jpnn.com, JAKARTA - Empat puluh hari pascapenyerangan penyidik KPK Novel Baswedan, belum ada titik terang pelaku dan dalang di balik teror itu akan terungkap.
Novel diserang dengan air keras oleh orang tidak dikenal pada 11 April 2017. Penyerangan itu mengakibatkan mata kiri Novel harus dioperasi karena kerusakan pada sarafnya cukup parah.
BACA JUGA: Hamdalah, Kondisi Novel Baswedan Membaik Pascaoperasi
Empat puluh hari sejak penyerangan tersebut, Polri belum juga dapat menemukan pelaku penyerangan apalagi oknum yang diduga menyuruh melakukan.
Penyerangan terhadap Novel Baswedan ini tidak dapat dilepaskan dari statusnya sebagai salah seorang penyidik senior di KPK. Telah banyak perkara korupsi yang melibatkan para pejabat publik dan penyelenggara negara dan berhasil diungkap oleh Novel Baswedan dan timnya.
BACA JUGA: Tito Sempat Curigai Miryam sebagai Penyerang Novel Baswedan
"Dan yang terkini adalah penanganan perkara korupsi KTP elektronik (e-KTP)," demikian siaran pers dari Koalisi Peduli KPK, Rabu (24/5).
Koalisi terdiri dari Amnesty Internasional Indonesia, Indonesian Corruption Watch (ICW), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) serta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
BACA JUGA: Sstt...Usut Kasus Novel Bisa dari Sumber Zat Kimia
Seperti diketahui, perkara korupsi e-KTP ini diduga melibatkan banyak pihak dan kepentingan, sehingga bukan tidak mungkin ada oknum-oknum yang merasa kepentingannya terganggu dan berusaha merintangi proses hukum yang sedang berjalan. "Upaya tersebut diwujudkan dalam bentuk penyerangan terhadap Novel Baswedan," kata Koalisi.
Dugaan ini bukan tanpa dasar, karena beberapa waktu sebelum penyerangan terhadap Novel terjadi, saksi Miryam S. Haryani, mencabut seluruh BAP-nya di muka persidangan.
Pencabutan kesaksian tersebut diduga karena Miryam diancam oleh oknum tertentu, hingga akhirnya KPK mengambil langkah tegas untuk memproses kejadian tersebut menggunakan pasal tentang pemberian keterangan palsu.
Salah satu akibat yang juga ditimbulkan dari pemeriksaan Miryam sebagai saksi dan pencabutan BAP Miryam S. Haryani di muka persidangan adalah, DPR RI sempat menggulirkan wacana pelaksanaan hak angket terhadap KPK.
Hak angket ini bertujuan untuk meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam yang diduga menyebutkan nama-nama anggota DPR RI.
Sejak kejadian pada 11 April 2017 hingga kini, penanganan perkara penyerangan terhadap Novel Baswdan oleh Polri, belum juga menemukan titik terang.
Padahal, penyerangan terhadap Novel akan menjadi preseden buruk bukan saja terhadap para aparat penegak hukum lain, tapi terutama terhadap upaya pemberantasan korupsi.
"Hal ini menunjukkan bahwa belum ada perlindungan yang cukup bagi orang-orang atau lembaga yang berupaya memberantas korupsi," kata Koalisi.
Lambannya kerja Polri ini sangat mengkhawatirkan dan menimbulkan tanda tanya bagi publik. Bagian Reskrimum Polri terkenal dengan kerja cepatnya dalam mengungkap perkara-perkara pidana yang rumit. Masih melekat dalam ingatan publik bagaimana dalam jangka waktu kurang dari satu minggu, Tim Gabungan Polda Metro Jaya telah berhasil menangkap tersangka pelaku pembunuhan sadis di Pulomas. "Respons yang cepat dari Polri, tidak terlihat dalam penanganan perkara Novel Baswedan ini," kritik Koalisi.
Berangkat dari beberapa permasalahan di atas, Koalisi menuntut agar pemerintah mengambil langkah tegas dengan cara membentuk Tim Investigasi Independen, agar penanangan perkara Novel Baswedan dapat dilakukan hingga tuntas.
Kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dugaan terjadinya perintangan atau penghalang-halangan penanganan perkara korupsi (obstruction of justice) dalam penyerangan terhadap Novel Baswedan.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Kasus Ini Berpotensi jadi Motif Penyerang Novel Baswedan
Redaktur : Tim Redaksi