jpnn.com - TANGAN rentanya dengan lincah mengacau permukan air keruh di sungai Sail. Dengan harapan ada cacing halus berwarna merah yang terperangkap dalam baskom hitam lusuh miliknya.
DESRIANDI CANDRA, Pekanbaru
BACA JUGA: Tidur di Gerbong Kosong, Tentara Cantik Ini Sudah Akrab dengan Suara Bom dan Ranjau
SESEKALI keringat yang menetes di sela sela jilbabnya disekanya sambil terus menyisir sungai tersebut. Sosok wanita tersebut ialah Lisma (60). Wanita renta pencari cacing di bawah jembatan Sail, Hang Tuah.
Sudah puluhan tahun lamanya ia menggantungkan hidup dengan menjual cacing, yang nantinya akan dijual sebagai pakan ikan. Suaminya sudah tutup usia sejak puluhan tahun lalu. Ketika ditanya tepatnya kapan, ia pun seolah lupa. "Sudah sejak lama sekali pak," ujarnya sambil mengais air sungai.
BACA JUGA: Kisah Bunda Neni, Menang meski Dikeroyok Sembilan Parpol
Namun, dia sangat ingin tujuh anaknya dapat hidup yang layak. Tidak seperti dirinya, tanpa cacing merah mungkin ia tidak lagi bisa makan.
Memang, tujug anak Lisma sudah tidak lajang lagi. Melainkan kesemuanya sudah berkeluarga. Namun nasib mereka hingga saat ini masih belum baik. Untuk itu, demi membantu perekonomian sang anak, ia selalu sedia turun ke sungai. Tak peduli batas usia lanjut, yang terpenting baginya hanyalah kebahagian untuk keluarganya.
BACA JUGA: Salut, Mantan Buruh Cuci Ini Sukses Jadi Raja Restoran Beraset Miliaran
Sehari-hari Lisma dibantu anaknya bisa mendapatkan sekitar 10 kg cacing merah. Per kilonya dihargai Rp 4.000. Pada musim kering, ia bisa mendapatkan sekitar 15 Kg, namun malang pada musim penghujan.
Air sungai yang deras membuatnya kesusahan merangkap cacing ke dalam baskomnya. Belum lagi binatang liar yang menghuni sungai sail, yang siap menjadi ancaman bagi dirinya. Kaki berdarah akibat terinjak pecahan kaca saat menyelam di kedalaman sungai sudah menjadi hal yang biasa bagi dirinya.
"Ya macam-macam. Injak kaca, kaki berdarah, bertemu ular. Ya kita waspada saja,"ujarnya.
Ronal (24) salah seorang putra Lisma, kepada Riaupos (Jawa Pos Group) mengungkapkan, memang hingga saat ini ia masih belum bisa membahagiakan ibunda tercinta. Sosok seorang ibu baginya bak malaikat yang senantiasa menjaganya di setiap sisi kehidupannya. Bahkan ketika ia sudah berkeluarga saat ini, sang ibu masih rela membantu kehidupannya demi menjaga dapur terus berasap.
Dipandanginya wajah ibunya yang tua renta berjibaku di dalam sungai. Air matanya mulai berkaca-kaca. Namun belum ada satu katapun yang terucap dari mulutnya. Setelah beberapa waktu suasana sempat hening.
"Saya berkeinginan ibu tak berkerja lagi. Kami berkeinginan ibu dapat menikmati masa tuanya," katanya. Sejak beberapa waktu yang lalu ia bersama enam saudaranya sudah melarang sang ibu untuk turun ke sungai.
Namun sang ibu tetap bekerja, demi membantu kehidupannya anaknya yang hingga berkeluarga masih terkatung-katung. (cr2/cr3)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demi Sekolah Rossa, si Ibu Rela jadi Tukang Ojek
Redaktur : Tim Redaksi