jpnn.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengungkap peristiwa pembubaran diskusi Forum Tanah Air (FTA) di kawasangan Kemang, Jakarta Selatan pada 28 September 2024, dilakukan oleh aktor non-negara atau kelompok main hakim sendiri (vigilante).
"Setelah serangkaian pemantauan yang dilakukan, Komnas HAM menemukan bahwa aksi pembubaran diskusi FTA dilakukan oleh aktor non-negara atau kelompok vigilante,” kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (8/11/2024).
BACA JUGA: Kasus Pembubaran Diskusi FTA, Refly Harun: Si Rambut Kuncir Bukan Preman Sembarangan
Namun, Komnas dalam pernyataannya tidak secara terperinci menyebut siapa saja pelaku non-negara dimaksud, dan apakah ada pelaku lain di luar yang telah ditangkap Polda Metro Jaya atau tidak.
BACA JUGA: Guru Honorer Supriyani Ungkit Omongan Bupati saat Mediasi soal Karier dan SKCK
Diketahui, dalam kasus pembubaran diskusi di sebuah hotel di Kemang itu, polisi telah menangkap sejumlah pelaku yang terekam kamera pengawas, salah satunya FEK si rambut kuncir.
Komnas HAM juga menyatakan bahwa aksi pembubaran forum diskusi FTA tersebut mengandung unsur pelanggaran HAM, khususnya hak atas berpendapat, berekspresi, dan berkumpul secara damai.
BACA JUGA: Tampang 9 Tersangka Pembubaran Diskusi di Kemang, Si Baju Biru Tak Asing
Temuan tersebut berdasarkan hasil pemantauan Komnas HAM yang meliputi permintaan keterangan kepada para saksi dan korban, Polda Metro Jaya, serta berkoordinasi dengan Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri.
"Selain itu, Komnas HAM juga telah mengeluarkan rekomendasi yang ditujukan kepada Kapolda Metro Jaya pada 4 November 2024,” kata Uli pula.
Lebih lanjut, Uli menjelaskan, Komnas HAM menyampaikan tiga rekomendasi terkait peristiwa pembubaran diskusi FTA ini.
Pertama, lakukan investigasi secara menyeluruh terhadap pihak-pihak yang terlibat dan lakukan penegakan hukum sampai diputus oleh pengadilan secara adil dan transparan.
Kedua, perkuat analisis intelijen terkait potensi unjuk rasa dan dinamika yang mungkin terjadi, guna mengantisipasi potensi risiko terhadap segala bentuk kericuhan.
Ketiga, pastikan keamanan dan perlindungan terhadap kelompok masyarakat yang menyalurkan pendapat dan ekspresi di ruang publik dari kemungkinan pelanggaran oleh kelompok vigilante.
"Komnas HAM mengapresiasi Polda Metro Jaya yang telah melakukan penegakan hukum terhadap sembilan orang tersangka. Komnas HAM meminta penegakan hukum dilakukan dengan adil dan transparan,” imbuh Uli.
Refly Harun Ungkap Kronologi Kejadian
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Refly Harun sempat mengulas kronologi pembubaran diskusi Forum Tanah Air (FTA) bersama para tokoh dan diaspora, di Hotel Grand Kemang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan pada Sabtu (28/9/2024).
Menurut Refly, dia hadir di forum itu sebagai pembicara sekitar pukul 09.00 WIB, dilanjutkan proses registrasi peserta diskusi.
"Lalu pukul 10.30 forum mau dimulai, ketika itulah terjadi perusakan," ungkap Refly Harun dikutip dari siniarnya di YouTube yang tayang pada Senin (30/9/2024).
Aksi para pelaku pembubaran diskusi itu menurutnya berlangsung cepat setelah para pelaku memaksa masuk ke ruangan acara.
"Bubar, bubar, bubar! Kata yang masuk ke dalam situ. Setelah itu massa merusak, sekitar sepuluh orang-lah, setelah itu keluar," lanjutnya.
Setelah pembubaran dan perusakan fasilitas di ruangan diskusi, para pelaku keluar begitu saja. Disusul beberapa kejadian di luar, seperti terlihat pada video yang viral.
"Termasuk tadi ada kepala premannya atau kepala gengnya yang mengatakan, ya, jangan adu fisik dengan kita. Bentrok fisik dengan kita, karena kita langsung perintah atasan, katanya, dengan yakinnya," tutur Refly.
Setelah pembubaran paksa itu, peserta diskusi melanjutkan acara dengan konferensi pers oleh para tokoh yang hadir, salah satunya Din Syamsuddin.
Kemudian, ada acara promosi buku oleh salah satu peserta, dan beberapa perwakilan daerah menyampaikan pernyataan, antara lain dari Yogyakarta dan Sumatera Selatan (Sumsel).
"Ketika perwakilan Sumatera Selatan bicara, tiba-tiba petugas hotel masuk, menyampaikan ancaman dari massa di luar agar acara dibubarkan dan mereka minta video atau foto bahwa acara sudah dibubarkan," ujar Refly.
Pada akhirnya, kata dia, forum itu tidak dilanjutkan karena situasinya sudah tak kondusif. Pihak FTA bahkan menyebut pendingin ruangan sudah dimatikan.
"Sehingga peserta satu demi satu pulang tanpa berkoordinasi, sebagian tetap bertahan dan kemudian akhirnya, sudah, begitu saja," kata dia.
Refly Soroti Pelaku Berambut Kuncir
Setelah kejadian itu viral dan menjadi perhatian publik, terutama di media sosial, Polda Metro Jaya baru menangkapi lima pelaku, dua di antaranya dijadikan tersangka.
Nah, Refly pun menyoroti salah satu pelaku pembubaran yang berambut kuncir, lantaran belakangan beredar video pria yang sudah jadi tersangka pernah hadir di acara sebuah partai politik.
"Akan tetapi, kita lihat si rambut kuncir ternyata hadir dalam sebuah kegiatan partai politik, kita enggak ngerti, ya, kok dia bisa ada di sana? Artinya, ini bukan preman sembarangan," tutur Refly, lantas tertawa.
"Akan tetapi tentu kita tidak mengatakan bahwa partai politik tersebut terlibat, tidak demikian, tetapi berarti orang ini bukan orang sembarangan, karena bisa hadir dalam kegiatan partai politik seperti itu," lanjutnya.
Oleh karena itu, dia menilai sangat mudah sebenarnya bagi polisi mengusut tuntas pelaku pembubaran diskusi itu, terutama mencari tahu siapa dalangnya.
"Kita jangan giliran dengan pembesar, tiba-tiba banyak sekali ininya, bak bik buknya, tetapi dengan orang kecil, cepat sekali main tangkapnya. Jadi, kita harus lihat tuh, karena ini kejahatan demokrasi, tidak hanya soal tindak pidana biasa," ujar Refly.
Refly menilai pembubaran diskusi itu bukan kejadian pidana biasa, bahkan terindikasi sudah terencana.
"Bayangkan, orang mau berdiskusi di tempat tertutup, tetapi mau dibubarkan. Orang unjuk rasa saja tidak boleh dibubarkan, apalagi ini di tempat tertutup. Sangat memprihatinkan. Karena itu tidak heran muncul spekulasi bahwa ini sudah direncanakan," kata Refly Harun.(ant/fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam