Kombespol Harry Kurniawan, Sosok yang Sabar Meredam Kerusuhan 22 Mei

Minggu, 26 Mei 2019 – 08:13 WIB
Kombes Harry Kurniawan. Foto: Rian Alfianto/Jawapos.com

jpnn.com - Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombespol Harry Kurniawan berdiri di atas mobil komando, berupaya meredam massa aksi 22 Mei 2019 di depan kantor Bawaslu, yang mulai bertindak rusuh. Lewat pelantang suara di tangan, dia memohon kepada mereka yang ada di seberang.

SUGIH M., ANDRI B.S., MASRIA P., FERLYNDA P., Jakarta

BACA JUGA: Abdul dan Ismail tak Bisa Berbuat Apa – apa saat Dagangannya Dijarah Perusuh 22 Mei

”Pak Ustaz, bantu kami. Kami bertahan, tolong para korlap bantu kami. Tolong jangan lakukan ini,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat itu.

Massa demonstran yang berada di seberang barikade pengamanan yang dilakukan polisi tampak mendengar seruan itu.

BACA JUGA: Demi Kemanusiaan, LBH Bang Japar Buka Crisis Center Advokasi Pasca-Aksi 22 Mei

”Jangan lakukan itu teman, kami bertahan Pak Ustad, jangan disusupi orang-orang yang tak ingin aksi damai ini. Pak Ustad bantu kami, korlap bantu kami,” kata Harry lagi.

Seruan-seruan dari pria yang menjabat Kapolres Metro Jakarta Pusat sejak Februari lalu itu mendinginkan suasana. Massa menjadi lebih tenang. Ketegangan pun agak mereda.

BACA JUGA: Gerindra Bentuk Tim Investigasi Ambulans Isi Batu Aksi 22 Mei

BACA JUGA: Abdul dan Ismail tak Bisa Berbuat Apa – apa saat Dagangannya Dijarah Perusuh 22 Mei

Saat ribuan orang yang menolak hasil Pemilu Presiden 2019 turun ke jalanan Jakarta sejak Selasa malam (21/5), ada banyak sosok seperti Harry yang bertebaran di mana-mana. Mereka yang dengan peran masing-masing ikut menjaga ibu kota sehingga keadaan yang lebih buruk terhindarkan.

Banyak sosok yang berjasa tapi mungkin hanya beberapa yang tersorot kamera. Yang disebut di sini pun cuma sebagian di antara mereka.

Harry kebetulan memang dikenal dekat dengan kalangan ulama dan pesantren. Selama dua tahun bertugas sebagai Kapolres Metro Tangerang sebelum pindah ke Jakarta, dia menjalankan program bedah rumah marbot masjid dan program polsantren (polisi sambang pesantren).

Melalui program bedah rumah, alumnus Akpol angkatan 1995 itu membedah dan memperbaiki rumah marbot-marbot masjid dan pemandi-pemandi jenazah di Tangerang.

Sementara itu, program polsantren merupakan upaya silaturahmi antara jajaran kepolisian dan pesantren, pengajian, majelis taklim, dan masyarakat.

”Upaya ini merupakan wujud dari semboyan saya yang selalu ditanamkan pada anak buah agar menjadi polisi yang pandai ’menembak’ hati rakyat,” terangnya.

Selain Harry, di antara ribuan polisi yang bertugas, juga ada Ridho Vernando. Di tengah rasa lelahnya, Brimob berpangkat bharatu asal Padang, Sumatera Barat, itu masih menyempatkan diri menghibur para kolega dan awak media. Dengan cara bermain sulap.

Seperti pada Rabu malam lalu itu, situasi pun jadi cair ketika Ridho unjuk kebolehan. ”Inisiatif saya untuk menghibur rekan-rekan yang kecapekan dan mencoba berinteraksi agar tidak terjadi kejenuhan di sela-sela tugas. Saya bahagia melihat semua terhibur,” ucap Ridho yang menekuni sulap sejak 2008 itu.

Demi turut menjaga Jakarta, dia harus meninggalkan keluarga di Padang sejak 17 Mei. Namun, dia mengaku bisa berangkat dengan tenang.

”Ada doa dari istri yang mengiringi agar saya mendapat perlindungan dan keselamatan saat bertugas menjaga NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),” ucapnya.

Yang juga tak kalah berkeringat menjaga keamanan wilayah adalah Lurah Kebon Kacang Aiman Abdul. Kebetulan kelurahan yang dia pimpin bertetangga dengan Kelurahan Gondangdia tempat kantor Bawaslu berada. Dan, di sekitar kantor Bawaslu itulah demonstran memusatkan kekuatan.

Sejak Senin malam, pria yang berdomisili di Bekasi, Jawa Barat, itu memilih menginap di kantor tempat bekerja. Agar bisa terus memantau kondisi wilayah.

Pada saat kerusuhan meletus, banyak pendemo yang berhamburan ke kampung warga di wilayah yang dipimpin Aiman. ”Untungnya, tidak ada warga saya yang menjadi korban dalam aksi tersebut,” katanya.

Aiman pun bersyukur bahwa tugasnya dapat berjalan lancar. ”Kekhawatiran meninggalkan keluarga ada. Tapi, tugas lebih utama demi kepentingan dan pelayanan kepada warga,” ucapnya.

Seperti keluarga Aiman, istri dan anak-anak Syaiful Makmur Barus sejatinya juga berat melepas kepergian sang kepala keluarga. Yang harus bertugas membersihkan Jalan Jati Baru yang terdampak aksi kerusakan pada 22 Mei.

”Istri khawatir karena dia menganggap kondisi belum sepenuhnya kondusif,” kata Syaiful, salah seorang petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU).

BACA JUGA: Pengakuan Mengejutkan Ketua KPPS yang Merusak Surat Suara

Namun, karena sudah panggilan tugas, bersama 62 petugas lain, dia turun membersihkan jalan. Walaupun kedua mata harus menahan perih dan sedikit sesak karena aroma gas air mata yang masih kental terasa.

”Saat kerusuhan, kami sedikit menghindari, tapi tetap monitoring. Setelah kondusif, baru lakukan pembersihan dengan dikawal aparat keamanan,” katanya.

PPSU Kelurahan Kebon Sirih Bambang turut bertugas membersihkan kawasan Bawaslu. Karena pernah bertugas saat terjadi bom Sarinah beberapa tahun lalu, dia sudah siap mental. ”Terpenting, kami tetap harus menjaga diri saat bertugas,” ucapnya.

Kejelian dan kecepatan dalam bertugas juga harus diperhatikan benar oleh para tim medis seperti dr Rizky Futari Renggana dan timnya dari RSUD Tarakan.

Misalnya, saat menolong korban bernama Syaifullah. ’’Korban melambaikan tangan meminta bantuan. Cuma ketutup tumpukan barang bekas, jadi yang kelihatan hanya tangannya,’’ ujar Tatang Sotani, anggota tim RSUD Tarakan, menceritakan ulang yang dikatakan petugas kebersihan yang menemukan Syaifullah.

Tatang dkk harus terus bersiaga. ”Awalnya sih ditugasin mulai 21 sampai 25 Mei, tapi diperpanjang sampai 28 Mei kayaknya. Tapi, kami sistemnya gantian, nanti pukul 19.00 ada yang ganti,” jelasnya. (*/c10/ttg)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPAI Desak Polri Usut Tuntas Korban Anak saat Kerusuhan 22 Mei


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler