jpnn.com, JAKARTA - Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan dari Fraksi Golkar, Firman Subagyo mengingatkan Komisi II DPR untuk tidak mengabaikan hasil Rapat Koordinasi (Rakor) di Kantor Wapres Jusuf Kalla pada Selasa (20/8) dalam kaitan mencari penyelesaian menyeluruh dari RUU Pertanahan yang belakangan banyak dikritik akademisi dan sejumlah kalangan.
“Kami khawatir jika hasil Rakor yang sudah mengakomodasi semua kepentingan kementerian itu diabaikan maka akan menimbulkan persoalan baru,” ujar Firman Subagyo, Jumat (23/8) menjawab pertanyaan mengenai perkembangan pembahasan RUU Pertanahan tersebut.
BACA JUGA: Jangan Sampai Pemindahan Ibu Kota Jadi Proyek Mangkrak
Firman yang kini duduk di Komisi II DPR ini menilai langkah Presiden Joko Widodo untuk meminta Wapres Jusuf Kalla dan Menko Perekonomian sudah tepat. Untuk diketahui, Rakor di Kantor Wapres, pembahasan selanjutnya juga digelar di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (22/8).
“Alur pembahasan di Kantor Wapres dan juga Kantor Kemenko Perekonomian sudah melibatkan semua kementerian yang terkait dengan RUU Pertanahan ini,” kata Firman.
BACA JUGA: Sutriyono: Pemerintah Harus Satu Suara Soal RUU Pertanahan
Adapun kementerian tersebut adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Pada Rakor di Kantor Wapres, Jusuf kalla telah meminta setiap kementerian untuk menyusun tugasnya yang terkiat dengan pertanahan dan lahan sambil meneliti pasal-pasal dalam RUU ini. Kemudian Jusuf Kalla meminta Menko Perekonomin Darmin Nasution untuk mengkordinasi dan mensinkronkan antarkementerian dan lembaga.
BACA JUGA: Firman Subagyo Usulkan Penerbitan Surpres Baru untuk RUU Pertanahan
Mengenai hasil rakor di Kantor Kemenko Perekonomia, anggota Panja RUU Pertanahan yang juga anggota Komisi II Firman Subagyo mengungkapkan, dari informasi yang diperolehnya, hasil Rakor di Kantor Kemenko Perekonomian, ada titik terang penyelesaian RUU Pertanahan ini.
Firman Subagyo mendapatkan informasi bahwa Menko Perekonomian Darmin Nasution menegaskan tidak boleh ada UU yang ditabrak dan tidak boleh ada urusan atau kewenangan kementerian lain yang diambil oleh Menteri ATR. Karena UU yang sudah ada dan prakteknya sudah berlangsung lama dalam sistem kerja dalam puluhan tahun.
“Untuk single land administration syatem bisa dirancang seperti desain Kemenko dan bisa diatur di mana data dan informasi bisa saling di berikan. Jadi tidak ada masalah tentang sistem data dan informasinya,” ungkap Firman Subagyo menambahkan.
Selanjutnya Firman Subagyo juga memperoleh informasi bahwa Menko Perekonomian darmin Nasution mengatakan, hal-hal berkenaan dengan pasal per pasal akan dicheck oleh Tim Kecil Kemenko Perekonomian dan akan disisir satu persatu dengan memperhatikan catatan semua kementerian, termasuk catatan-catatan keberatan pemerintah daerah yang disampaikan oleh Mendagri Tjahjo Kumolo.
Rakor mengenai RUU Pertanahan ini akan dilanjutkan pada Senin mendatang di Kantor Kemenko Perekonomian, sebelum digelar rapat di Kantor Wapres lagi. Jika semuanya sudah sinkron, selanjutnya akan dilaporkan kepada Presiden.
Tunda Pembahasan
Berkenaan dengan hasil rakor di kantor Wapres dan Kemenko Perekomian tersebut, Firman Subagyo selaku anggota Panja RUU Pertanahan dan juga anggota Komisi II DPR, meminta agar pembahasan RUU ini ditunda, sambil menunggu kemungkinan adanya Surat Presiden (Surpres) baru sebagai revisi dari Surpres yang melibatkan lintas kementerian .
“Setidaknya, jika tidak ada Surpres baru, DIM-DIM (daftar isian masalah) dari pemerintah harus ditandatangani oleh setiap kementerian yang terlibat pembahsan. Dengan demikian, tidak akan terjadi manipulasi terhadap DIM-Dim yang disepakati,” ujar Firman Subagyo.
Sebelumnya, dalam tanggapan pers, Firman Subagyo pernah mengingatkan, pembahasan RUU Pertanahan yang belum melibatkan semua kementerian terkait, jangan dipaksakan untuk disahkan. Sebab, implikasinya, bagaimana proses-proses hukum kasus sengketa lahan/tanah yang sedang berjalan, itu harus tetap dilakukan pemegakkan hukum. Jika RUU ini disahkan, bukan tidak mungkin kasus yang berjalan akan menguap.
Firman mencontohkan, sengketa lahan yang tak jauh dari Jakarta misalnya menyangkut pembangunan kawasan terpadu Meikarta dan sejumlah sengketa lahan/tanah yang melibatkan banyak pengembang. Belum lagi banyaknya perusahaan tambang yang melakukan penambangan tanpa izin di Sulawesi.
“Jangan sampai UU Pertanahan nanti melegalisasi kasus-kasus yang belum selesai, sebab di dalam UU Kehutanan, soal pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan tidak dikenal istilah pemutihan.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tolak Pemindahan Ibu Kota, Gerindra Yakin Didukung Mayoritas DPR
Redaktur & Reporter : Friederich