KLHK Tetapkan Tujuh Hutan Adat Baru

Minggu, 03 Maret 2019 – 17:00 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya acara Riungan Gede Kasepuhan Adat Banten Kidul (SABAKI) ke-11 di Kasepuhan Citorek. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, LEBAK - KLHK telah menetapkan menetapkan tujuh hutan adat baru sampai dengan Februari 2019.

Di antaranya Hutan Adat Kasepuhan Cirompang, Hutan Adat Kasepuhan Pasireurih di Kabupaten Lebak, Hutan Adat Mude Ayek Tebat Benawa di Kota Pagar Alam, Hutan Adat Temua, Hutan Adat Rage di Kabupaten Bengkayang, Hutan Adat Tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem, Hutan Adat Rimbo Tolang dan Rimbo Ubau di Kabupaten Dhamasraya.

BACA JUGA: Meriahkan Java Jazz 2019, KLHK Bagikan Kantong Belanja dan Sedotan Stainless steel

Rencananya diikuti oleh enam hutan adat lainnya. Sejak Indonesia merdeka, baru tahun 2016 untuk pertama kalinya dilakukan penyerahan Hutan Adat kepada masyarakat yang telah mendiami daerahnya secara turun-temurun.

Khususnya pada Masyarakat Hukum Adat dengan semangat perlindungan dan penjagaan hutan di atas wilayah adat.

BACA JUGA: Waspada! 5 Jenis Barang Plastik Ini Sulit Terurai dan Berbahaya untuk Lingkungan

“Hutan Adat merupakan sejarah baru dalam pengelolaan hutan di Indonesia”, ucap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, mewakili Presiden RI pada acara Riungan Gede Kasepuhan Adat Banten Kidul (SABAKI) ke-11 di Kasepuhan Citorek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Minggu (3/3).

Hal ini tentunya disambut antusias oleh masyarakat Banten. Sebagaimana maklumat yang dihasilkan dari Riuangan 5 tahunan SABAKI ke-11 dengan tema Mendorong Pengakuan Wilayah Adat, yaitu mendorong Undang-Undang pengakuan dan perlindungan hukum adat, dan Perda Masyarakat Hukum Adat yang mengatur tentang Desa Adat.

BACA JUGA: KLHK Siapkan Pengaturan Penggunaan Bahan Perusak Ozon

“Kami mendorong masyarakat adat yang berdaulat secara politik, mendiri secara ekonomi dan bermartabat dalam budaya”, kata Ketua SABAKI, Kanta.  

Hutan adat bertujuan untuk perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Kearifan Lokal,  sehingga Hutan Adat tidak menghilangkan Fungsi sebelumnya.

Seperti Fungsi Lindung ataupun Fungsi Konservasi. Selain itu kekhususan adat adalah kebersamaan (komunal) oleh karena itu Hutan Adat juga tidak untuk diperjualbelikan dan dipindahtangankan.

Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya, mengatakan Pemerintah Kabupatan Lebak sangat mendukung kegiatan SABAKI dan telah menyampaikan maklumat dalam hal pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat adat.

Dikatakan Iti pemerintah Lebak telah mengeluarkan Perda No. 8 tahun 2015 tentang Masyarakat Hukum Adat Lebak, yang telah mengurai 522 masyarakat adat yang ada di Kabupaten Lebak. 

Menurut Iti, selama ini masyarakat adat kesulitan mengolah lahan yang berbenturan dengan TNGHS dan Perhutani.

Namun, dengan adanya pengakuan Hutan Adat,  masyarakat bisa berusaha dengan tetap menjaga kearifan lokalnya.

“Kami berterima kasih kepada Ibu Menteri Siti Nurbaya dan jajaran KLHK yang telah mengeluarkan SK Hutan Adat”, katanya. 

Penyerahan hutan adat telah dilakukan sejak tahun 2016, 2017 dan 2018 di Istana Negara. Hutan Adat yang telah ditetapkan dan dicadangkan seluas keseluruhan ± 22.831 hektar yang terdiri dari penetapan/pencantuman hutan adat (34 unit seluas keseluruhan ± 17.659 ha) dan Pencadangan Hutan Adat (1 unit) seluas ± 5.172 ha.

Riungan Gede SABAKI ke-11 berlangsung selama 3 hari dari 1 - 3 Maret 2019. Kegiatan ini dihadiri sekitar 750 komunitas adat yang tersebar di Kabupatan Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat), dan Kabupatan Lebak Dan Pandeglang (Banten).

Selain Siti Nurbaya, juga hadir Menteri Komunikasi dan Informatika Rudi Antara, Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy, Wakil Bupati Lebak Ade Sumardi, tokoh masyarakat dan tokoh adat dari Kabupatan Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupatan Pandeglang dan Kabupatan Lebak.  (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 49 Tahun Berdiri, Kopkarhutan KLHK Semakin Inovatif


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler