Kisah Pro Duta Sepulang dari Viareggio Cup 2015 di Italia

Minggu, 15 Februari 2015 – 22:11 WIB
Para penggawa Pro Duta berpose di Italia. FOTO: ist

jpnn.com - “Oleh-oleh” Pro Duta Sepulang dari Viareggio Cup 2015 di Italia

Diajari Profesional, Gara-gara Ogah Mandi Nyaris Kena Denda

BACA JUGA: Kisah Mantan Pecandu Narkoba, Sempat jadi Preman, Hendak Bunuh Pacar

Membandingkan kualitas level klub profesional di Indonesia dengan klub di daratan Eropa memang bagai bumi dan langit. Sulit bagi sepak bola Indonesia untuk menyamainya.

Dari sisi kualitas permainan, manajemen, profesionalisme, pembinaan, dan finansial klub di Indonesia mungkin masih beberapa langkah di belakang.

BACA JUGA: Kami Reuni di Kamar Jenazah...

Hasil tim Pro Duta U-19 di Viareggio Cup di Italia yang berakhir Minggu (15/2), cukup untuk menunjukkan kualitas sepak bola Indonesia. Tak hanya menjadi juru kunci grup B, tapi juga gagal mencetak satu gol pun, dan kebobolan 12 gol.

Tapi, manajemen Pro Duta membawa cerita luar biasa dari Italia. Menurut Handoyo Subosito, Direktur Bisnis Pro Duta, profesionalisme di sana, diajarkan mulai dari dini dan mulai dari hal yang kecil.

BACA JUGA: Cara Unik Rayakan Valentine: Gelar Festival Melupakan Mantan Pacar

"Mereka sangat detail, sampai hal yang kecil pun diatur. Diatur dengan tegas tanpa toleransi, itu yang membuat mental pemain-pemain itu terbiasa profesional," katanya.

Handoyo menuturkan jika kebiasaan di Indonesia, banyak yang tak sesuai dan jika dilakukan di Viareggio Cup, maka pasti tim akan panen sanksi denda. Bukan hanya di atas lapangan, tapi juga di luar lapangan.

Hal kecil yang nyaris membuat Pro Duta kena denda ribuan Euro adalah setiap pemain diwajibkan bersih dan mandi, rapi, sebelum masuk ke bus pemain.

"Tapi karena habis kalah, pemain itu terlihat lesu. Di ruang ganti hanya sebentar, ambil tas mau langsung masuk bus. Beruntung diingatkan karena kalau nggak ya sudah disanksi," terangnya.

Menurut Handoyo, membersihkan diri habis main, bukan sekedar ganti baju. Tapi pemain diminta untuk mandi, menghilangkan keringat dan tampil kembali klimis, rapi.

"Datangnya rapi, pulangnya juga harus sama. Simple, mereka ingin setiap orang yang bertemu pemain nyaman. Calon pemain pro, harus membiasakan dirinya dari muda," ungkap dia.

Berbeda dengan di Indonesia, Handoyo justru merasa aneh dengan kebiasaan itu. Sebab, biasanya, selesai bertanding pemain hanya ganti baju langsung masuk bus. Tak jarang, bau keringat pun masih tercium, dan keringat masih menetes.

"Pelajarannya, untuk menjadi pro, harus dimulai dari hal yang kecil. Dan dari dini. Dari situ saja Indonesia tertinggal," jelasnya. (dkk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Fabio Ricardo Toreh, Desainer Spesialis Celana Dalam Pria


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler