Komunitas Sarjana Hukum Muslim Bakal Gugat SKB Menteri Tito, Nadiem dan Gus Yaqut

Sabtu, 06 Februari 2021 – 21:11 WIB
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) memastikan bakal menggugat Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang dibuat Mendagri Tito Karnavian, Mendikbud Nadiem Makarim, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut.

SKB Nomor 02/KB/2O2l, Nomor 025-199 TAHUN 2021 dan Nomor 219 TAHUN 2021 tersebut mengatur tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Sekolah Negeri di Indonesia.

BACA JUGA: SKB Menteri Tito, Nadiem dan Yaqut Bisa Bikin Siswi Berperilaku Semaunya

Rencana menggugat SKB 3 menteri itu disampaikan Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan, lewat pesan singkat yang diterima JPNN.com, Sabtu (6/2) malam.

"SKB tiga menteri terkait seragam, insyaallah akan kami gugat ke pengadilan," kata Chandra.

BACA JUGA: Reaksi Komunitas Sarjana Hukum Muslim atas SKB Menteri Tito, Nadiem dan Yaqut

KSHUMI juga siap menerima kuasa bagi pihak lain yang merasa keberatan dengan terbitnya SKB 3 menteri tersebut.

"Bagi pendidik, tenaga kependidikan dan siswi +18 dipersilakan apabila ingin memberikan kuasa," sambung Chandra.

BACA JUGA: Setelah Terlibat Asusila dengan Oknum DPRD, Mbak EK Kena Kasus Lagi, Duh

Walakin, Chandra yang juga ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat belum memerinci ke pengadilan mana gugatan akan dilayangkan.

Termasuk mengenai alasannya mengajukan gugatan atas terbitnya SKB 3 menteri tersebut.

Diketahui, SKB 3 menteri ini belakangan menuai pro dan kontra. Selain dari sejumlah politisi di DPR RI, aturan ini juga menarik perhatian pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel.

"Terkait SKB tiga menteri, tampaknya ada beberapa persoalan," ucap Reza Indragiri, Sabtu.

Salah satu poin yang disorot oleh konsultan di Lentera Anak Foundation ini dalam SKB 3 menteri itu adalah kalimat "Memberikan kebebasan...." sebagai tercantum dalam diktum kedua.

Diktum kedua itu berbunyi; "Pemerintah daerah dan sekolah memberikan kebebasan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu".

Reza kemudian menyinggung soal Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang menggunakan kata 'kemerdekaan', bukan 'kewajiban'. Diksi tersebut memberikan ruang kepada siapa pun untuk memeluk agama apa pun.

Namun, katanya, secara semena-mena, kata 'kemerdekaan' bisa ditafsirkan sebagai jaminan bahwa anak atau peserta didik juga bisa berperilaku sekehendak mereka sendiri.

"Termasuk, anak atau peserta didik, berkat kata 'kemerdekaan', seakan bisa mengabaikan kewajiban mereka untuk berbusana tidak sesuai dengan ketentuan agama mereka. Spesifik, siswi muslimah merdeka untuk berjilbab maupun tak berjilbab," tegas pria asal Rengat, Indragiri Hulu, Riau itu.(fat/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler