Komisi IX: Pemerintah Ingkari Amanat UU BPJS

Selasa, 21 Maret 2017 – 18:48 WIB
Saleh Partaonan Daulay. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara.

Sebab, PP itu telah mengingat amanat Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) serta UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Isi dari PP Nomor 70/2015 tersebut bertolak belakang dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

BACA JUGA: Fahri Hamzah Tak Bermaksud Menyerang Ketua KPK, Tapi...

Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menjelaskan, seharusnya tidak boleh lagi ada badan pengelola di luar BPJS. “PP Nomor 70/2015 tersebut jelas mengingkari keberadaan badan penyelenggara yang dibentuk melalui UU SJSN dan UU BPJS," kata Saleh di sela-sela rapat dengar pendapat (RDP) dengan BPJS Ketenagakerjaan, Selasa (21/3).

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menambahkan seharusnya seluruh aparat sipil negara termasuk pegawai negeri sipil (PNS) diwajibkan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan untuk memperoleh manfaat jaminan kematian (JKM), jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT) sejak beroperasi penuh 1 Juli 2015 lalu.

BACA JUGA: DPR Gelar Rapim untuk Bahas Surat Jokowi soal UU MD3

"Menurut UU BPJS, yang diberikan tenggat sampai 2029 itu sebenarnya hanya untuk pengalihan jaminan pensiun yang saat ini masih dikelola Taspen dan Asabri," paparnya.

Menurut dia, Komisi XI DPR sebenarnya sudah pernah meminta Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan BPJS Ketenagakerjaan untuk menyelesaikannya di tingkat internal pemerintah. Meski demikian, dia menambahkan, Komisi IX DPR akan mempertanyakan kembali persoalan tumpang tindih peraturan ini saat RDP dengan jajaran direksi dan dewan pengawas BPJS Ketenagakerjan.

BACA JUGA: Ahok Yakin Ganjar Bersih dari Duit e-KTP, Nih Alasannya

“Kami akan coba kembali mempertanyakan hal ini. Begitu juga, pada masa persidangan ini sudah dijadwalkan ada rapat dengan DJSN mudah-mudahan ini bisa menjadi salah satu topik bahasan," katanya.

Kepala Divisi BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja membenarkan selama ini pihak BPJS Ketenagakerjaan tidak pernah dilibatkan oleh pemerintah dalam pembahasan penerbitan PP 70/2015.

BPJS Ketenagakerjaan kaget dengan munculnya rancangan peraturan pemerintah-bukan aparatur sipil negara (RPP BASN) yang bertujuan untuk mengelola perlindungan terhadap para pekerja honorer/non-ASN di lingkungan Kementerian dan Penyelenggara Negara yang saat ini kabarnya sedang diajukan untuk dapat diproses menjadi sebuah PP baru. "Terkait PP 70/2015 maupun RPP BASN, selama ini tidak pernah ada koordinasi dengan kami," ungkapnya.

Sebelumnya, pengamat jaminan sosial Hotbonar Sinaga juga menilai implementasi program jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia banyak melenceng dari yang diamanatkan oleh UU SJSN serta UU BPJS.

Hal itu bisa dilihat dari diterbitkannya PP 70/2015 yang memberi kewenangan PT Taspen (Persero) mengelola program JKK dan JKM bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Terbitnya PP Nomor 70/2015 tersebut dinilai telah menabrak UU SJSN, UU BPJS dan UU ASN.

“Pelanggaran terhadap UU SJSN dan BPJS tentunya bisa terjadi karena kurangnya kesadaran pemerintah dalam implementasi UU tersebut. Hasilnya, regulasi yang bertolak belakang dengan UU SJSN dan BPJS pun bermunculan,” kata Hotbonar. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PPP: Jangan Apa-apa Pakai Hak Angket


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
BPJS   DPR  

Terpopuler