jpnn.com, MALANG - Bulan Ramadan yang mulia sudah meninggalkan kita. Kita tentu merasa sedih berpisah dengan bulan ini. Karena belum tentu kita bisa bertemu lagi dengan bulan yang penuh berkah ini di tahun-tahun yang akan datang.
Tahun ini pun tidak semua kita mendapatkan kesempatan untuk menikmati bulan yang penuh kemuliaan ini.
BACA JUGA: Kisah Spiritual: Ikhlas Pasti Berbuah Positif
Hal itu disebabkan berbagai hal, seperti karena ada yang sudah mendahului kita semua, untuk selamanya, atau bisa juga meskipun masih diberi usia oleh Allah SWT. Tapi, karena sakit sehingga mereka tidak bisa menjalankan ibadah puasa dengan baik.
Karena itu, kita yang dikaruniai Allah kesempatan untuk bisa menikmati bulan Ramadan tahun ini, mudah-mudahan kita tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dengan begitu saja.
BACA JUGA: Kisah Spiritual: La Tansa, Cucu
Jadi, setelah Ramadan berlalu, kita tidak hanya mendapatkan lapar dan dahaga, tapi mampu meningkatkan tingkat ketakwaan kita.
Jangan sampai kita termasuk dalam tiga golongan manusia yang merugi di akhirat kelak, seperti yang diingatkan Rasulullah Muhammad SAW, yang salah satunya adalah ”Rojulin dakhola’alaihi Romadhon tsuma insalakho Romadhon qabla an yughfaro lahu”, yaitu orang-orang yang diberikan kesempatan bertemu Ramadan, tapi saat Ramadan berlalu, dosanya tidak terhapus. Na’udzubillahimindzalik.
BACA JUGA: Kisah Spiritual: Abu Nawas dan Ceramah Abdul Somad
Lalu, pelajaran apakah yang bisa kita petik dari ibadah puasa yang kita laksanakan sebulan penuh ini? Sesungguhnya tidak ada habisnya kita membicarakan manfaat Ramadan.
Akan tetapi dalam kesempatan ini, izinkan saya menyampaikan dua hal, yang patut menjadi renungan kita.
Pertama, yaitu semakin meningkatnya keyakinan akan kehadiran Allah SWT. Keyakinan ini menjadi kekuatan besar bagi kita dalam mengarungi kehidupan ini sehingga kita akan selalu berusaha berjalan di atas rel yang telah digariskan.
Dan ini tentu dampaknya luar biasa, karena semakin berdampak terhadap tumbuh suburnya sifat jujur, tanggung jawab, dan semacamnya.
Melalui ibadah puasa, kita dilatih, di antaranya, tidak makan, minum, berhubungan dengan istri di siang hari. Padahal, itu semua milik kita sendiri dan berhak untuk memanfaatkannya.
Tapi, kita belajar bersabar dan menahan diri untuk tidak melakukannya. Kalau itu sudah berhasil dilakukan, maka kita yakin akan lebih bisa menahan diri terhadap milik orang lain yang bukan haknya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menyaksikan sejumlah oknum pejabat yang lebih takut terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) daripada kepada Allah. Tidak jarang juga kita lebih malu terhadap sesama manusia daripada kepada Allah.
Kita malu kalau kebohongan atau kecurangan kita diketahui sesama manusia, tapi kita tidak malu kepada Allah. Bahkan, kita menjadikan Allah sebagai saksi terhadap kemungkaran dan kemaksiatan yang kita lakukan.
Ramadan telah mendidik kita untuk lebih meyakini bahwa Allah mengetahui semua yang kita lakukan, baik yang tersirat maupun yang tersurat. Kita yakin Allah selalu melihat kita, meski kita tidak melihat Allah, semoga mampu mengurangi berbagai praktik buruk di masyarakat.
Kedua, yaitu semakin tumbuhnya rasa syukur atas segala nikmat yang telah dikaruniakan Allah SWT kepada kita. Ketika Ramadan berlangsung, kita berusaha merasakan bagaimana pedihnya saudara kita yang kurang beruntung dan bagaimana beruntungnya kita yang mendapatkan berbagai karunia Allah. Ini menimbulkan rasa solidaritas yang tinggi sehingga kita akan semakin peduli pada saudara kita yang kebetulan kurang beruntung.
Di negeri kita, masih ada jutaan orang saudara kita yang kurang beruntung. Persoalan kemiskinan dan pengangguran melilit mereka. Persoalan ketamakan segelintir orang yang membuat banyak orang menjadi tidak berdaya, bahkan terpinggirkan.
Mereka perlu mendapat perhatian kita bersama. Kita tidak bisa berharap kepada pemerintah saja untuk menyelesaikan persoalan ini. Kita perlu turun tangan untuk ikut membantu. Ramadan telah mendidik kita untuk peduli pada nasib sesama.
Akhirnya, mari kita lepas bulan yang penuh berkah ini dengan segenap rasa sedih, sambil berharap bahwa Allah SWT berkenan mempertemukan kita di tahun mendatang dalam keadaan sehat walafiat dan dengan tingkat ketakwaan yang semakin baik.
Kemudian waktu antara Ramadan sekarang dengan Ramadan tahun berikutnya, kita berharap dapat menerapkan nilai-nilai yang telah tertanam selama Ramadan ini.
Semoga bisa membawa dampak positif terhadap peningkatan kualitas pribadi kita masing-masing, hingga berujung pada pencapaian kondisi negeri yang ideal yaitu negeri baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr. Aamiin ya rabbal’alamin.
Prof Dr Agus Suman
Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Spiritual: Yang Rindu dan Dirindukan
Redaktur : Tim Redaksi