jpnn.com, JAKARTA - Komisi III DPR bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) kembali melanjutkan pembahasan atas Revisi Undang-undang (RUU) KUHP dan RUU Pemasyarakatan, setelah sempat tertunda pada 2019 lalu.
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa mengungkapkan keputusan tersebut diambil seiring dengan telah dilakukannya sosialisasi oleh Kemenkumham atas sejumlah pasal yang sebelumnya dianggap kontroversi kepada masyarakat.
BACA JUGA: Pemerintah Usulkan DPR Menghapus Dua Pasal dalam RUU KUHP, Apa Itu?
"Komisi III melalui pimpinan DPR akan bersurat kepada presiden untuk melanjutkan pembahasan ke tahapan selanjutnya," kata Desmond seusai memimpin rapat dengar pendapat pembahasan RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej, Rabu (25/5).
Dia menyebutkan sosialisasi pasal-pasal kontroversi itu, seperti pasal penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.
BACA JUGA: Hidayat Nur Wahid Desak RUU KUHP soal LGBT Segera Disahkan Pemerintah dan DPR
Pada RUU KUHP ini, lanjut Desmond, pasal tersebut diubah dari delik bersifat biasa menjadi delik aduan.
Pada mekanismenya pengaduan harus dilakukan sendiri oleh presiden atau wakil presiden secara tertulis.
BACA JUGA: Pencabutan Pasal 282 dari RUU KUHP Beri Angin Segar untuk Advokat
"Jadi kalau penghinaan atau penyerangan martabat presiden dan wakil presiden, itu harus dilaporkan sendiri melalui laporan tertulis oleh presiden atau wakil presiden. Tidak boleh oleh orang lain," terangnya.
Dalam rapat tersebut, Wamenkumham Edward Omar Sharif mengungkapkan sejumlah pasal kontroversi, di antaranya pasal 219 tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, pasal 278 tentang pembiaran unggas, pasal 304 tentang penodaan agama, pasal 414 tentang mempertunjukkan alat kontrasepsi.
Kemudian pasal 417 tentang perzinahan, pasal 418 tentang kohabitasi, pasal 432 tentang penggelandangan, pasal 470 tentang aborsi, serta pasal 604 tentang tindak pidana korupsi.
"Secara keseluruhan sudah kami sosialisasikan dengan masyarakat," kata Edward.
Tak hanya itu, lanjut Edward, pemerintah dalam hal ini Kemenkumham telah mempertimbangkan masukan masyarakat sehingga dilakukan reformulasi rumusan pada pasal terkait penodaan agama.
"Jadi hanya tiga perbuatan yang diatur, yaitu melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, menyatakan kebencian atau permusuhan dan menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan atau diskriminasi terhadap agama, orang lain, golongan atau kelompok," paparnya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi