuaca masih belum berubahSesekali gerimis turun mengguyurKarena merasa bosan dengan permainan yang ada, dua di antara enam bus rombongan tersebut memutuskan untuk berpindah lokasi ke pusat perbelanjaan Venus Fort yang tidak jauh dari Disneyland.

"Kan tempat wisata itu cocoknya untuk anak-anakNah, mayoritas kami yang ada di dua bus itu adalah orang dewasaJadi, lebih baik waktu yang ada kami gunakan untuk berbelanja," ujar Tjendra.

Seolah tidak mau membuang-buang waktu, sesampai di mal Venus Fort, anggota rombongan mulai asyik bergerilya untuk mencari barang-barang khas Negeri Sakura itu"Kami berpencarYang ibu-ibu berbelanja, sedangkan yang bapak-bapak pergi lihat pameran mobil di sana," jelas Ignasius.

Namun, baru sekitar setengah jam mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing, saat jarum jam menunjuk pukul 14.46, terjadilah getaran yang sangat kerasSaat itu, Tjendra menyaksikan satu per satu rak baju di Venus Fort robohAneka macam peralatan elektronik juga berhamburan dari tempat penyimpanannya.

Bersamaan dengan itu, suara jerit manusia terdengar di mana-manaTjendra yang saat itu berada di lantai tiga juga tak kalah panikApalagi saat itu dia terpisah dari sang suami"Saat itu benar-benar takutSebab, saya baru pertama mengalami iniApalagi Mas Sani (panggilan akrab Ignasius) tidak ada di samping saya," ungkap ibu dua putra tersebut.

Namun, berkat kesigapan dan ketenangan petugas mal serta guide atau pemandu wisata, rombongan dari Indonesia tersebut bisa agak tenangMemang, dengan negara yang sering dilanda gempa, sebagian besar masyarakat Jepang sudah terbiasa dan tetap tertib dalam evakuasi jika gempa berlangsung.

"Itulah yang membuat kami salutMereka memang berlarian karena panik dan sesekali berteriakTapi, tidak ada yang main dorong atau serobotSemua tetap tertata dan saling membantu," puji Sani.

Dari informasi yang diterima, Tjendra dan suaminya mendapat kabar bahwa saat itu terjadi gempa berkekuatan 8,9 skala RichterBahkan, menurut informasi itu, gempa tersebut mengakibatkan sebagian besar wilayah Miyagi tersapu tsunami dengan tinggi gelombang hingga 10 meter

"Kami tambah stres saat ituApalagi diberi tahu guide jarak Tokyo?Miyagi tidak terlalu jauhSekitar 265 kilometer," kata perempuan kelahiran 4 Januari 1966 tersebut.

Keadaan semakin genting karena mal yang mereka kunjungi saat itu berposisi di tepi laut"Ya kira-kira 200 meter dari bibir pantai lahKarena itu, kami hanya bisa pasrahDuduk sambil memandangi air laut," jelasnya

Tjendra dan teman-temannya bersyukur karena tsunami tak sampai ke tempat merekaSetelah semua anggota rombongan berkumpul, mereka pun bersiap menempuh perjalanan ke sebuah restoran sambil menunggu empat bus lainnya yang masih berada di Disneyland

Pukul 17.00, Tjendra dan teman-temannya tiba di restoran ituTapi, empat bus lainnya belum tiba"Mereka terjebak di DisneylandPukul sembilan malam mereka (rombongan empat bus) baru datang," ungkap Tjendra

Setelah bersantap malam, sekitar pukul 22.00 waktu setempat, rombongan enam bus dari Indonesia itu meluncur ke hotel di TokyoDalam keadaan normal, waktu tempuh dari restoran ke hotel sekitar 1,5 jamTapi, saat itu Tjendra cs harus menempuh waktu sekitar enam jam

"Jalanan macet dan semrawutApalagi jalan tol ditutup dan kereta api tidak diaktifkanBener-bener seperti pemandangan di filmDini hari saja suasana kota seperti pasar," cerita Sani.

Tepat pukul 4.00 keesokannya (12/3), Tjendra dan rombongan lain tiba di hotel"Begitu tiba di hotel, kami harus berkemas-kemasKami hanya diberi waktu sejam karena jadwal pesawat kami pukul 11 siang," ujar Tjendra

Dengan hanya diberi waktu sejam untuk packing, jangankan untuk tidur, mandi pun mereka tidak sempatSetelah sejam berlalu, mereka berkumpul kembali di lobi hotel untuk naik bus menuju Bandara NaritaJarak ke bandara yang biasanya hanya ditempuh 1,5 jam saat itu ditempuh selama tujuh jamLagi-lagi karena macet dan jalanan rusak.

Tentu, dengan waktu perjalanan yang lama, mereka pun tertinggal pesawatAkhirnya, setelah diputuskan, mereka akan berangkat dengan pesawat penerbangan selanjutnyaNamun, nahas, pesawat tidak lepas landas dari bandara itu, melainkan dari Bandara Haneda yang jaraknya cukup jauh

Mereka pun terpaksa memutar haluan bus dan menuju Bandara HanedaLagi-lagi mereka terjebak kemacetanBaru pukul 17.00 (12/3) mereka tiba di bandara tersebut"Saat itu, pikiran makin tidak enakKebayang dua anak di SurabayaKalau saya nggak selamat, bagaimana nasib mereka," ucap Tjendra miris.

Sesampai di Bandara Haneda, ratusan anggota rombongan harus bersabar menunggu pesawatSebab, pesawat baru akan terbang pukul 22.00

Selama di bandara, mereka menghabiskan waktu dengan menata barang yang dimasukkan secara acak-acakan di hotel sambil terus berdoa menurut keyakinan masing-masingSebab, di bandara pun, gempa masih sering terjadi, walau skalanya jauh berkurang daripada yang mereka rasakan sebelumnya.

"Jadi, di situ kami melihat manusia memang nggak ada apa-apanya dibanding kehendak TuhanSemua jadi ingat berdoa dan beribadah," ujar Sani.

Akhirnya, rasa lega baru mereka rasakan ketika sudah berada di pesawat"Saat itu, pikiran saya cuma satu, pengin cepat-cepat pulang," ujar Tjendra lantas terisak(panji dwi anggara/c5/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Manado saat Dilanda Kepanikan Hebat karena Kabar Tsunami


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler