KKB Berulah Lagi, Arsul Sani: Harus Ada Tokoh Pemersatu untuk Selesaikan Masalah Papua

Rabu, 20 Juli 2022 – 21:52 WIB
Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani membahas masalah Papua. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Aksi separatis yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua tak kunjung selesai. 

Kabar terbaru, pada Sabtu 16/7), di Kampung Nogolait, Kabupaten Nduga, anggota KKB kembali melakukan aksi keji kepada warga sipil sehingga mengakibatkan korban luka dan jiwa.

BACA JUGA: Anggota DPR Tekankan Penegakan Hukum Tangani KKB Papua

Aksi keji yang dilakukan KKB tersebut diangkat menjadi tema sentral dalam acara diskusi bertajuk Dialektika Demokrasi bertema KKB Papua Kembali Berulah, di Mana Kehadiran Negara?pada Rabu (20/7).

Wakil Ketua MPR RI yang juga anggota Komisi III DPR RI FPPP Arsul Sani, anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar Dave Akbarshah Fikarno, dan anggota DPD RI Dapil Papua yang juga Ketua MPR for Papua Yorrys Raweyai menghadiri acara itu.

BACA JUGA: Pola Teror KKB Papua Dinilai Berubah, Coba Cermati Pernyataan 2 Legislator Ini

Arsul Sani mengungkapkan konflik di Papua harus dilihat dari sisi demografi dan sosial Papua dengan daerah lain yang pernah berkonflik, yaitu Aceh. 

Arsul melihat persoalan Papua jauh lebih kompleks. Penyelesaiannya jauh lebih rumit daripada konflik di Aceh.

BACA JUGA: Pekerja Korban KKB di Papua Dapat Pertanggungan BPJAMSOSTEK, Alhamdulillah 

Pertama, Papua terdiri atas banyak suku. Keberagamannya jauh lebih banyak daripada Aceh. Kedua, di Aceh, ada tokoh yang disebut Wali Nangroe yang menjadi primus inter pares atau tokoh pemersatu, sedangkan di Papua tidak ada.

Para kepala suku di Papua memiliki otonomi sendiri untuk mengendalikan sukunya masing-masing.

“Hal ini yang saya lihat ada di dalam KKB. Para anggota KKB hanya memiliki hubungan koordinatif. Namun, tidak ada yang memiliki kewenangan otoritatif. Satu kelompok memiliki pengaruh besar dan bisa menguasai kelompok lain,” kata Arsul.

Keberadaan tokoh pemersatu ini dalam penyelesaian konflik di Papua menjadi faktor yang sangat penting.

Selain kiprah tokoh pemersatu, penyelesaian konflik harus dilakukan dengan melakukan pendekatan penegakan hukum oleh Polri-TNI, yang disebut sebagai military aid to the civil authorities (MACA) atau konsep perbantuan, bukan penegakan militer atau perang.

“Saya khawatir jika aksi yang dilakukan KKB direspons pendekatan penegakan militer, isu pemisahan Papua dari NKRI akan makin menguat di level internasional. Selain penegakkan hukum, yang harus dilakukan dan ditingkatkan oleh pemerintah adalah operasi nonpenindakan atau pendekatan sosial kepada masyarakat,” tegasnya.

Sementara itu, Yorrys Raweyai sebagai Ketua MPR for Papua merespons aksi keji yang dilakukan KKB dan menyampaikan beberapa pandangan resmi. 

Pertama, menyampaikan duka mendalam kepada para korban KKB. Kedua, diduga aksi KKB akhir-akhir ini terfokus pada wilayah-wilayah konflik tidak hanya menyasar orang asli Papua, tetapi juga masyarakat umum yang selama ini mencari nafkah sebagai pekerja maupun pemukim.

Ketiga, aksi kekerasan KKB Pimpinan Egianus Kogoya sangat meresahkan dan mengancam keutuhan NKRI di tengah upaya pemerintah dan rakyat Papua dalam membangun Papua melalui kebijakan otonomi khusus jilid II. 

Keempat, peristiwa kekerasan di Nduga bukan pertama kali. Banyak aksi sporadis lain yang meresahkan rakyat Papua yang pada gilirannya menebar teror.

Kami meminta pemerintah melalui aparat berwenang secara serius dan konsisten memberangus KKB hingga ke akar-akarnya. Hal itu mendesak dilakukan dalam rangka menjaga situasi kondusif di tanah Papua.

Kelima, kami menduga KKB sedang memecah belah kehidupan harmonis masyarakat Papua. Sinergi sosial kemasyarakatan antara orang asli Papua dan umum hendak dicabik-cabik untuk membangun suasana kebencian dan permusuhan antaranak bangsa.

Keenam, meminta masyarakat menyerahkan sepenuhnya penanganan konflik dan kekerasan di tanah Papua melalui aksi-aksi teror KKB kepada pihak yang berwenang.

Yorrys menegaskan rakyat Papua, pemerintah, dan rakyat Indonesia mesti bersatu melawan aksi separatis oleh KKB itu. 

Persoalan Papua bukan masalah baru. Sejak berintegrasi ke dalam NKRI, muncul ketidakpuasan kemudian terjadi berbagai pergolakan, yang menjadi satu akumulasi hingga hadirnya OPM dan KKB sekarang.

Yorrys setuju persoalan Papua harus ditelisik dari dasar dan dipahami akar persoalannya secara utuh, antara lain, pemerataan pembangunan dan ekonomi. 

“Papua itu secara geografis sangat luas. Pemekaran wilayah, menurut saya, harus dilakukan demi mempercepat pembangunan. Saya banyak berdialog dengan rakyat dan adik-adik mahasiswa Papua. Semuanya memahami bahwa pemekaran wilayah adalah solusi untuk lebih mendekatkan Papua kepada kesejahteraan bersama,” ujarnya. (mrk/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler