jpnn.com - Tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu. Di media sosial, orang pada ramai mengucapkan selamat dan rasa cinta buat para ibu. Sayang, Albina Ua, seorang ibu di Kabupaten TTU justru tewas di tangan anak kandungnya sendiri.
Hasil penelusuran Wartawan Timor Express, Tommy Aquinoda dari Kefamenanu, Ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) melaporkan, publik yang aktif di media sosial spontan mencaci maki ketika salah seorang member grup facebook BiinmaffoNews@yahoo.com memposting gambar mengerikan dari Desa Sekon Kecamatan Insana Kabupaten TTU, Selasa (22/12) lalu.
BACA JUGA: Gaji Pas-pasan, Petugas Damkar Ngecer Sabu dan Ekstasi
Seorang ibu tewas mengenaskan dibunuh anak kandungnya sendiri. Leher ibu malang bernama Albina Ua itu nyaris putus akibat sabetan parang.
Mirisnya, Albina tewas tepat pada Hari Ibu, hari dimana jutaan orang menumpahkan perhatiannya pada sosok yang sudah melahirkan dan membesarkan mereka. Ketika para ibu mendapat ucapan kasih sayang dari anak-anak, wanita renta berusia 75 tahun itu justru meregang nyawa di tangan anak kandungnya, Aloysius Teuf (45).
BACA JUGA: Yaelaah.. Pemkot tak Bisa Sediakan Air, Ruko Sepi Peminat
Kamis (24/12), dua hari setelah terjadinya kasus tragis ini, Tommy Aquinoda akhirnya melakukan perjalanan ke Desa Sekon, tepatnya di Kampung Kuun. Perjalanan untuk mencari kebenaran alur ceriteranya. Juga untuk mengetahui riwayat dan latar belakang dari sosok seorang Aloysius.
Ketika Tommy tiba di kediaman Albina, jasadnya belum dikebumikan. Terdengar ratap tangis keluarga di atas peti jenazah almarhumah yang diletakkan di luar (samping) rumah. Jasadnya diletakkan di luar rumah induk karena kematiannya tergolong tidak wajar. Inilah praktek budaya masyarakat setempat.
BACA JUGA: Keren! Beli Motor Pakai Uang Receh, Beratnya 75 Kg, Nih Fotonya
Menemukan narasumber untuk mengisahkan kematian Albina, ternyata tidaklah mudah. Sebab, Donatus Snae yang adalah suami korban tidak bisa berbahasa Indonesia. Pria yang diperkirakan berusia 80 tahun itu hanya berceritera dengan kerabat keluarga menggunakan bahasa Dawan.
Selain itu, pihak keluarga juga enggan untuk menceriterakan fakta sebenarnya. Maklum, mereka takut berurusan dengan pihak berwajib jika salah menceriterakan kronologis kejadian.
Satu-satunya jalan adalah dengan meminta bantuan seorang ibu yang bisa berbahasa Indonesia untuk menterjemahkan apa yang ditanyakan. Sebaliknya, menterjemahkan apa yang dijelaskan narasumber.
Akhirnya, suami korban bisa diajak diskusi. Namun pria yang sudah uzur ini tak banyak berceritera. Sebab saat kejadian, dia sedang berada di pondok yang jaraknya sekitar 50 meter dari kediaman mereka. Donatus juga mengaku masih trauma karena sempat dikejar anaknya dengan parang.
“Kejadiannya sekitar jam 10 pagi. Dia datang ikut saya ke pondok sambil acungkan parang. Saya lari dan jatuh. Syukur ada orang yang sedang tanam (menanam jagung) melihat kami. Mereka sengaja teriak Alo (sapaan pelaku) dan bilang ada orang di rumah yang panggil dia. Dia balik, makanya saya lari. Saya tidak tahu kalau mamanya (korban) sudah dia bunuh. Setelah saya pulang ke rumah, ada polisi dan banyak orang di rumah. Baru saya tahu kejadiannya,” ujar Donatus.
Lantaran informasi dari suami korban belumlah lengkap, pihak keluarga kemudian memanggil anak korban, Ferdinandus Boik (39). Ferdinandus adalah orang yang pertama melihat ibunya dalam kondisi mengenaskan di dapur. Dia tinggal persis di depan rumah kediaman orangtuanya.
Dikisahkannya, sekira pukul 10.00 Wita, dia mendengar sang kakak keluar dari dapur menuju pondok dan berteriak sembari mengacungkan sebilah parang.
“Dia teriak, oke ulalim, oke ulalim, oke ulalim (sudah selesai/saya sudah kasih habis),” terangnya.
Melihat sang kakak berteriak, kata Ferdinandus, dia kemudian memanggil ibunya. Alangkah terkejutnya Ferdinandus, karena ibunya ditemukan tewas mengenaskan dengan leher nyaris putus.
“Leher mama hampir putus dan pihak rumah sakit bilang tidak bisa dijahit. Dia jatuh pas di tungku api. Saya langsung lari minta tolong tetangga dan terus ke Polsek Insana untuk lapor. Dan setelah diperiksa di rumah sakit, ada luka bakar di belakang. Jadi kami berkesimpulan, mama saat kejadian pasti mau masak. Karena memang tiap hari mama yang siapkan makanan untuk dia dan bapak. Mungkin dia emosi karena bangun tidur, masakan tidak ada dan mama baru mulai masak,” katanya.
Ferdinandus menambahkan, parang yang dipakai Alo untuk menghabisi ibunya adalah parang yang baru dibeli sang ibu, seminggu yang lalu. “Kamis (17/12) lalu, mama baru beli itu parang. Alo sekarang sudah ditahan di sel Polres TTU,” ucap Ferdiandus.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 43 Pekerja asal NTT Ditipu
Redaktur : Tim Redaksi