Koalisi Serius Temukan Seabrek Ancaman dalam Draf Revisi UU ITE

Minggu, 30 Januari 2022 – 22:56 WIB
UU ITE dinilai dimanfaatkan secara sesat sebagai alat memukul lawan politik. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Koalisi Serius Revisi UU ITE memandang masih banyak poin yang perlu diawasi dalam Revisi UU ITE yang tengah disusun DPR RI. Karena itu, Koalisi menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Revisi UU ITE kepada DPR RI, Jumat (28/1).

Perwakilan Koalisi Serius Revisi UU ITE Damar Juniarto mengatakan pihaknya sudah mengkaji aturan tersebut dengan melibatkan analisis pakar linguistik forensik dan pakar hukum pidana. Mereka melihat terdapat hal yang janggal dalam pasal-pasal revisi dan pasal-pasal tambahan yang diusulkan pemerintah kepada DPR RI.

BACA JUGA: Revisi UU ITE Masuk Prolegnas Prioritas 2022, Hemi Lavour Febrinandez Merespons

"Secara umum koalisi menilai draf Revisi UU ITE perbaikan kedua yang diusulkan pemerintah masih mempertahankan pasal-pasal yang bermasalah dan menambah sejumlah pasal baru yang berpotensi mengancam hak konstitusional warga," kata dia dalam siaran pers, Minggu (30/1).

Direktur Eksekutif SAFEnet itu juga menilai dalam draf revisi UU ITE perbaikan kedua itu memiliki banyak kelemahan yang fundamental, terutama masih adanya pasal-pasal yang multitafsir dan penerapan hukum pidana yang berlebihan.

BACA JUGA: Chandra Sebut Pernyataan Menag Yaqut Bernuansa SARA, Bisa Kena UU ITE

Dia mencontohkan pemerintah masih mempertahankan pasal kesusilaan (pasal 27 ayat 1), perjudian (pasal 27 ayat 2), pencemaran nama (pasal 27 ayat 3), pengancaman (pasal 27 ayat 4), berita bohong yang menimbulkan kerugian konsumen (pasal 28 ayat 1 dan 2), ujaran kebencian atas dasar SARA (pasal 28A ayat 1 dan 2), pengancaman (pasal 29), pemberatan perbuatan pada pasal 30 sampai 34 (pasal 36).

Sementara itu, norma baru yang dimasukkan pemerintah ialah pasal yang mengatur tentang pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran (pasal 28A ayat 3).

BACA JUGA: Pemerintah Ingin Revisi UU ITE, Begini Sikap NasDem

"Melalui DIM ini koalisi memberikan masukan perbaikan secara menyeluruh atas isi UU ITE, tidak terbatas pada revisi pasal-pasal yang diusulkan pemerintah semata," kata dia.

Damar menjelaskan ada 29 poin masukan yang disusun oleh koalisi, terdiri dari dua poin masukan pada bagian pertimbangan, satu poin pada bagian mengingat, dan 26 poin pada pasal-pasal UU ITE, baik dari naskah revisi yang dikirimkan pemerintah maupun pasal-pasal yang telah lama ada dalam UU ITE Tahun 2016 yang perlu untuk diperbaiki.

"Koalisi menyoroti fakta bahwa tidak berubahnya perspektif pemerintah dalam upayanya mendekati persoalan yang muncul dalam ranah digital. Perspektif yang digunakan masih punitive karena dalam rumusan perbuatan yang dilarang tidak ada asas restorative justice dan diversi dalam penyelesaian dugaan tindak pidana ITE," kata dia.

Jebolan Universitas Indonesia itu juga menerangkan pidana adalah ultimum remedium, upaya akhir yang harus dilakukan apabila tidak ditemukan jalan keluar penyelesaian perkara antara pelaku dan korban.

Menurut Damar, seharusnya mekanisme ini dimasukkan dalam revisi UU ITE agar penyelesaian perkara dugaan tindak pidana dimungkinkan diselesaikan antara pelaku dan korban. Apalagi dorongan restorative justice menguat pada isi Surat Kesepakatan Bersama tiga lembaga antara kepolisian, kejaksaan, Kominfo, serta dalam Surat Edaran Kapolri sebelumnya.

"Begitu juga dengan mekanisme banding yang seharusnya ikut dimuat dalam revisi UU ITE ini. Koalisi juga mencermati dalam draf revisi ini, pemerintah tidak menggunakan kesempatan untuk memperbaiki keseluruhan isi UU ITE yang bermasalah dan hanya mendasarkan perubahan-perubahan atas banyaknya kontroversi yang terjadi," kata dia.

Pendiri Forum Demokrasi Digital itu juga memandang perbaikan yang dilandasi pada isu kontroversi ini bukanlah perbuatan yang bijak dan holistik dalam melihat persoalan. Oleh karena itu, dengan berbagai persoalan di dalam revisi usulan pemerintah terhadap UU ITE itu, koalisi meminta DPR RI untuk benar-benar melakukan kajian secara hati-hati dan menyeluruh.

"Bisa menggunakan DIM yang dikirimkan koalisi sebagai bahan acuan dalam mempertimbangkan, memperbaiki, dan merumuskan bunyi pasal pengaturan yang lebih baik dan tepat, sehingga persoalan-persoalan multitafsir dan pemidanaan berlebihan tidak terjadi lagi di masa mendatang," tandas dia. (tan/jpnn)

 

Simak! Video Pilihan Redaksi:

Redaktur : Adil
Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler