jpnn.com, SYRIA - Menjadi relawan White Helmets adalah panggilan jiwa Samir Salim. Berada sangat dekat dengan ancaman kematian tidak pernah membuat nyalinya ciut. Dia bahkan menjadi pahlawan bagi banyak orang yang pernah diselamatkannya.
Tapi, pekan lalu ketegaran pria 45 tahun itu runtuh saat berhadapan dengan jenazah ibunya. ”Sungguh situasi yang sangat sulit bagi saya. Hati saya pilu mengingat betapa ibu saya selalu membanggakan kami, empat anak lelakinya yang menjadi relawan. Dan, kini tak ada seorang pun dari kami yang bisa menyelamatkan beliau,” ungkap Salim sambil sesekali menghapus air mata dari pipinya.
BACA JUGA: Israel Bombardir Syria, Netanyahu Sebut Aksi Bela Negara
Kemarin (14/2) Arab News melaporkan bahwa aksi udara yang merenggut nyawa ibu Salim itu terjadi pekan lalu.
Saat mendengar ledakan dahsyat dari arah tempat tinggalnya di Kota Medeira, Salim dan timnya sedang dalam perjalanan menuju Kota Mesraba. Mereka merespons laporan yang masuk tentang aksi udara yang merobohkan bangunan bertingkat di Mesraba.
BACA JUGA: Perang Renggut Masa Kecil Ribuan Anak
Kuat dugaan, banyak korban yang terjebak di sana. Tapi, ledakan di Medeira itu membuat Salim berubah pikiran. Dia batal ke Mesraba dan berbelok di Medeira.
Benar saja, begitu tiba di Medeira, Salim menyaksikan permukimannya porak-poranda. Dia langsung berlari ke arah rumahnya. Dan, di sanalah kerusakan terparah terjadi.
BACA JUGA: Jelang Tujuh Tahun Perang Syria, Bagaimana Nasib Pengungsi?
Salim histeris. Buru-buru dia menyingkirkan puing-puing rumahnya untuk mencari korban selamat. Siapa pun itu, mereka pasti adalah anggota keluarganya sendiri.
Dalam penggalian tersebut, dia menemukan ayahnya yang hidup. Kemudian, keponakannya yang masih bayi juga selamat. Di dekat bayi berumur 23 hari itu ada kakak ipar Salim yang juga selamat.
Setelah itu, Samir mendapati tubuh sang ibu yang bersimbah darah. Perempuan 80 tahun tersebut tak lagi bernyawa.
”Hati saya hancur. Saya pernah nyaris kehilangan ayah saya sekitar dua tahun lalu, saat saya menemukannya dalam kondisi parah akibat serangan udara. Tapi, saat itu rasanya tidak seperti ini. Saya tidak sanggup kehilangan ibu saya,” papar Samir.
Kamis itu (1/2) Salim mengevakuasi jenazah ibunya. Sepanjang proses evakuasi, air matanya terus mengalir. Tiga adik lelaki Salim yang juga menjadi relawan White Helmets pun sangat berduka.
Mereka tidak menyangka akan mengevakuasi jenazah sang ibu. Namun, sebagai relawan di medan perang, bukan hanya Salim yang harus menghadapi pengalaman pahit seperti itu. (hep/c10/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rusia Mengamuk di Idlib, Dua Hari 103 Serangan Udara
Redaktur & Reporter : Adil