Kisah Pilot-Pilot yang Sukses Lakukan Pendaratan Darurat (2-Habis)

Bukukan Penyelamatan dalam Miracle of Flight

Sabtu, 08 Agustus 2009 – 06:14 WIB
Foto : Skyscrapercity.com

Dunia penerbangan hampir pasti masih ingat peristiwa pada 16 Januari 2002Kapten pilot Abdul Rozaq mendaratkan pesawat Boeing 737-300 milik Garuda di Sungai Bulukan, Desa Serenan, Juwiring, Klaten, Jawa Tengah

BACA JUGA: Kisah Pilot-Pilot yang Sukses Lakukan Pendaratan Darurat (1)

Seorang pramugari meninggal, sedangkan 54 penumpang dan lima kru lain selamat
Penyelamatan fenomenal oleh Rozaq itu merupakan sejarah manis penerbangan Indonesia.
 

RIDLWAN HABIB-Jakarta       
  
 
TAK memedulikan kacamatanya yang melorot ke kelopak mata, Abdul Rozaq tetap asyik menatap layar laptopnya

BACA JUGA: Hengky Samuel Daud, Tersangka Korupsi Damkar Yang Mengaku Gemar Beramal

Pria 52 tahun tersebut baru saja menjawab e-mail  salah seorang mantan penumpang pesawat yang didaratkan di Sungai Bulukan itu.
 
"Sampai sekarang, kami masih sering kontak
Mereka bertukar kabar dan selalu bersyukur setiap ada musibah pesawat terbang," katanya ketika ditemui di kantornya, kompleks pergudangan Bandara Mas, Tangerang, Rabu (5/8).
  
Pekan ini dunia penerbangan memang berduka

BACA JUGA: Datang Tidak Terduga, Pergi Entah ke Mana

Pesawat Twin Otter milik Merpati menabrak tebing di Oxibil, PapuaSeluruh penumpangnya tewas"Kalau ada kecelakaan pesawat, hati saya seperti diingatkan lagi agar selalu bersyukurSebab, semua yang terjadi saat itu benar-benar tak masuk akal manusia," kata pria kelahiran Wergukulon, Kudus, 29 Maret 1957 itu.
  
Pria yang mengawali karir sebagai kopilot Fokker F-28 itu menyatakan masih ingat detail pendaratan fenomenal tersebut"Tidak cuma di kepala, tapi juga di sini,  Dik," katanya sambil tangan kanannya memegang dada sebelah kiri"Rasanya baru terjadi kemarin," tambahnya
 
Santi Anggraeni, pramugarinya itu, meninggal karena tersedot arus udara saat hendak membuka pintu daruratPenumpang lain hanya lukaMenghela napas sejenak, Rozaq lantas bercerita tentang keajaiban tujuh tahun lalu itu"Cuaca awalnya normalPesawat juga oke dan take off dengan mulus dari Ampenan," tuturnyaPesawat dengan nomor penerbangan GA 421 tersebut menerbangi Ampenan, NTB, menuju JakartaNamun, pada pukul 15.20, ketika mencapai ketinggian 31.000 kaki di atas Kota Blora, pesawat masuk ke awan cumolonimbus, sejenis awan tebal yang berbahayaTidak ada pilihan lain bagi Rozaq kecuali menembus awan itu.
  
Pada ketinggian 23.000 kaki, kedua mesin pesawat mati mendadakSesuai prosedur, dia segera menghidupkan generator untuk menghidupkan kembali mesinNamun, yang terjadi justru electricity power rusakArtinya, dua mesin mati totalBelakangan, hasil investigasi menyebutkan kejadian yang disebut flame out itu memang akibat awan buruk.
  
"Astaghfirullah Capt, dua mesin mati semuaApa yang harus dilakukan?" kata Rozaq, menirukan kepanikan kopilot Haryadi Gunawan saat ituDia segera melakukan wind mailing, memutar kembali propeller mesin dengan dorongan udara"Kira-kira seperti mendorong mobil mogok dengan meluncurkan pesawat ke bawah," katanya
  
Namun, usaha itu pun tidak membawa  hasilKeadaan dalam pesawat gelap karena electrical power matiPada saat yang sama, pesawat terus turun dari 23.000 feet hingga ke 8.000 feetTerbayang di benak Rozaq nasib penumpang yang tidak tahu-menahu peristiwa yang sedang terjadi
 
Sebelum masuk awan tebal, pesawat sempat kontak dengan ATC (air traffic control) Semarang yang memberi dia  clearance (izin) turun ke 9.000 kakiItulah kontak terakhir dengan menara pengawas sebelum mesin matiAlumni STP Curug 1979 itu mengaku pasrahKopilot terus mengirim pesan"Mayday"mayday" berulang-ulang, namun tidak ada jawaban"Saya bilang, percuma karena semua peralatan matiRadio juga mati," tuturnya
 
Kondisi semakin kritis"Saat itu saya berteriak Allahu Akbar..., Allahu Akbar", Allahu Akbar"," kata alumnus pelatihan DC-9 di Zurich ituPesawat tiba-tiba keluar dari awan sehingga dia bisa melihat dengan jelas semua yang terhampar di hadapannyaRozaq berpikir, harus segera mendaratkan burung besi seberat 62 ton lebih itu dengan cermat.
 
Saat itu ada tiga pilihan lokasi untuk mendaratkan pesawatYakni, di lapangan bola, sawah, dan sungaiSekitar dua menit, Rozaq sempat berdiskusi dengan kopilot"Saya putuskan di sungaiSaya berpikir,  kalau di sawah risikonya lebih besar karena ada tegalan yang bisa menggesek bodi (pesawat) dan terbakar," kata pria yang pernah jualan sayur setelah lulus STM pada 1976 itu.
 
Rozaq lalu melakukan descend (menurunkan pesawat) dan melakukan approach (mendekati) "landasan"Ternyata, ada jembatan besi yang melintang di atas sungaiTerpaksa dia berputar kembali agar dapat mendarat melewati jembatan besi ituTanpa tenaga pendorong, pesawat meluncur"Saya tidak memejamkan mata saat itu," katanya.
 
Pesawat berhasil berhenti dengan selamat di sisi kanan sungai, di tempat dangkalPadahal, kedalaman di sekitarnya tidak kurang dari 10 meterPenumpang bisa keluar dari pintu pesawatTidak jauh dari tempat itu ada sebuah rumah kosong dan mobil"Itu adalah tempat yang dipilihkan Allah buat kamiPenduduk Desa Serenan sangat sigap dan ikhlas membantuSatu pun barang penumpang tidak ada yang hilang," kata peraih penghargaan American Medal of Honor dari lembaga American Biographical Institute, North Carolina, Amerika Serikat, ituRazaq membukukan pengalaman fenomenalnya itu dengan judul Miracle of Flight.
  
Sesudah tragedi, Rozaq menjalani terapi trauma psikologis selama enam bulan.  "Sampai sekarang, saya masih terbangTapi,  frekuensinya tidak sesering dulu," katanyaKini, selain sebagai pilot, pria yang pernah jadi loper koran itu menjabat bendahara Koperasi Awak Garuda Indonesia"Sudah berjalan tiga tahun ini," papar pemegang penghargaan Adikarya Dirgantara Darma dari Menteri Perhubungan itu.
 
Pengalaman spiritual di langit itu sering diceritakan dalam berbagai seminarBahkan, pendiri dan pelatih ESQ (Emotional Spiritual Quotient) 165 Ary Ginanjar Agustian minta izin mengutip pengalaman Rozaq itu dalam salah satu sesi training.  Pelatihan ESQ hingga kini sudah diikuti oleh lebih dari 500 ribu orang di Indonesia dan beberapa negara lain"Saya bilang silakan sajaKalau bisa, peserta sadar karunia Allah jangan dengan cara mengalami kejadian seperti sayaTapi, cukup mengambil hikmah dari pengalaman itu," katanya
 
Sebagai pilot senior, Razaq menjadi rujukan konsultasi bagi pilot-pilot muda"Hati pilot itu sesuai jam terbangnya," kata lelaki yang telah mengabdi selama 29 tahun di Garuda Indonesia ituPilot muda dengan jam terbang 0"1.000, menurut mantan tukang reparasi AC tersebut, biasanya cenderung sangat konsentrasi dan waspada"Tapi, setelah 1.000 hingga 3.000 jam terbang, biasanya mereka overconfidentItulah yang sangat berbahaya," kata pilot dengan jam terbang lebih dari 20.000 itu.
  
Kepada pilot junior yang sering curhat kepadanya, Rozaq berpesan agar jangan menyepelekan setiap prosedur kecil yang sudah baku"Misalnya mau mendarat, tapi landasan tak terlihat, ya jangan dipaksakan, harus naik lagi dan melapor," tuturnya
  
Dia menyebut faktor human error lebih sering membuat pesawat celakaApalagi  jika dibandingkan dengan moda transportasi di darat dan di laut, sebenarnya pesawat terbang paling amanSebab, "Hampir tiap detik dicek kesiapannya," katanya
  
Rozaq juga sering menasihati pilot lain agar mau berbagi dengan sesama"Kadang, karena gajinya tinggi, gaya hidup pilot menjadi berlebihanBahkan, seperti artisPadahal, ada hak-hak orang lain yang harus diberikanMisalnya, zakat atau infak," paparnya.
  
Di koperasi yang dipimpinnya, setiap tahun menyisihkan 2,5 persen dari SHU (sisa hasil usaha) untuk kegiatan amal dan pengentasan anak-anak yatim piatu"Alhamdulillah, pada 2008 lalu, SHU kami sekitar Rp 5 miliar," kata pengurus yayasan Al Ikhlas di samping rumahnya itu.
 
Dari pernikahannya dengan Istiqomah  (mantan pramugari dan rekan kursusnya saat pendidikan), Rozaq dikaruniai lima anakFirstnanda Mochammad Aris, Sania Dara Afiati, Triyan Roys Satria, Rizky Hidayatullah, dan Nurul Azima RizkiyaJejaknya sebagai pilot diikuti putra ketiganya, Triyan, yang diwisuda sebagai penerbang di STP Curug Juni laluKini dia menjalani pelatihan sebagai pilot baru Garuda IndonesiaRozaq hanya tersenyum ketika ditanya apakah tidak khawatir putranya mengalami hal seperti yang menimpanya tujuh tahun lalu"Sebelum dia memilih karir sebagai pilot, sudah saya jelaskan enak dan tidak enaknyaYang jelas, saya wanti-wanti benar agar selalu ingat Allah di mana pun berada," katanya.
  
Rozaq, tampaknya, tidak bisa melupakan Jawa PosDua hari setelah peristiwa di Sungai Bulukan itu, dia memberikan wawancara eksklusif di rumahnya,  Cipondoh PermaiItulah momen pertama Rozaq bicara blak-blakan kepada media setelah mengurung diri karena shock.  "Saya juga heran bagaimana Mas Bahari (wartawan Jawa Pos yang mewawancarainya waktu itu, Red) menemukan sayaApa sekarang dia masih gondrong?" katanya, lalu tertawa(*/cfu)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kesaksian Kerabat Dekat Mbah Surip dari Kampung Halaman di Mojokerto


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler