jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Kurniasih Mufidayati mempertanyakan apa akar masalah dari kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Apa problem root yang akar banget dari kenaikan BPJS ini?” kata Kurniasih saat rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris, DJSN, dan Dewas BPJS di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/11).
BACA JUGA: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Beban Keuangan Pemda Bertambah
Kurniasih mengatakan, penting untuk mengetahui akar penyebab kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu. Sebab, dari akar masalah itu akan diketahui, apakah kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dikeluarkan itu mampu menyelesaikan masalah fundamental yang selama ini membuat masyarakat resah dan galau. “Kami ingin tahu apa saja yang sudah dikaji pemerintah sehingga ditemukan akar masalahnya,” ujar dia.
Lebih lanjut dia juga pengin mengetahui soal fraud yang terjadi, sebagaimana dinyatakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dia mengatakan begitu banyak fraud tetapi tidak terungkap.
BACA JUGA: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Menkes Terawan Jamin Kualitas Layanan Meningkat
“Yang terbesar ada di mana? Sehingga bisa dibenahi bersama. Yang menimbulkan defisit itu apa? Kalau tidak dilihat akar masalah, sama saja gali lubang tutup lubang. Jadi, kami ingin duduk bareng menyelesaikan persoalan,” katanya.
Anggota Komisi IX DPR Delia Pratiwi juga mempertanyakan sampai kapan pihak rumah sakit menunggu pencairan dana klaim BPJS Kesehatan dari pemerintah. Selain itu, dia juga mempertanyakan apakah dengan kenaikan iuran itu bisa menjamin tidak ada defisit lagi. “Apakah bisa menjamin iuran naik tidak ada defisit lagi,” ujar politikus Partai Golkar itu dalam rapat.
BACA JUGA: Penunggak Iuran BPJS Kesehatan Bakal Disanksi Tak Bisa Urus SIM, Paspor & Sertifikat Tanah
Seperti diketahui, Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan bahwa ada masalah serius di dalam pembayaran utang kepada rumah sakit. Dia menjelaskan bahwa hal ini harus diselesaikan karena menyangkut 1,2 juta pekerja di sektor kesehatan seperti dokter, perawat, bidan, office boy RS, kemudian pabrik obat-obatan, sektor farmasi, dan lain-lain.
“Kalau telat membayar akan berpengaruh ke kehidupan sehari-hari. Kalau tidak diselesaikan akan jadi masalah di kemudian hari,” kata Fachmi saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/11).
Dia mengatakan berdasar rapat terakhir pada 2 September 2019, kalau tidak ada langkah konkret dalam penyelesaian persoalan ini maka di akhir tahun nanti BPJS Kesehatan akan mengalami defisit Rp 32 triliun. “Ini sudah menjadi isu publik,” tegasnya.
Menurut dia, sebenarnya dalam regulasi ada tiga pilihan untuk mengatasi defisitnya dana jaminan sosial. Pertama, rasionalisasi iuran sesuai hitungan aktuaria. Kedua, rasionalisasi manfaat yang diberikan. Ketiga, suntikan dana tambahan.
Fachmi menegaskan bahwa pemerintah sudah memutuskan memilih opsi pertama yakni rasionalisasi iuran sesuai hitungan aktuaria. Hal itu ditandai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itu ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Kamis 24 Oktober 2019.
Menurut Fachmi, paling tidak dengan adanya rasionalisasi di segmen penerima bantuan iuran (PBI), bisa mengurangi defisit ini. “Paling tidak menurunkan persoalan telat bayar menjadi angka yang lebih rendah. Kami sedang hitung bersama kemenkes,” ungkap Fachmi. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy