Komisaris Kuat, BUMN Sehat

Oleh: M. Muchlas Rowi

Senin, 07 Desember 2020 – 15:38 WIB
Dosen Manajemen Institut Bisnis Muhammadiyah (IBM) Bekasi, Muchlas Rowi. Foto: Dokpri

jpnn.com - ADA strategi hebat yang akan dilancarkan Kementerian BUMN untuk memperkuat performa perusahaan-perusahaan BUMN. Kementerian BUMN akan memperkuat peran komisaris di perusahaan milik negara pada 2021 mendatang.

Tentu saja upaya tersebut tidak bisa kita pahami hanya sebatas dalam konteks bagaimana menempatkan orang per orang dalam pos-pos perusahaan BUMN. Tetapi lebih bagaimana membangun perusahaan BUMN dengan visi yang jelas dan jauh ke depan.

BACA JUGA: DPR: Implementasi Roadmap BUMN Jadi Bukti Peran Negara Dalam Mengelola Aset

Saya langsung teringat dengan ungkapan Menteri BUMN Erick Thohir dalam sebuah kesempatan wawancara di sebuah stasiun televisi di awal kepemimpinan pria kelahiran Jakarta, tahun 1970 ini.

Menurutnya, dari sekian model tata kelola yang bisa kita adopsi untuk membangun bisnis atau institusi apa pun adalah dunia olahraga, terutama sepak bola.

BACA JUGA: 2 BUMN Siapkan Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Covid-19

Sebagai orang yang pernah juga aktif di dunia sepa kbola, saya pun langsung paham apa yang ia maksudkan. Bahwa ketika membangun sebuah klub atau institusi bisnis, maka kita butuh strategi yang jitu, tim yang kompak, dan tujuan (goal) yang jika meminjam istilah George T. Doran, specific, measurable (terukur) achievable (dapat dicapai), relevant, dan time-based (tenggat waktu) atau S.M.A.R.T.

Dalam konteks inilah, upaya penguatan komisaris BUMN bisa kita pahami. Bahwa langkah tersebut sejatinya untuk menyelaraskan strategi, tim, dan tujuan yang telah ditetapkan oleh Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir. Atau seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo, yaitu mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri dan job creation.

BACA JUGA: Tokoh Papua Ingatkan Benny Wenda Jangan Mencari Sensasi

Dalam konteks strategi, penguatan posisi komisaris memang mutlak dilakukan. Pasalnya, peran komisaris seperti tertuang dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, adalah untuk mengawasi dan memberi masukan kepada para direksi dalam menjalankan kepengurusan perusahaan, belum berfungsi secara maksimal (pasal 31).

Begitu juga terkait kewenangan para komisaris dalam membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya (pasal 70 ayat 1) juga belum maksimal.

Kabar baiknya, selain memperkuat peranan komisaris, BUMN juga akan mengadopsi struktur tata kelola dan manajemen risiko bank BUMN ke perusahaan pelat merah lainnya.

Ini penting, agar tata kelola dan manajemen risiko seluruh BUMN lebih baik ke depan.

Kita memang tahu, jika manajemen risiko di perbankan sangat ketat. Dan tentu saja itu berbeda dengan BUMN sektor lain.

Upaya mereplikasi struktur tata kelola dan manajemen risiko tersebut, akan membuat keberadaan komite audit dan komite manajamen risiko dalam jajaran komisaris dapat meningkat peranannya ketika mengawasi kinerja BUMN.

Implementasi tata kelola dan manajemen risiko yang direplikasi misalnya adalah proses investasi di industri perbankan. Dimana direktur keuangan pada perusahaan BUMN dapat merangkap tugas sebagai pengelola manajemen risiko perusahaan.

Sejak awal, Menteri Erick tahu betul, jika untuk mengelola 142 perusahaan dan 800-an anak-cucu perusahaan BUMN tidaklah mudah. Dibutuhkan visi korporasi yang lincah (agility) dan non birokratif.

Kenapa demikian, karena lama sekali kita mendengar bahwa ada kesan ketika kementrian berpatner dengan perusahaan BUMN, maka visinya bukan korporasi, melainkan birokrasi.

Belum lagi, dengan adanya fakta bahwa profit triliunan rupiah yang dihasilkan ternyata disumbangkan hanya oleh belasan perusahaan. Maka penting untuk melakukan efisiensi.

“Harus kita ciutkan, namun sehat,” begitu biasa dikatakan Menteri Erick.

Hal lain yang juga penting dari upaya penguatan komisaris ini adalah poin kolaboratif yang menjadi salah satu unsur ‘AKHLAK’ sebagai core value BUMN. Jadi tidak ada salahnya jika ada pihak swasta yang ingin berpatner secara profesional, dan itu artinya BUMN harus membuka diri.

Ini penting, terutama dalam masa pandemi Covid-19, karena selain harus berperan aktif dalam memulihkan ekonomi dan kesehatan masyarakat, BUMN juga dituntut untuk menjaga kesehatan perusahaan secara finansial.

Dalam konteks ini, kita pun tahu, ketika Menteri Erick mengakuisisi kepemimpinan di Klub Sepak bola ternama Italia, Intermilan, secara keuangan menjadi lebih sehat dan menguntungkan.

Sangat diharapkan, upaya penguatan komisaris perusahaan BUMN di tahun 2021 mendatang yang dilakukan Menteri Erick juga berdampak secara positif terhadap keuangan BUMN. Karena tanpa BUMN yang sehat, maka mustahil BUMN bisa berperan dalam pemulihan ekonomi maupun dalam pemulihan kesehatan.(***)

Penulis adalah Dosen Manajemen Institut Bisnis Muhammadiyah (IBM) Bekasi


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler