Kondisi Genting, APJII Uji Materi UU Telekomunikasi ke MK

Minggu, 29 November 2015 – 13:12 WIB

jpnn.com - JAKARTA -- Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)  berharap pemerintah segera melakukan tindakan untuk menjamin kepastian hukum dan berusaha di bidang industri telekomunikasi.

Tindakan konkrit pemerintah ini penting, terkait dengan putusan Mahkamah Agung (MA) menolak Permohonan Peninjauan Kembali (PK) mantan Direktur Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto. Padahal, seluruh penyelenggara jasa internet (ISP) menggunakan skema kerjasama yang sama seperti IM2.

BACA JUGA: Menurut Mendagri, Jajaran Birokrasi gak Disiplin

Ketua APJII, Jamalul Izza menilai, kondisi ini sangatlah genting. Pasalnya, payung hukum menjadi tidak ada saat model kerjasama yang sudah lama mereka lakoni itu dipermasalahkan, dan menyeret kolega mereka ke tahanan. Eksistensi Undang-Undang Telekomunikasi No 36 Tahun 1999 menjadi diragukan karena permasalahan ini.


"Kami pastikan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Jika nantinya UU 36 Tahun 1999 itu dirombak karena permasalahan ini," kata Ketua APJII, Jamalul Izza, Minggu (29/11).

Ditegaskan, APJII juga akan memberikan pernyataan sikap terkait hal ini pada regulator, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, untuk diteruskan pada Presiden RI, Joko Widodo.

BACA JUGA: Politikus PDIP Tuding KASAU Remehkan Potensi Anak Bangsa

Prinsipnya, lanjut Jamalul, APJII meminta pemerintah meluruskan iklim bisnis telekomunikasi di tanah air. Pasalnya, jika dibiarkan, maka persoalan ini akan berujung pada keterbatasan akses internet bagi masyaarakat.

"Kami ingin agar presiden segera turun tangan, karena kondisi industri sudah genting. Tunggu apa lagi," cetusnya.

BACA JUGA: Jangan Berharap Asing Beli jika Bangsa Sendiri Ogah Pakai Heli Produk PTDI

Kondisi genting, lanjutnya, karena nantinya orang akan berpikir semua pihak yang ingin memakai internet, harus menyewa dan mengikuti lelang jaringan seperti provider telekomunikasi. Persis seperti yang dipaksakan Kejaksaan Agung pada IM2 saat menyoal proses kerjasamanya dengan PT  Indosat. Dimana IM2 sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi, dinilai salah karena  menyewa jaringan pada indosat.

Dikatakan, pemerintah juga harus ingat program pemberantasan masyarakat buta internet yang sedang dijalankan. Saat ini, hanya sekitar 30 persen dari 250 juta lebih penduduk Indonesia yang akrab dengan dunia maya. Padahal di negara lain, hampir seluruh penduduknya melek internet. "Kalo terjadi kiamat internet gara-gara masalah ini bagaimana program pemberantasan buta internet bisa dijalankan. Tidak ada ISP yang ingin di-Indar Atmanto-kan oleh penegak hukum di Indonesia gara-gara gagal memahami undang-undang," ungkapnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif LBH Pers, Nawawi Bahrudin mengapresiasi sikap Jaksa Agung, HM Prasetyo terkait kasus Indosat - IM2, yang meminta semua pihak melihat dampak dan manfaat dari kasus yang tengah berlangsung.

Nawawi menilai pernyataan tersebut sangatlah tepat, mengingat sejak awal tak ada yang dirugikan dari kasus tersebut. "Saya pikir pernyataan Jaksa Agung itu sangat tepat, pertama untuk tidak terburu-buru melakukan eksekusi, kedua, jujur, peluang PK Indar yang kedua ini sudah sepantasnya dan perlu diapresiasi," ujarnya.

Nawawi tidak melihat adanya pelanggaran oleh pihak Indar maupun PT Indosat. Pasalnya, regulator sendiri sejak dipimpin Tifatul Sembiring sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika, sampai digantikan oleh Rudiantara, tak mempersoalkan model kerjasama itu.

Sehingga, sudah sepantasnya pemerintah membela legal standing Indar mengajukan PK. Justru, Nawawi melihat keadaan akan sangat berbahaya, jika pemerintah membiarkan hal ini terjadi.(rl/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Setnov Hanya Tumbal Pejabat Lain, Kok Bisa?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler