Kobe Shimbun. Koran yang Sudah 120 Tahun Tak Pernah Libur

Edisi Gempa Selamatkan Nyawa Nenek Putus Asa

Rabu, 04 Maret 2009 – 07:31 WIB

Berprinsip tiada hari tanpa koran, Kobe Shimbun, harian lokal asal Kobe, Provinsi Hyogo, mampu bertahan lebih dari seabadBahkan, saat terjadi gempa besar sekalipun para awak tetap bersikeras untuk tetap terbit

BACA JUGA: Theresia Mastai, Kapolsek yang Menyamar di Klinik Aborsi Ibu Kota

Berikut laporan RIDLWAN HABIB yang baru tiba dari Jepang.



SUARA mesin ketik berderap seirama
Hilir mudik orang membawa tumpukan kertas dan teriakan khas di sana sini menambah riuh ruangan

BACA JUGA: Pernikahan Masal Warga Mualaf Suku Tengger

''Anda berkunjung pada saat jam menjelang deadline edisi sore
Jadi, ya tahu sendiri kan suasananya,'' ujar Takanashi Ryutaro, pemimpin redaksi Kobe Shimbun, kepada Jawa Pos

BACA JUGA: Belajar dari Orang Jepang Bagaimana Bersiap Sambut Bencana (2)



Markas besar koran lokal yang terbit di Prefecture (Provinsi) Hyogo itu berada di gedung 18 lantai yang terletak di tengah kota KobeKobe Shimbun hanya menggunakan tiga lantai untuk news room (redaksi), iklan, pemasaran, dan direksiSisanya, 15 lantai yang lain, disewakan untuk umum

''Setiap hari kami memang terbit dua kaliEdisi pagi dan edisi sore,'' kata Takanashi.

Tiras pagi koran berhuruf kanji dan berbahasa Jepang itu tembus 560.000 eksemplar, sedangkan yang sore 260.000Jadi, kalau ditotal, oplah hariannya 820 ribu eksemplar''Penduduk Hyogo ini 4,5 jutaKami memang satu-satunya koran lokal di siniTapi, bukan berarti tak ada saingan,'' kata pria bertinggi badan 190 cm itu

Koran-koran nasional seperti Asahi Shimbun dan The Daily Yomiuri juga beredar di kawasan itu''Tapi, kami bersyukur karena mayoritas warga Kobe tetap memilih kami,'' kata pria yang berkarir sebagai wartawan sejak 1990 itu

Loyalitas warga Kobe muncul karena Kobe Shimbun memang all-out menyajikan berita-berita lokalBahkan, kegiatan-kegiatan menarik di sekitar SD atau SMP pun mendapat ruang di koran yang di pasar eceran dijual 110 yen (sekitar Rp 12.600) itu''Kami lebih menonjolkan berita kegiatan wargaTokoh-tokoh senior yang sudah berusia lanjut di Kobe juga sering kami tulis di rubrik khususTerrnyata itu diminati,'' katanya

Meski ada internet, minat baca masyarakat terhadap koran masih tinggiBahkan, saat krisis menghantam Negeri Sakura seperti sekarang, Kobe Shimbun tetap tumbuh''Memang, jumlah pemasang iklan turunTapi syukur, pelanggan justru bertambah,'' kata Takanashi, lalu tersenyum

Miyazawa Shiyu, wakil direktur produksi Kobe Shimbun, yang juga ikut menemani Jawa Pos berkeliling menambahkan, selain segmen orang lanjut usia (populasi meningkat seiring naiknya tingkat harapan hidup), koran ini juga menyasar orang-orang muda''Karena itu, kami juga membuat tabloid khusus olahragaNamanya Daily SportsItu bahkan sampai luar Hyogo dan dibaca sampai Tokyo (430 kilometer dari Kobe),'' tuturnya bangga

Menurut pria ramah itu, anak-anak muda cenderung tak suka berita-berita keras seperti hukum, politik, atau kriminalitas''Tapi, mereka sangat suka bicara baseball atau basket,'' katanya

Untuk itu, Miyawaza merekrut 120 reporter baru khusus orang muda''Jadi, total pegawai kami di sini 900 orangItu sudah termasuk staf dan bagian percetakanDi antara jumlah itu, 250 reporter adalah karyawan tetap,'' katanya

Kebetulan, Jawa Pos membawa rubrik Evergreen di kopel halaman MetropolisPria yang mengontrol iklan dan marketing itu tampak tertarikSetelah dijelaskan bahwa rubrik itu disajikan bagi warga berusia di atas 50 tahun, Miyawaza pun tersenyum''Wah, saya sudah bisa masuk di rubrik koran Anda,'' katanya, lalu terkekeh

Kobe Shimbun didirikan di kota Kobe pada 11 Februari 1889Awalnya hanya diawaki 49 orang pekerja''Sejak tahun itu kami tak pernah berhenti terbit,'' ujar Miyawaza.

Saat gempa besar terjadi di Kobe pada 17 Januari 1995, gedung kantor Kobe luluh berantakan''Dulu belum 18 lantai, masih sederhanaSemua komputer, alat-alat kantor, hancur,'' kata Takanashi mengenang

Saat bencana besar itu terjadi, pria yang lancar berbahasa Inggris itu menjadi wartawanBahkan, dia baru lima tahun bergabung di Kobe Shimbun''Tempat tinggal saya juga robohAwalnya saya panikTapi, insting jurnalis saya bilang, ini harus dikabarkan ke dunia,'' katanya

Karena itu, Takanashi langsung berusaha pergi ke kantor pusatTapi, itu tak mudahSeluruh jalan rusakDan, yang paling repot, Kobe Bridge, jembatan utama yang membelah selat Kobe (Kobe adalah kota pelabuhan), ikut putus

Gempa terjadi pagi pukul 05.46Karena semua infrastruktur berantakan, Takanashi baru tiba di kantor pukul 10.00Padahal, biasanya dia hanya membutuhkan waktu 15 menit sampai kantorDi sana semua awak redaksi ternyata sudah kumpulTermasuk Miyawaza yang saat itu menjadi redaktur.

''Kami tetap memutuskan terbitUntunglah, sebelum gempa terjadi, kami sudah ada semacam kerja sama dengan Kyoto Shimbun, koran lokal Kyoto yang jaraknya 75 kilometer dari Kobe

Kobe Shimbun edisi sore, hari yang sama dengan kejadian, akhirnya terbitMeski hanya empat halaman''Isinya tidak semua laporan kami karena terbatasKami juga dibantu Kyodo News Agency (kantor berita),'' kata Takanashi sambil menunjukkan koran bersejarah itu

Mereka memasang foto depan, jembatan dan tol yang putus disertai judul Gempa Besar Terjadi, 203 Mati, 331 LukaTernyata, esok harinya, setelah seluruh media di Jepang menerjunkan reporter ke Kobe, baru diketahui bahwa korban meninggal tembus 6 ribu dan puluhan ribu luka-luka''Saat itu tidak ada listrik, televisi dan radio matiKami hanya punya empat telepon satelit yang masih bisa digunakan,'' tuturnya

Ternyata koran edisi gempa Kobe itu menyelamatkan banyak nyawaMisalnya, seorang ibu tua yang ditemui Takanashi di barak pengungsian tiga hari setelah gempaIbu itu mengaku putus asa sesaat setelah gempa''Dia bilang, rumah saya hancur, kompor meledak dan membakar dapurTapi, tidak ada pemadam atau petugas yang datang menolong,'' kata Takanashi.

Esok harinya ibu itu secara kebetulan menemukan edisi Kobe Shimbun sore yang memasang foto jembatan putus''Saya sudah berniat harakiri (bunuh diri)Tapi, setelah saya membaca itu, saya sadar bahwa gempa ini besar sekali dan semua menyelamatkan diri sendiri,'' katanya

Pada edisi hari kedua Kobe Shimbun (yang masih di-lay-out di Kyoto), mereka menuliskan artikel kecil tentang kebutuhan sukarelawan mendampingi orang-orang tua yang kehilangan keluarga''Siang harinya puluhan orang datang ke kantor kami menyatakan mendaftar, besoknya semakin banyak,'' ujarnya

Takanashi dan teman-teman di jajaran redaktur sekarang memberikan rubrik khusus di Kobe Shimbun yang memuat tentang bencana alam dan memori para korban yang selamat

''Kami yakin, media punya peran besar jika terjadi lagi hal yang sama masyarakat sudah siapRata-rata korban jatuh karena ketidaktahuanKarena itu, kami tetap konsisten memberitakan tentang bencana,'' kata pria yang mengawali karir sebagai reporter pendidikan dari SD ke SD itu(el)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Belajar dari Orang Jepang Bagaimana Bersiap Sambut Bencana (1)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler