Komjak Desak Penegak Hukum Usut Politikus yang jadi Mafia Hukum Kasus Djoko Tjandra

Kamis, 24 September 2020 – 01:15 WIB
Buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) yang ditangkap di Malaysia. Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Kejaksaan (Komjak) meminta kolaborasi penegak hukum yakni Kejaksaan, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mampu menjerat oknum politikus yang diduga terlibat mafia hukum kasus Djoko Tjandra.

Hal ini didasarkan pada sangkaan kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari atas dugaan suap, pencucian uang, dan permufakatan jahat.

BACA JUGA: Bantah Terima USD 500 Ribu dari Djoko Tjandra, Kubu Pinangki: Ini Aneh

Dalam kaitan dengan dugaan permufakatan jahat, Komjak menekankan pemberantasan praktik mafia hukum yang melibatkan lintas profesi.

Di antaranya oknum penegak hukum, penasihat hukum, pengusaha dan politikus. Ini diharapkan diungkap tuntas melalui kerja sama penegak hukum, baik Polri, Kejaksaan dan KPK.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: PPPK Waswas, Jenderal Gatot Ungkap Fakta tentang PKI, Rizal Ramli Capres 2024?

"Publik tidak mempersoalkan koordinasi dan supervisi. Tetapi publik mengharapkan para bandit penjahat ini ditindak," kata Ketua Komjak Barita Simajuntak, Rabu (23/9).

Barita mengatakan, dari ekspos yang dilakukan Komjak pertama kali, terkuak Jaksa Pinangki yang tidak berperan sebagai penyidik jaksa dan tidak memiliki kewenangan eksekusi justru menjadi salah satu sosok sentral kasus ini.

BACA JUGA: Beginilah Cara Jaksa Pinangki Berfoya-foya Pakai Duit Suap dari Djoko Tjandra

"Kemudian muncul oknum penasehat hukum Anita Kolopaking serta Andi Irfan Jaya, pengusaha sekaligus mantan politikus NasDem yang tak lain adalah Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Nasdem Sulawesi Selatan. Ini sudah kelihatan benang merahnya bahwa diduga ada mafia sindikat atau industri hukum yang bermain di sini," ujar Barita.

Untuk itu, penegak hukum harus mendalami seluruh pihak yang terlibat termasuk informasi dugaan adanya politisi yang menjadi bagian dalam kasus ini sebagai penegakan asas equality before the law dan due process of the law.

Komisi Kejaksaan meyakini penyidikan kasus itu belum selesai karena masih dapat didalami dari keterangan Djoko dan Andi Irfan yang juga dijerat pasal pemufakatan jahat.

Di kesempatan lain, peneliti ICW Kurnia Ramadhana meragukan kelengkapan berkas Kejaksaan Agung ketika melimpahkan perkara yang melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Setidaknya, kata dia, hal yang terlihat hilang dalam penanganan perkara tersebut.

"Pertama, Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan, apa yang disampaikan atau dilakukan oleh Pinangki Sirna Malasari ketika bertemu dengan Djoko S Tjandra, sehingga membuat buronan kasus korupsi itu dapat percaya terhadap Jaksa tersebut," kata Kurnia.

Hal ini penting, kata dia, sebab secara kasat mata, tidak mungkin seorang buronan kelas kakap seperti Djoko S Tjandra bisa menaruh kepercayaan tinggi kepada Pinangki.

Terlebih yang bersangkutan juga tidak memiliki jabatan penting di Kejaksaan Agung.

Jaksa Penuntut Umum juga belum menjelaskan, apa-apa saja langkah yang sudah dilakukan oleh Pinangki dalam rangka menyukseskan action plan.

Yang tak kalah penting, dakwaan juga belum mengulas siapa jaringan langsung Pinangki atau Anita di lembaga hukum.

"Pinangki bertindak sendiri atau ada Jaksa lain yang membantu? Sebab, untuk memperoleh fatwa tersebut ada banyak hal yang mesti dilakukan, selain kajian secara hukum, pasti dibutuhkan sosialiasi agar nantinya MA yakin saat mengeluarkan fatwa," kata dia. (cuy/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler