Komite Referendum Tentang Presiden Tiga Periode Merusak Jiwa, Semangat, dan Prinsip Perwakilan

Kamis, 24 Juni 2021 – 08:54 WIB
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus. Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengkritik langkah Komite Referendum NTT terkait memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

Menurut Petrus, ketentuan tentang Referendum sudah dicabut melalui TAP MPR Nomor IV/MPR/1983. Selain itu, UU Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Referendum, juga sudah dicabut melalui UU No. 6 Tahun 1999.

BACA JUGA: HNW: Skenario Referendum Masa Jabatan Presiden Inkonstitusional dan Bikin Gaduh

“Ketentuan tersebut dipandang tidak sejalan dengan semangat, jiwa dan prinsip perwakilan yang telah diamanatkan UUD 1945 bahkan tidak dikenal dalam UUD 1945, sehingga secara hukum Referendum tidak memiliki legitimasi untuk mengubah UUD 1945,” ujar Petrus Selestinus di Jakarta, Kamis (24/6).

Petrus menilai langkah Komite Referendum di NTT dengan misi meminta pendapat rakyat mengamendemen UUD 1945 kedengarannya prestisius, namun tidak legitimate.

BACA JUGA: Konon Tidak Ada Skenario untuk Menambah Masa Jabatan Presiden jadi Tiga Periode

Sebab, menurut Petrus, tidak ada payung hukum, tidak diatur dalam UUD 1945 dan tidak sejalan dengan prinsip perwakilan yang terkandung di dalam UUD 1945 itu sendiri.

Menurut Petrus, tugas menjajaki bagaimana persepsi masyarakat NTT tentang jabatan Presiden Jokowi 3 (tiga) periode, sebetulnya cukup dilaksanakan oleh sebuah lembaga survei yang kredibel. Sebab, Referendum dalam pengertian UU adalah hal ikhwal meminta pendapat rakyat secara langsung tentang setuju atau tidak setuju terhadap kehendak MPR untuk mengubah UUD 1945.

BACA JUGA: Petrus Selestinus: Waspada Perilaku Kelompok Oportunis yang Sandera KPK

Sedangkan persepsi publik tentang apakah jabatan Presiden Jokowi bisa diperpanjang menjadi 3 (tiga) periode, sejumlah lembaga survei sudah melakukan survei dan telah mengumumkan hasilnya bahwa mayoritas rakyat Indonesia dan beberapa partai politik menolak jabatan Presiden Jokowi menjadi 3 (tiga) periode.

Oleh karena itu, Petrus mempertanyakan untuk kepentingan siapa Komite Referendum NTT dibentuk? Apa yang hendak dilakukan oleh Komite Referendum dan seberapa besar kemampuan masyarakat NTT dapat mengubah persepsi rakyat Indonesia untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi menjadi 3 (tiga ) periode?

Dinamika Politik di Indonesia

Petrus yang juga Ketua Presidium Kongres Rakyat Flores (KRF) itu menjelaskan tentang dinamika politik terkait referendum di Indonesia.

Dia menjelaskan referendum adalah sebuah istilah yang sering muncul dalam dinamika politik di Indonesia, bukan saja di era orde baru, tetapi juga di era reformasi terkait dengan upaya meminta persetujuan rakyat tentang perubahan konstitusi.

Pada era orde baru, kata Petrus, Referendum dimaksudkan untuk membentengi agar tidak ada kekuatan politik mana pun termasuk MPR RI, yang bisa dengan mudah melakukan amendemen terhadap UUD 1945, apa lagi yang sifatnya merongrong dasar negara dan status quo.

Oleh karena itu, TAP MPR No. IV/MPR/1983 Tentang Referendum dan UU Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Referendum, dibentuk untuk menjadi benteng UUD 1945.

Selanjutnya, pada era reformasi, Referendum sebagai benteng pertahanan UUD 1945 justru dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

TAP MPR Nomor VIII/MPR/1998 mencabut TAP MPR No. IV/MPR/1983 Tentang Referendum, kemudian disusul dengan UU No. 6 Tahun 1999 Tentang Pencabutan UU No. 5 Tahun 1985 Tentang Referendum.

“Pencabutan ketentuan referendum itu karena tidak sesuai dengan semangat, jiwa, dan prinsip perwakilan di dalam UUD 1945,” kata Petrus.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler