Kompensasi untuk Meredam Guncangan Berlarut-larut

Kamis, 24 April 2014 – 07:12 WIB

jpnn.com - JAKARTA—Secara resmi pemerintah mencabut subsidi listrik untuk industri besar secara berkala hingga mencapai tarif keekonomian pada akhir tahun 2014. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 9/2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT PLN.

Penertiban subsidi ini sesuai Undang-Undang (UU) No. 30/2007 tentang Energi serta UU No. 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, yang menyatakan dana subsidi hanya untuk kelompok masyarakat tidak mampu.

BACA JUGA: Properti Diprediksi Cerah Kembali

“Yang berhak mendapat subsidi adalah masyarakat. Diharapkan roadmap ini dapat dilakukan setiap tahun sehingga sesuai dengan UU Ketenagalistrikan, yang bukan termasuk golongan tidak mampu akan dicabut subsidinya,” kata Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman.

Seperti direncanakan sejak awal, kenaikan dilakukan dalam empat tahap yakni 1 Mei, 1 Juli 1 September dan terakhir 1 November. Untuk golongan I-3 go public sebesar 8,6 persen per dua bulan sedangkan golongan I-4 adalah 13,3 persen per dua bulan.

BACA JUGA: BKPM Nilai Akuisisi BTN Strategis Hadapi Pasar Tunggal ASEAN

Jadi, kumulatif kenaikan tarif listrik sebanyak empat kali sehingga total kenaikan tarif listrik bagi golongan I-3 yang terbuka mencapai 38,9 persen dan golongan I-4 sebesar 64,7 persen. Dengan kenaikan tarif listrik secara bertahap ini, bisa dilakukan penghematan subsidi listrik sebesar Rp 8,9 triliun.

Peneliti  dari lembaga kajian kebijakan publik Indepth Research, Andri Riswandi, mengatakan bahwa pelaku usaha di industri golongan I-3 go public dan I-4 mau tidak mau harus mematuhi kebijakan penghapusan subsidi tersebut.

BACA JUGA: Rokok Ilegal Rugikan Negara Rp1,8 M

“Saya yakin mereka (pelaku usaha, red) sudah mempersiapkan segala sesuatunya jauh-jauh hari sebelum pemerintah mengetok palu kebijakan penghapusan subsidi.  Kalau pun terjadi guncangan, saya yakin hanya sesaat,” ujar Andri yang dihubungi wartawan di Jakarta pada Rabu (23/4).

Guncangan itu agar tidak berlarut-larut maka pemerintah harus mulai memikirkan kompensasi yang harus diberikan kepada pelaku usaha khususnya di golongan I-3 go public dan I-4. Kompensasi ini bertujuan untuk mengurangi tekanan biaya perusahaan.

Dia juga menyarankan agar dana hasil pengurangan subsidi ini sebaiknya digunakan untuk pemberantasan biaya ‘siluman’ (high cost economy), perbaikan infrastruktur dan logistik, reformasi birokrasi dan kemudahan dalam perizinan.

Lebih lanjut dikatakan, salah satu kompensasi yang paling krusial terkait dengan jaminan kepastian oleh PLN mengenai pasokan setrum bagi industri. Pasalnya, dengan kenaikan tarif dasar listrik ini mampu meringankan beban PLN terutama dari sisi keuangan sehingga PLN bisa lebih konsentrasi pada pasokan listrik.

Di sisi lain, pemerintah juga harus meningkatkan layanan bagi customer, harus ada tim yang siaga dan tanggap jika terjadi komplain dari pelaku usaha. “Tim ini harus berbeda dengan tim yang melayani pelanggan biasa. Jangan sampai mereka dilayani tapi tetap dikenakan biaya tinggi,” ujarnya.

Dikatakan Andri, kompensasi lainnya ditujukan sebagai langkah antisipasi jika terjadi gejolak di kalangan pekerja atau buruh yang terdampak akibat perusahaan tempat mereka bekerja terseok-seok dalam kegiatan produksinya. Tak dimungkiri memang jika dalam golongan I-3 go public dan I-4 ini ada perusahaan yang daya survivalnya rendah. Ia menyebut ada sekitar 400 perusahaan besar yang akan mengalami kerugian akibat kebijakan penghapusan subsidi ini.

Karena itu, pemerintah harus tanggap agar kebijakan ini tidak mengganggu kesiapan industri nasional menghadapi era pasar bebas terutama menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

Meski demikian, alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini  menegaskan bahwa jika ada industri yang mengancam akan melakukan PHK massal, tentu langkah tersebut tidak tepat dan hanya gertak sambal saja.

“Pasalnya, biaya listrik ini bukan biaya yang di luar perencanaan, sudah dianggarkan setiap awal tahun termasuk jika pemerintah akan berencana menaikkan tarif listrik. Selama ini pemerintah selalu tidak menaikkan tarif listri secara tiba-tiba. Pemerintah selalu melalui kajian, lalu sosialisasi hingga akhirnya ditetapkan kenaikannya,” ujarnya.

Khusus untuk industri kecil padat energi—meski tak terdampak langsung, harga bahan baku industri tetap melambung—Andri meminta pemerintah agar mendorong mereka menggunakan energi alternatif.

“Ini untuk mengurangi ketergantungan industri pada listrik dari PLN yang kian mahal. Intinya, pemerintah harus siap dengan pemberian kompensasi agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat,” pungkasnya. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Laba Besar, BRI Bidik Mutiara


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler