Tahun 2018 tampaknya akan suram bagi kalangan gay dan transgender di Indonesia.
Di provinsi Aceh yang konservatif, misalnya, polisi telah menggerebek salon kecantikan dan secara terbuka mempermalukan sekelompok penata rambut transgender atau waria. Sementara di ibukota Jakarta, para politisi sedang menyelesaikan rancangan undang-undang (RUU) baru yang akan menjadikan kehidupan seksual kaum LGBT ilegal.
BACA JUGA: BKPRMI: Pelaku LGBT Harus Dirajam Hingga Mati
Pasangan heteroseksual juga bisa dipenjara karena berhubungan seksual di luar nikah.
Pada akhir pekan lalu, Kepala Kepolisian Aceh Utara Untung Sangaji, dengan penuh semangat menyampaikan pidato tentang keberhasilan operasinya yang terakhir.
BACA JUGA: Hadiri Mauludan, Bamsoet Serukan Pilkada Damai dan Anti-LGBT
"Para ulama tidak ingin penyakit ini menyebar di sini," ujarnya, disambut teriakan "betul" oleh kerumunan orang banyak usai penggerebekan di kota Lhoksukon itu.
Sangaji adalah pahlawan di Indonesia. Dia terkenal dalam peristiwa serangan teroris di Jakarta pada 2016, saat berhasil menembak pelaku.
BACA JUGA: Neurolog: LGBT Bukan Penyakit
Sekarang dia sedang melawan musuh berbeda: kaum transgender.
"Tidaklah manusiawi jika Untung Sangaji membiarkan jumlah banci meningkat di sini," tambahnya lagi.
Dia memimpin langsung penggerebekan di lima salon kecantikan yang dikelola para transgender tersebut.
Dua belas orang waria ditahan, kepalanya dicukur, dipaksa mengenakan pakaian pria, dan sekarang harus menjalani "pembinaan ulang".
Andreas Harsono dari LSM Human Rights Watch mengatakan bahwa satu dari sedikit pekerjaan yang tersedia bagi kaum transgender telah diambil dari mereka.
"Dia bukan hanya menangkap mereka, dia bukan hanya mengintimidasi mereka, dia juga menutup bisnis mereka," kata Andreas.
"Polisi menutup kelima salon tersebut," ujarnya.
Hubungan seks di luar nikah
Perkembangan ini merupakan titik terendah terbaru dalam dua tahun terakhir kampanye melawan kaum LGBT di Indonesia. Kampanye itu berupa kecaman dari politisi dan ulama, penangkapan pasangan belum menikah di kamar hotel, klub dan sauna serta pengadilan dan hukuman di bawah UU anti-pornografi.
Dan sekarang, para politisi Indonesia melangkah lebih jauh lagi.
Sepuluh partai politik utama menyatakan telah menyetujui sebuah RUU baru yang akan mempermudah penuntutan hukum terhadap kehidupan seksual kaum gay serta hubungan seksual pasangan pria-wanita yang belum menikah.
Salah satu politisi yang membantu menyusun RUU adalah Arsul Sani, dari Partai Persatuan Pembangunan.
"Ini berlaku bagi orang dari jenis kelamin yang sama dan berhubungan seksual, yang pada dasarnya terlarang," katanya.
"Itu dianggap sama dengan perzinahan, di mana pria dan wanita yang melakukan hubungan seksual di luar nikah dapat dianggap sebagai kejahatan," lanjut Asrul Sani.
Sejumlah politisi mengatakan polisi tidak akan langsung mendobrak pintu untuk menangkap pasangan dalam tindakan tersebut - setidaknya untuk tahap awal.
Police prepare their equipment near the court.
Para politisi menyatakan kepolisian tidak akan sampai mendobrak pintu untuk menangkap pasangan pelaku perzinahan.
Reuters: Darren Whiteside
RUU tersebut akan mencakup perilaku di ruang pribadi, seperti kamar tidur. Pihak berwenang baru akan bertindak jika ada laporan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan.
"Kasus ini hanya bisa diproses jika ada laporan dari suami atau istri atau anak atau orang tua," kata Sani.
"Itulah formula dasar yang telah disepakati oleh pokja RUU, parlemen, dan pemerintah," tambahnya.
Jutaan orang
RUU ini juga akan mengkriminalkan advokasi bagi pengendalian kelahiran, pembahasan tentang Komunisme atau penghinaan tokoh agama.
Menurut Andreas, RUU tersebut akan menimbulkan beban bagi penegakan hukum di Indonesia.
"Jutaan orang mungkin ditangkap jika pasal-pasal tersebut ditegakkan," katanya.
Saat ditanya apa yang terjadi dengan Indonesia sebagai negara yang toleran, dia menjawab: "Masyarakat kini agak kurang toleran."
"Masyarakat toleran sudah ribuan tahun. Namun setelah demokrasi terjadi, setelah jatuhnya Suharto, banyak muncul pemikiran politik Wahabi, Salafi, Hizbut Tahrir," katanya.
"Sejumlah orang menyebutnya kelompok supremasi Syariah. Mereka yang sekarang mendominasi wacana politik," jelas Andreas.
"Cukup banyak orang berpikir bahwa hal itu merupakan cara benar untuk menjadi seorang Muslim," ujarnya.
Sementara draf RUU telah disepakati, proses pembahasannya menjadi UU bisa memakan waktu setahun atau lebih lama.
BACA ARTIKEL LAINNYA... FPDIP Tolak LGBT, Memang Fraksi Mana yang Terima?