JAKARTA - Nama Komjen Pol Timur Pradopo yang diusulkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada DPR sebagai calon tunggal posisi Kapolri sontak menuai kritikKomisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) menilai pengajuan nama Timur tidak memenuhi rasa keadilan publik
BACA JUGA: 1,5 Jam di Pesawat, Rombongan Batal Berangkat
Jika Timur terpilih maka penegakan HAM di Indonesia akan ternoda"Dari sisi penegakan HAM, figur tersebut mempunyai track record yang kurang bersih," kritik Komisioner Komnas HAM, DR Saharuddin Daming di Jakarta, Selasa (5/10).
Saharuddin mengatakan, berdasar catatan Komnas HAM, alumnus Akpol 1978 itu terindikasi sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada 1998
BACA JUGA: PJKTI Minta KPK Panggil Muhaimin
Karena itu sosok Timur dinilai rentan membahayakan reformasi yang kini gencar dilakukan di tubuh Korps Baju Cokelat tersebutMelihat kondisi penegakan hukum dan Kamtibmas yang terlilit sejumlah problem pelik, kata dia, harusnya calon Kapolri adalah figur yang bersih dari track record pelanggaran HAM
BACA JUGA: Berharap Syamsul Tak Ditahan
Selain itu, juga harus kaya dengan pengalaman sebagai figur yang berkomitmen tinggi untuk melakukan reformasi secara sungguh-sungguh segala kultur dan struktur Polri yang kontra produktif dengan Tupoksi PolriSaharuddin mengatakan, sosok Calon Kaplri harus dikenal luas sebagai orang yang berani menolak dan memberantas segala bentuk praktek mafiaTermasuk, tindakan over acting individu dan satuan Polri yang selama ini sering melukai keadilan dan hati rakyat atas nama hukum
Ketimbang menunjuk calon yang terindikasi kurang bersih, Presiden, kata dia, sebaiknya fokus pada calon Kapolri yang mampu membangun profesionalisme prajurit sehingga terwujud zero accident terhadap tindakan yang merusak citra Polri"Bukan sosok yang terindikasi pelanggar HAM," singkatnya.
Dari sisi hukum, kata Saharuddin, pencalonan Timur, juga bermasalah karena tidak melalui mekanisme pertimbangan Kompolnas sebagaimana tertuang pada Pasal 38 ayat 1 huruf (b) UU No.2 tahun 2002 tentang PoriJika dirunut secara mendalam, proses kenaikan pangkat Komjen PolTimur Pradopo, tidak wajar dan cenderung dipaksakan karena hanya dalam waktu tidak lebih setahun, yang bersangkutan mengalami kenaikan pangkat 2 kali
Hal ini kurang sejalan dengan makna yang tersirat dalam ketentuan Pasal 11 ayat 6 UU No.2 tahun 2002"Di sana disebutkan bahwa calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier," jelasnya.
Berdasakan hal itu Presiden dinilai melanggar UU No.2 tahun 2002 tantang PolriKesalahan ini, kata dia, tidak sepenuhnya diletakkan pada Presiden unsicht, tetapi merupakan kelemahan pada tim kerja Presiden yang sering tidak komprehensif kajiannya dalam memberikan pertimbangan kepada Kepala Negara
Agar kejadian seperti ini tidak terus berlanjut, kata dia, DPR sebaiknya memreingatkan Presiden tentang indikasi pelanggaran Undang-Undang"Bahkan kalau perlu DPR berani menolak pengajuan KomjenPolTimur Pradopo sebagai calon Kapolri, karena di anggap tidak sesuai dengan koridor hukum," pungkas dia(zul)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cuaca Ekstrem Sambut Jamaah Haji
Redaktur : Tim Redaksi