Komnas HAM Minta Stop Unas

Didampingi Guru dan Ortu, Siswa Mengadu

Selasa, 22 Desember 2009 – 05:55 WIB
Suasana demo para siswa di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (21/12). Foto: Titik Andriyani/Jawa Pos.
JAKARTA - Polemik ujian nasional (Unas) belum berakhirSenin (21/12) kemarin, para siswa korban Unas mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

BACA JUGA: Hasil Unas Tak Bisa untuk Masuk PTN

Mereka datang dengan didampingi Tim Advokasi Korban Unas (TekUN), serta para guru dan orangtua
Mereka minta pemerintah melaksanakan amar putusan MA sebelum melaksanakan ujian.

Berbagai poster yang menyatakan penolakan atas Unas ikut dibeberkan

BACA JUGA: Banyak Peluang Mark Up Penggunaan DAU Pendidikan

"Stop UN (Ujian Nasional)," bunyi salah satu poster tersebut
Lalu, ada pula yang membawa poster bertuliskan, "UN beban mental psikologis anak" dan "Hapus UN sebagai syarat kelulusan".

Dalam pertemuan itu, mereka diterima Komisioner Pemantauan Penyelidikan Pelanggaran HAM Johny Wilson Simanjuntak

BACA JUGA: Depdiknas Kucurkan Rp250 M ke Peneliti

"Kami amat terbebaniSebab, ujian yang berlangsung sebentar lagi, membuat siswa harus mengikuti tambahan pelajaran sebelum maupun sesudah sekolah," tutur seorang siswa MA yang tak mau disebut namanyaSelain itu, kata dia, siswa juga minder dan terbebani dengan rencana pemerintah yang bakal memberlakukan Unas silang antar sekolah.

Teguh Slamet Wahyudi, guru SMAN 6 Depok, menuturkan bahwa gara-gara mempersiapkan Unas, siswa terbebani karena harus mengikuti berbagai pelajaran tambahan"Orangtua juga stres karena harus membayar biaya pelajaran tambahan," ujarnya.

Dengan berbagai keluhan dan kasus yang terjadi, TekUN lantas meminta pemerintah menunda pelaksanaan Unas setelah menjalankan putusan MAAntara lain yakni meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi di seluruh daerahSelain itu, juga perlu mengambil langkah konkret untuk mengatasi gangguan psikologis dan mental siswa akibat tidak lulus Unas.

"Pemerintah harus bertanggung jawab atas 300 ribu siswa yang tidak lulus Unas pada 2006Hingga kini, itikad pemerintah untuk merehabilitasi mereka tidak ada," ujar Suparman, Koordinator TekUN.

Karena itu, mereka menuntut Unas 2010 ditundaApalagi, saat ini sekolah sibuk mempersiapkan ujian tersebutMenurut Suparman, persoalan itu bukan hanya tanggung jawab Mendiknas, tetapi juga presiden dan wakil presiden yang menjadi tergugat pertama dan kedua dalam perkara tersebut.

TeKUN menilai pemerintah lalai dalam memenuhi hak anakIni dianggap perbuatan melawan hukum"Unas harus dilarang, atau paling tidak ditunda dulu sampai ada peningkatan kualitas guru," ujarnya.

Jika Mendiknas tetap menggelar Unas, tindakan itu dianggap melawan hukum dan bisa menjadi preseden yang mencoreng program 100 hari pemerintahan SBYKarena itu, kata Suparman lagi, sudah seharusnya Presiden RI menegur Mendiknas dan memerintahkan untuk merombak kebijakan UnasTekUN juga meminta presiden meninjau kembali sistem pendidikan nasional dan mematuhi putusan hukum PN Jakarta Pusat yang diperkuat putusan MA.

Sementara, Johny Wilson berharap agar MPR mau membicarakan persoalan itu bersama presiden"Komnas HAM akan mendorong agar MPR membicarakan hal iniSebab, dalam putusan MA, presiden dan sebagainya dinilai lalai dan mengabaikan hak anak," terangnya.

Komnas HAM juga meminta pemerintah meninjau ulang Unas 2010 dengan berbagai pertimbanganPertama, dalam UU Perlindungan Anak, disebutkan bahwa anak memiliki hak untuk berbicara"Ini yang harus didengar pemerintah," katanya.

Kedua, putusan pengadilan hingga tingkat kasasi meminta agar pemerintah meningkatkan kualitas guru sebelum menggelar Unas"Kami mendorong agar pemerintah meninjau kembali dan menghentikan Unas lebih duluKami akan pelajari kasusnya," janji Johny.

Menurut Johny lagi, pemerintah tak bisa melaksanakan Unas hanya dengan alasan bahwa putusan MA tidak menyebut secara eksplisit pelarangan Unas"Jangan dipahami seperti ituPokok perkara sudah jelas, meski amar (putusan) tidak melarang ujian ituKalau Unas dilaksanakan, itu artinya ilegal karena pemerintah belum melaksanakan putusan MA," jelasnya(kit/dwi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Struktur Baru Depdiknas Tunggu Menpan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler