jpnn.com - JAKARTA –Komisi II DPR RI siap membahas wacana jadwal pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 dimajukan dari rencana semula digelar 27 November 2024.
Wacana yang berkembang, jadwal pemungutan suara Pilkada 2024 dimajukan September agar terjadi keserentakan pelantikan kepala daerah-wakil kepala daerah terpilih, paling lambat Januari 2025.
BACA JUGA: MIPI: Harus Ada Regulasi Pelantikan Serentak Kada Hasil Pilkada 2024
Hal tersebut demi terciptanya sinkronisasi perencanaan pembangunan di level nasional dengan tingkat lokal atau daerah.
Jika pemungutan suara pilkada serentak 2024 tetap digelar November, ada potensi di beberapa daerah pelantikan kada-wakada terpilih molor akibat adanya sengketa hasil pilkada yang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK).
BACA JUGA: Prof Siti Zuhro: Pelantikan Kada Hasil Pilkada 2024 jadi Masalah Krusial jika Tidak Ditata
Guspardi mengatakan, wacana tersebut akan dibicarakan antarfraksi-fraksi di Komisi II DPR, juga bersama Mendagri Tito Karnavian.
“Nanti kita musyawarahkan apakah tetap 27 November atau dimajukan. Nanti kita diskusikan dengan fraksi-fraksi di Komisi II dan pemerintah,” ujar Guspardi Gaus saat webinar mingguan Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) bertema "Mengawal Keselarasan Pilkada Serentak dengan Manajemen Perencanaan Pembangunan Tahun 2024-2029", Sabtu (26/8).
BACA JUGA: Eks Ketua Bawaslu: Pelantikan Kada Hasil Pilkada 2024 Harus Serentak, Perlu Perppu
Lebih lanjut Guspardi mengakui, bicara pelaksanaan pilkada serentak, mestinya pelantikan kepala daerah-wakil kepala daerah juga dilakukan secara serentak.
“Tidak hanya soal keserentakan pilkada yang perlu kita bicarakan, tetapi juga tentang keserentakan rentang waktu pelaksanaan pelantikan. Gunanya apa? Gunanya adalah agar manajemen perencanaan pembangunan 2024-2029 itu (bisa sinkron), bagaimana pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota saling sinergi,” kata anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI itu.
Dia menyatakan Komisi II DPR siap membahas regulasi terkait soal pelantikan serentak dimaksud.
“Sudah saya sampaikan di beberapa massa media, kita buat aturan main berkaitan dengan pelaksanaan pelantikan itu,” katanya.
Soal apakah keserentakan pelantikan itu harus dengan memajukan jadwal Pilkada 2024, kata Guspardi, masih harus dibahas lagi di internal Komisi II DPR, yang dilanjutkan dengan pembahasan dengan pemerintah.
Lebih lanjut, Guspardi mengatakan, perlu juga masalah ini dibahas dengan MK yang punya kewenangan menyidangkan perkara sengketa hasil pilkada, agar prosesnya tidak berlarut-larut.
Sekjen MIPI Baharuddin Thahir mengatakan, Pilkada Serentak 2024 sudah mau dilakukan, tetapi regulasi yang mengatur pelantikan serentak belum banyak dipikirkan.
Padahal merujuk pada pengalaman pilkada-pilkada sebelumnya, sengketa bisa terjadi jika pelantikan dan regulasinya tidak ditetapkan. Untuk itu, kepastian kapan kepala daerah terpilih ini akan dilantik sangat dibutuhkan.
Bahar mengatakan, penetapan penjabat (Pj.) yang marak ditetapkan sejak 2022 sifatnya hanya sementara, dan pada 31 Desember 2024 nanti semua Pj. kepala daerah berakhir masa jabatannya.
Jika kesementaraan ini terus berjalan di daerah, maka akan terjadi potensi ketidakstabilan.
Belum lagi tugas pokok dan fungsi pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan dasar bisa terhambat.
Dosen FISIP Universitas Sam Ratulangi Ferry Daud Liando selaku narasumber menjelaskan, sinergisitas program perencanaan pembangunan nasional cenderung tidak efektif akibat perbedaan periodisasi gubernur dan bupati/wali kota.
Sebagai solusinya perlu penyeragaman periodisasi masa jabatan dan pelantikan semua kepala daerah terpilih pada Pilkada Serentak 2024.
Diketahui, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tidak mengatur soal pelantikan secara serentak kepala daerah-wakil kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024.
Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Profesor Siti Zuhro setuju masalah pelantikan serentak yang tidak diatur di UU Pilkada dibuatkan pengaturan lebih lanjut.
“Usulan pelantikan dilakukan serentak untuk disesuaikan dengan perencanaan Pembangunan tahun 2024-2029 adalah relevan dan urgen untuk dibahas. Khususnya terkait dampak-dampak positifnya,” ujar Prof Siti Zuhro saat menjadi narasumber webinar tersebut.
Prof Siti mengatakan,” Pelantikan kepala daerah-wakil kepala daerah akan menjadi masalah krusial bila tidak ditata secara memadai.”
Argumen yang disampaikan Prof Siti, bahwa Indonesia menerapkan sistem presidensial yang ditopang oleh negara kesatuan (unitary state).
Penguatan sistem presidensial, lanjutnya, tidak hanya melalui check and balance, tetapi juga dengan memperkuat sinergi dan koordinasi antarjenjang pemerintahan melalui pembangunan yang sinergis dan integrated.
“Karena itu pilkada serentak 2024 dan pelantikannya perlu berkesesuaian dengan design makro tersebut,” kata Mbak Wiwiek, panggilan akrabnya. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu