Komisi III DPR RI Didesak Segera Evaluasi dan Revisi UU KPK

Selasa, 14 Mei 2019 – 21:18 WIB
Para pembicara diskusi bertajuk “Menyoal Kisruh Internal KPK’ yang diselenggarakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi (Kompak) di Jakarta, Selasa (14/5). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengaku tidak heran dengan kekisruhan yang muncul dari internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir-akhir ini.

Ia menilai kisruh yang terlihat ke publik menunjukkan bahwa dalam institusi tersebut tidak terlepas dari manuver politik yang sedang terjadi. Bahkan, sambung Margarito, sejak KPK mendefinisikan sendiri eksistensinya, kedudukannya yang diatur dalam UU justru dapat melebihi kewenangan dari lembaga yang diatur oleh konstitusi negara ini.

BACA JUGA: Warning KPK: Pejabat Terima Parsel Bisa Dipidana

"Ini organisasi tidak diawasi, Komisi III DPR saja kelimpungan mengahadapi mereka, padahal menggunakan alat setingkat angket. Lembaga ini dibuat berdasarkan UU, justru posisinya lebih tinggi dari lembaga yang diatur dalam konstitusi,” kata Margarito dalam acara diskusi bertajuk “Menyoal Kisruh Internal KPK’ yang diselenggarakan Koalisi Masyarakt Sipil untuk Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi (Kompak) di Jakarta, Selasa (14/5).

BACA JUGA: Fantastis! Golkar Raih Kemenangan Besar di Daerah Ini

BACA JUGA: Tok Tok Tok, PN Jaksel Tolak Gugatan Praperadilan Romahurmuziy

Menurut Margarito, situasi seperti ini dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi akan terus berulang apabila tidak ada keberanian untuk melakukan revisi terhadap ketentuan UU KPK nya.

"Dan sepertinya kita akan berada dalam situasi ini, di mana korupsi akan tetap menggila dan penegakan hukum akan tertatih-tatih seperti ini," ujarnya.

BACA JUGA: Presiden Jokowi Mau Bentuk Pansel KPK, Ini Harapan Laode M Syarif

"Kalau kita tidak dan rasanya memang berat (mau buat beres KPK) mulai dari perubahan UU, meski saya pesimistis. Tanpa mengubah UU Anda tidak akan bisa ke luar dari situasi seperti saat ini," sebutnya.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR RI Nasir Jamil bersekapat bahwa pembenahan terhadap institusi anti-rasuah yang dipimpin Agus Rahardjo saat ini harus melalui pendekatan regulasi.

"Soal regulasi sebenarnya belum ada pembicaraan setelah waktu berhenti wacana pembahasannya, dan kita sudah berkomunikasi dengan eksekutif dalam hal ini pemerintah yakni Pak Jokowi dan Pak Jusuf Kalla bahwa soal regulasi terkait pemberantasan korupsi, bukan hanya soal KPK saja melainkan KUHP dan aturan UU yang lainnya,” ujar Nasir.

Jadi, kata Nasir, kalau memang ingin memberantas korupsi secara konfrehensif di Indonesia ini, maka satu UU harus terintegrasi dengan UU lainnya. Oleh karena itu, regulasi yang harus diperbaiki bukan soal KPK saja tetapi UU lainnya seperti UU tentang Pembendaharaan negara, UU Keuangan Negara.

“Jadi tidak benar kalau mau memberantas korupsi hanya memperbaiki UU KPK-nya saja,” kata Nasir.

Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi (Kompak) Ahmad Hariri pun mendesak KPK untuk bekerja berlandaskan pada acuan aturan perundang-undangan yang berlaku.

"KPK harus lepas dari kepentingan politik dan bertindak dengan tetap merujuk pada ketentuan aturan perundang-undangan berlaku," tegasnya

Kompak, ujar Hariri mengaku khawatir jika kisruh ini dibiarkan berlarut-larut akan mengganggu agenda pemberantasan korupsi di institusi anti-rasuah tersebut.

Oleh karena itu, Hariri meminta supaya DPR RI khususnya Komisi III untuk segera memanggil pimpinan KPK dalam rangka melakukan konfirmasi dan evaluasi kinerja serta penguatan sistem internal KPK ke depan.

Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan bahwa kisruh ini harus segera diselesaikan. Ia meminta supaya Komisi III DPR RI sebagai mitra kerja segera memanggil semua jajaran internal institusi anti-rasuah tersebut.

"Jangan 'ajang cakar-cakaran ini meluas. Karenanya, mulai dari komisioner, penyidik yang terbelah itu dipanggil untuk duduk bareng dan membahas apa persoalan sebenarnya,” saran Neta.

Neta juga mengingatkan agar tidak ada tebang pilih. Apabila ada yang diduga melakukan pelanggaran etik, maka harus diperiksa.

"Misalnya Novel yang dekat dengan kubu 02, ini harus diperiksa juga. Kalau dia mau bermain politik ya harus cantik, jangan terlihat. Kan berbagai temuan berupa foto lagi bersama pendukung 02, Partai Gerindra juga menyebut kalau dia calon jaksa agung kalau Capres 02 jadi presiden," paparnya.

Kendati demikian, Neta berpandangan KPK ke depan sangat memerlukan komisioner yang tegas.

“Kita tidak bisa berharap banyak dari komisioner sekarang ini, tapi paling tidak komisi III harus memanggil, minimal untuk meredakan konflik di sana," pungkasnya.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Tetapkan Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Tersangka Suap


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler