Komisi VI: Awas Rekayasa Mafia Daging

Senin, 10 Agustus 2015 – 08:17 WIB
Ilustrasi.

jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VI DPR, Heri Gunawan, meminta pemerintah mewaspadai rekayasa harga oleh mafia daging. Heri menilai, ada yang aneh pada kasus kenaikan harga daging sapi beberapa waktu terakhir yang menembus angka Rp130 ribu per kg. 

Itu menurutnya kenaikan luar biasa dan tertinggi dalam 3 dekade terakhir. Anehnya lagi, lanjut Heri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan instansi terkait seperti Bulog terlihat sangat lamban melakukan intervensi harga. Padahal, regulasinya sudah jelas. Sesuai Perpres tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Penting (Bapokting), Menteri Perdagangan berwenang penuh melakukan intervensi harga, terutama pada kondisi-kondisi tertentu dan luar biasa.

BACA JUGA: Haha..Ini jadinya bila TNI AL Bertempur dengan Marinir AS

Saat ini, kata Heri, sedang dilakukan pembatasan impor sapi. Hal itu menjadi wujud konkret perwujudan kedaulatan pangan. Pada kwartal III-2015 izin impor sapi yang sekarang ada di Kemendag hanya 50 ribu ekor. Angka itu menurun drastis dari kwartal sebelumnya yang mencapai 270 ribu ekor. Inilah yang membuat mafia daging gusar.

"Pembatasan impor tersebut membuat Mafia Sapi dan eksportir luar menjadi was-was. Mereka terpukul karena akan kehilangan potensi omset triliunan rupiah," kata Heri, Senin (10/8).

BACA JUGA: Gawat! Empat Hari Tanpa Daging...

Hitungannya simpelnya begini, jika harga 1 ekor sapi Australia + pengapalan, dll = Rp 10 juta, maka eksportir itu kehilangan potensi omset sebesar (270 ribu - 50 ribu) x Rp 10 juta = Rp 2,2 triliun setiap kuartal. Berarti total hilangnya omset dalam 1 tahun = Rp 2,2 triliun x 4 = Rp 8,8 triliun. Ini menurut Heri angka yang fantastis!

"Tidak heran jika hilangnya potensi omset tersebut membuat Mafia Sapi Impor gusar. Mereka berupaya melakukan rekayasa agar pemerintah tetap impor. Sinyalemen rekayasa itu makin kuat. Mafia-mafia itu sedang berusaha memainkan harga hingga mencapai angka tertinggi seperti sekarang," kata Heri.

BACA JUGA: Awas Jokowi! Agen Neolib Menyusup saat Reshuffle

Menurut politikus Gerindra itu, secara sengaja para mafia daging mendistorsi pasokan. Targetnya jelas, menciptakan situasi yang seolah-olah situasi makin kritis, dan kemudian memaksa Kemendag, melakukan intervensi radikal impor.

Rekayasa mafia itu terstruktur. Modus yang mereka mainkan macam-macam, dari mulai memainkan harga beli sapi di peternak serendah mungkin, hanya berkisar Rp25 - 30ribu per kilo, memotong sapi betina bunting untuk dijual di pasar.

"Peternak sapi tidak pilihan sama sekali selain menjual sapi mereka dengan harga yang murah. Lebih-lebih di saat musim kemarau seperti sekarang, di mana pakan ternak sulit didapat," ujarnya.

Ini didasari temuan di lapangan, bahwa harga sapi di beberapa daerah masih murah bahkan peternak masih kesulitan jual sapi di pasar. Di beberapa pasar di daerah Jawa Tengah harga sapi masih wajar, bahkan kecenderungan sepi tidak ada pembeli karena daya beli menurun.

"Tapi di seputaran Ibukota Jakarta naik? Nampaknya para mafia itu dengan leluasa bisa memainkan harga daging di pasaran. Pasokan menjadi terdistorsi. Akibatnya, harga daging bisa menembus angka setinggi mungkin sesuai yang mereka mau. Mereka sudah menguasai rantai bisnis daging dari hulu sampai hilir," tegasnya.

Karena itu, Heri meminta Kemendag harus lebih proaktif dan segera melakukan intervensi harga dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan harga khusus terutama menjelang Idul Adha. Koordinasi dengan Kementan, Bulog, juga harus diintensifkan untuk menjaga stabilitas pasokan dan pengamanan distribusi.

"Jangan sampai peternak-peternak itu terus menjual sapinya ke lingkaran mafia. Harus dipastikan juga sebisa mungkin peternak tidak menjual daging sapi dalam bentuk gelondongan kepada tengkulak. Tapi, dalam bentuk karkas (daging segar) secara langsung ke pasar," tambahnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Alhamdulillah, Anak-Anak di Panti Asuhan Juga Bisa Dapatkan KIS dan KIP


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler