Kisah Penjaja Kue Keliling, Menyesal tak Bisa Dampingi Anak Wisuda

Minggu, 14 Agustus 2016 – 00:06 WIB
Ben Virgo berkeliling Payakumbuh menjajakan dagangannya saat singgah di kantor baru Perwakilan Padang Ekspres, kawasan Koto nan Ompek Payakumbuh. Foto: ARFIDEL/PADANG EKSPRES/JPNN.com

jpnn.com - KEBANYAKAN orang tua mendambakan anaknya mengenyam pendidikan hingga ke level perguruan  tinggi. Sayang garis kehidupan kadang menyulitkan sebagian orangtua dengan tingginya biaya untuk mencapai impian tersebut. Sehingga, terpaksa harus menguras keringat. Begitulah yang dijalani seorang ayah yang berprofesi sebagai penjaja kue keliling di Payakumbuh, Sumbar.

Arfidel Ilham - Payakumbuh

BACA JUGA: Sumur Tua Peninggalan Portugis Masih Mengalirkan Sumber Kehidupan

SATU unit Honda Revo dengan sebuah bantalan kayu yang terpasang pada bagian belakang joknya, menjadi alat pengangkut beberapa kotak kue. Kendaraan itu digunakan Ben Virgo berkeliling Payakumbuh menjajakan dagangannya.  

Pria kelahiran Nagari Andaleh, Kecamatan Luak, 5 Oktober 1968 itu, rupanya memiliki keinginan besar untuk pendidikan anaknya. 

BACA JUGA: Ian Antono, Tiga Tahun Mengamen di Bus, Kini Pengin Balik ke Malang

Seperti hari-hari sebelumnya, Kamis (11/8), pria paruh baya ini singgah di kantor baru Perwakilan Padang Ekspres (Jawa Pos Group), kawasan Koto nan Ompek Payakumbuh. Ben Virgo yang lebih suka dipanggil Mamak itu, sudah menganggap para loper koran dan pemasaran yang ada di sana sebagai langganannya.

Menjajakan jualannya sambil bercerita dengan sejumlah loper koran menjadi kebiasaan pria ini untuk sekadar bersilaturahmi. 

BACA JUGA: Mantan Ajudan Bung Karno Ini Nyentrik, Punya Kebiasaan Unik setiap Agustus

”Ba'a nyo nakan, lai sehat, ko lai ado kue ha makan lah,” tawar pria ini kepada setiap loper yang datang menjemput koran.

Begitulah semangatnya untuk bisa menjual dagangan hingga laku. Hal itu mencuri perhatian Padang Ekspres untuk menggali lebih dalam latar belakangnya. Ternyata penjaja kue ini memiliki semangat juang tinggi untuk masa depan anak-anaknya.

”Seorang anak saya alumni IAIN Imam Bonjol Padang, sekarang bekerja di salah satu lembaga bimbingan belajar di Padang dengan bidang studi bahasa Inggris,” tuturnya.

Profesi sebagai penjaja kue keliling sebenarnya baru ditekuni Mamak sejak enam bulan terakhir. Karena sebelumnya mencari nafkah dengan profesi sebagai pedagang ”garendong” yang berjualan bukan hanya sekadar kue dan gorengan, namun juga ada kebutuhan dapur harian bagi ibu-ibu di sejumlah nagari.

Pekerjaan itulah yang cukup lama ditekuninya sejak anak anaknya masih kecil dulu. Perjuangan keras membuat Ben Virgo, akhirnya mampu mengantar anak-anaknya ke perguruan tinggi.

Yefra Despi Ningsih, anak pertama Ben kini sudah menamatkan kuliahnya dengan predikat lulusan terbaik dari IAIN Imam Bonjol. Anak pertama inipun sudah bekerja di salah satu lembaga bimbingan belajar di Padang.

Anak pertama itulah yang membuat Ben Virgo merasa menyesal dan merasa bersalah dan tidak berguna sebagai seorang sang ayah. Sebab, tidak mampu mendampingi anak yang jadi kebanggaanya itu saat wisuda.

Kondisi ekonomi yang sangat sulit ketika itu, membuat Ben hanya bisa meneteskan air mata.  ”Sejak sore hingga malam, sehari menjelang putri saya diwisuda, pinjaman uang untuk sekadar ongkos pulang pergi (PP) ke Padang tidak kunjung didapat. Terpaksa saya  tak sempat mendampingi anak saat wisuda,” kisah Ben dengan mata berkaca-kaca, kemarin.

Kemudian anak kedua Ben Virgo dan istrinya Misdar, 46, bernama Yunita Oktavia, 20. Gadis belia itu juga tengah menjalani pendidikan tinggi di kampus yang sama dengan kakaknya. Dia mampu menjalani pendidikan tinggi dengan beasiswa dan bantuan orang yang peduli pendidikan.

Pedagang yang kini berjualan dari satu pintu ke pintu lainnya ini, masih mempunyai satu orang putra lagi bernama, Rezki Marbeni Putra yang tengah menjalani pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Padangjopang. ”Sayang, prestasi anak ini sedikit terganggu dengan perceraian saya dengan ibunya,” sebut Ben lagi.

Meski ingin kembali berkumpul bersama keluarga, namun Ben pesimistis bisa terjadi. 

”Apa boleh buat, sekarang saya serahkan saja mana yang terbaik menurut yang Maha Kuasa,” tukasnya dengan nada sedih. (***/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Kampung Teten Masduki Sekolah Roboh, di Kalsel Murid Tinggal Satu, Full Day School?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler