Kisah Sedih Penderita Komplikasi Penyakit Hyper-IgE yang Langka (2)

Konsentrasi Demam, Tak Sadar Sembilan Hari Tak Kencing

Kamis, 04 Juni 2009 – 06:31 WIB

Jangan sembarangan menggunakan antibiotikJuga jangan sepelekan perubahan sekecil apa pun pada kebiasaan tubuh Anda

BACA JUGA: Kisah Sedih Penderita Komplikasi Penyakit Hyper-IgE yang Langka (1)

Misalnya, ketika jumlah air seni Anda berkurang setelah minum sesuatu
Sebab, itulah gejala awal sakitnya Panca (alm).
 
  ------------------------------
  Catatan Nany Wijaya
  ------------------------------
 
PANCA tidak bisa disalahkan dalam hal cara dia mengobati gejala flunya

BACA JUGA: Keluarga Is Haryanto setelah Sang Maestro Pencipta Lagu Itu Pergi

Selain karena dia awam di bidang medis, juga karena puluhan juta orang "bahkan mungkin lebih" di negeri ini juga melakukan hal yang sama
Mengapa banyak orang melakukan cara yang salah itu" Jawabnya: mereka tidak tahu

BACA JUGA: Keluh Kesah Manohara Selama Jadi Istri Pangeran Kesultanan Kelantan

Tidak tahu bahwa itu bukan cara yang benar untuk mengobati fluTidak tahu bahwa itu bukan cara yang benar dalam penggunaan antibiotikJuga tidak tahu bahwa tubuh pun punya sifat yang sama dengan kitaArtinya, bisa tiba-tiba sensitif terhadap sesuatu yang berasal dari luar tubuh.
 
Seperti juga kita, tubuh pun akan menolak dan menyerang segala sesuatu  yang tidak "disukai"-nyaReaksi negatif tubuh terhadap sesuatu yang dari luar itu dalam istilah medis disebut alergiReaksi berupa alergi bisa juga terjadi karena sesuatu yang sudah lama akrab dengan kitaMisalnya, debu, makanan, bahkan sinar matahari dan obat-obatan yang sudah biasa kita gunakanJenis obat yang paling mudah direaksi negatif oleh tubuh adalah antibiotikAntara lain, antibiotik dari kelompok ampisilin
 
Jenis itulah yang selama belasan tahun digunakan anak kelima di antara enam bersaudara itu untuk mengatasi gejala flu dan pileknya.  Itu dijelaskan Prof Dr dr Putu Gede Konthen SpPD, KAI "spesialis penyakit dalam serta konsultan alergi dan imunologi" yang tiga bulan terakhir merawat almarhum"Dia mengatakan  sering pilek dan mengalami seperti flu itu sejak masih SMP, ketika umurnya masih 14 tahun."
 
Selama itu, belum pernah sekali pun Panca memeriksakan pilek ataupun gejala flunya yang berulang tersebutPadahal, menurut dr Konthen, itu ternyata bukan pilek biasa"Setelah saya periksa, itu ternyata rhinitis alergikaSelain itu, dia juga kena sinusitisSinusitisnya sudah parahSebab, ketika saya periksa, tulang pipinya sudah rusak."
 
Gejala rhinitis alergika adalah bersin-bersin, hidung gatal, dan meler terusBedanya dengan pilek biasa, yang keluar dari hidung yang kena alergi jenis tersebut adalah cairan bening.Tetapi, karena tidak tahu bahwa dirinya sedang kena alergi, setiap kali bersin-bersin tanpa sebab, Panca mengira  dirinya sedang terserang fluBegitu juga dugaannya ketika hidungnya terus mengucurkan cairanPanca menganggap dirinya sedang pilekKetika suhu tubuhnya agak naik pun, dia menganggap itu fluSama sekali tidak terpikir olehnya bahwa demamnya terkait dengan peradangan yang parah di rongga sinus (sinusitis)-nyaSinusitis lazim terjadi pada penderita rhinitis alergika yang menahun seperti Panca.
 
Karena menganggap sedang flu, Panca selalu minum obat flu yang bisa dibeli tanpa resep (over the counter), plus antibiotik, setiap kali bersin-bersin, demam, atau hidungnya meler.  Antibiotik yang dia pilih adalah jenis ampisilin yang 500 mg
 
Cara dia minum antibiotik juga semaunyaItu diungkapkan Panca kepada Jawa Pos Maret lalu"Saya minum antibiotiknya dua hari sekali satu tabletKalau pileknya tidak parah, ya hanya minum satu tablet itu, saya tambah obat flu biasaTapi, kalau parah, saya minum sampai enam hariBerarti tiga tablet."
 
Jadi, tutur Panca, hari pertama minum satu tablet antibiotik saja dan obat fluHari kedua, hanya minum obat fluHari ketiga, minum obat flu dan satu tablet antibiotikHari keempat, hanya obat flu.  Hari kelima, obat flu dan satu tablet antibiotik lagiJadi, dalam lima hari, dia hanya minum tiga tablet antibiotik.
 
Sejauh itu, seperti yang telah saya singgung di bagian pertama tulisan ini, Panca tidak mengalami efek samping apa punSelama lebih dari 20 tahun, Panca merasakan caranya itu efektif.  Karena itu, Panca heran ketika ternyata "flu"-nya tidak kunjung sembuh meski sudah seminggu "dihajar" dengan obat flu dan antibiotikBahkan, demamnya dirasakan semakin parahBegitu parahnya demam tersebut hingga dia menggigilTetapi, sampai kondisinya demikian, tetap belum terpikir berobat ke dokter.
 
Panca baru minta dibawa ke klinik medis terdekat dengan rumahnya setelah mendapati perubahan pada kulit dan wajahnya"Kira-kira dua jam setelah minum antibiotik, kok muka saya bengkakDi kaki saya muncul bentol-bentol merah mirip orang biduranSaya menduga, saya alergi," tutur Panca pada akhir Februari lalu.
 
Dugaan Panca ternyata tidak salahDokter yang memeriksa dia mengatakan bahwa dia alergiKarena itu, Panca diberi obat alergiTetapi, sampai dua hari minum obat antialergi dari dokter klinik tersebut,   Panca tidak melihat kemajuan kondisi kesehatannyaKarena itu, dia lantas berobat ke rumah sakit

Di rumah sakit itu, dia dirujuk ke seorang dokter spesialis penyakit dalamSebelum memberikan obat, dokter tersebut menyuruh Panca periksa darahApa hasil pemeriksaan lab itu, Panca tak menjelaskan"Yang saya tahu, saya dikasih obat antialergiKata dokter, gampang, sebentar lagi gejalanya hilang," jelas Panca.
 
Tapi, ternyata kali ini hasilnya juga nihilArtinya, demam dan gejala lain yang dialami Panca tidak berkurangKarena itu, dia memutuskan berobat ke rumah sakit lain dan langsung minta diopnameMungkin karena hari itu adalah Sabtu dan esoknya Minggu, Panca pun tidak langsung ditangani dokterDi rumah sakit yang kedua tersebut, Panca hanya diinfus dan diberi suntikan yang dia sendiri tidak pahamHasilnya cukup melegakan karena Panca lantas tidak lagi menggigilDemamnya pun turun"Tapi, rasa penuh di perut dan mual saya tidak hilang," tutur almarhum ketika itu.
 
Baru pada Senin keesokannya, Panca ditangani seorang dokter spesialis penyakit dalam (internis)Karena yang dikeluhkan saat itu adalah rasa penuh di perut dan mual, sang dokter memerintahkan USG (ultrasonografi).
 
Hasil USG menunjukkan adanya bulatan-bulatan kecil yang memenuhi saluran kencing PancaBenda-benda bulat itulah yang diduga dokter sebagai penyebab tidak keluarnya air seni PancaSaat itulah dia baru menyadari bahwa dirinya memang sudah sembilan hari tidak kencingKok baru sadar?
 "Ya karena selama itu saya tidak ingin kencing sama sekaliTapi, saya tidak menyadari karena konsentrasi saya lebih pada demam dan rasa tidak enak di perut," tuturnya.
 
Setelah sejenak mengingat-ingat, Panca menceritakan bahwa sehari setelah kulitnya menghitam itu, kencingnya mulai berkurangSempat beberapa kali dia ke kamar kecil karena ingin kencing"Tapi, keluarnya sedikit-sedikitDan kira-kira 4 Februari, dua hari setelah berobat ke klinik itu, saya tidak ingin kencing sama sekaliSaya pikir ya tidak apa-apa," jelasnya.
 
Entah bagaimana ceritanya, Panca sendiri tidak tahu, malam itu (9/2) internis yang menangani dirinya tiba-tiba memerintahkan untuk cuci darah (hemodialisis)Malam itu juga tindakan tersebut dilakukanSebagaimana pasien awam lainnya, Panca dan keluarganya hanya bisa menjalani "perintah" itu
 
Tindakan medis yang memakan waktu sampai lima jam tersebut ternyata tak membuahkan hasil apa-apaBahkan keesokannya, Panca merasa sesak napas, sehingga harus dibantu oksigenMelihat perkembangan yang seperti itu, apa yang dilakukan si dokter terhadap Panca" Ternyata tidak adaBahkan dua hari kemudian, dia diharuskan cuci darah lagiDan lagi-lagi, Panca tidak merasa lebih baikTermasuk sesak napasnya.
 
Sampai di situ, dokter juga tidak mengambil tindakan alternatif selain cuci darahAtau, mengonsulkan Panca ke dokter spesialis lainSi pasien yang memang tidak tahu apa-apa tentang medis juga hanya bisa pasrah mengikuti semua perintah dokterTermasuk ketika dua hari kemudian, dokter menyuruh dirinya cuci darah lagi
 
Pada cuci darah yang ketiga itu, perubahan terjadiBukan perubahan yang mengarah ke kesembuhan, melainkan sebaliknyaDi tengah proses cuci darah, tiba-tiba suhu badan Panca meningkat dan darahnya mulai menunjukkan pembekuanItu tanda bahayaKarena itu, meski baru 3,5 jam berjalan "tinggal 1,5 jam lagi?, cuci darah dihentikan.
 
Karena kondisinya semakin tidak jelas dan agak mengkhawatirkan, atasan Panca (manajer pemasaran) dan manajer HRD (human resource development) Jawa Pos memutuskan memindahkan Panca ke RS Siloam SurabayaKarena data dari rumah sakit sebelumnya tidak lengkap, begitu tiba di RS Siloam, Panca terpaksa dievaluasi ulangBerbagai jenis pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan almarhum tak bisa kencing sampai sembilan hari.
 
Dokter pertama yang menangani Panca di Siloam adalah dr Djoko Santoso SpPD KGH PhDTapi, karena yang harus diperiksa dalam kasus Panca saat itu bukan hanya ginjalnya, namun juga saluran kencingnya, dr Djoko pun merasa perlu mendapatkan bantuan ahli bedah urologi (saluran kencing)Ketika itu, yang dipilih adalah dr Adi Santoso SpBU.
 
Hasil pemeriksaan sementara menunjukkan bahwa saluran kencing dan buli-buli Panca okeArtinya, normal-normal saja, tidak ada penghalangItu bertentangan dengan hasil USG di rumah sakit sebelumnyaDan itu juga menunjukkan bahwa tidak kencingnya Panca disebabkan adanya gangguan di ginjal.
 
Masalahnya, seseorang yang tidak kencing selama berhari-hari seperti Panca itu tidak bisa dilihat sebelah mataMelainkan, harus ditangani secara serius karena bahan-bahan buangan, terutama ureum yang seharusnya dikeluarkan bersama air kencing, akan masuk kembali ke dalam darahDan itu akan meracuni tubuh(bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gabung Tim Sukses Pilpres, Menteri-Menteri pun Ikut Terbagi (1)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler